Bab 18. Kehadiran Zero

644 42 7
                                    


"Kita balik dulu!" pamit Wawa, mewakilkan Gio, Aldy dan Jihan pada Azkar.

Azkar berdiri di ambang pintu, memandangi teman-temannya. Satu persatu masuk ke dalam lift.

"Iya," jawab Azkar.

"Kalo ada apa-apa, kabarin kita," kata Aldy dan Azkar mengangguk tipis menanggapi.

Pintu lift tertutup, dan mereka semua turun. Azkar menutup pintu, dan masuk ke dalam kamar.

Berdiri di balik pintu, terdiam memandangi perut besarnya.
Dia merasakan ada pergerakan kecil, yang membuatnya semakin yakin.
Jika memang ada bayi di dalam perutnya.

Tangannya bergerak, menyentuh bagian dapan leher. Mengingat kejadian malam tadi saat dirinya berada di kukungan Zahra. Di cekikannya, membuat Azkar merasa ngeri.

Dia masih mengingat wajah Zahra dan begitu sakitnya dia dicekik.
Andai saja, jika Jihan tidak datang. Mungkin dia tidak akan berdiri pagi ini.

Hari-hari berlalu, tanpa terasa. Kandungan Azkar sudah menjadi 7 bulan.
Hal itu menjadikan Azkar tidak berani keluar, dia mengurung diri di kamar. Menunggu teman-temannya, membawa kebutuhannya.

Seperti hari ini, dia sedang terlentang di atas kasur. Menghadap atap langit.
Di samping wajahnya. Benda pipih tipis hitam sedang tergeletak, sesekali Azkar mengambil benda itu sebentar.
Menyalakan layar, dan melihatnya satu detik. Setelah itu, ia jatuhkan kembali benda itu tepat di samping wajahnya seperti semula.

"Gio! Lama banget sih! Gue udah laper banget ini!" gumamnya, merasakan semakin hari dan bertambahnya usia kehamilannya. Dia semakin sering merasa lapar.

Dddttt! Ddrrrtt! Ttttngg!

Benda pipih itu bergetar, lalu berdering. Secepat mungkin, Azkar meraih ponselnya dan melihat ada nama Gio yang terpampang.

"Gi! Cepetan! Lama banget, gue laper ini! A-elah lo!" kata Azkar setelah menerima panggilan itu.

("Ya sabar! Gue juga ini baru mau naik lift! Tungguin!")

Kemudian, panggilan dimatikan oleh Azkar. Dia menoleh ke arah pintu, tidak sabar menunggu bel berbunyi akan kehadiran Gio.

Tidak lama kemudian, orang yang ditunggunya pun datang. Menekan tombol bel, secepat mungkin Azkar berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Lama banget!" keluh Azkar, di ambang pintu.

"Lama apanya? 15 menit seudah lo telpon gue langung ke sini! Kok!" balas Gio tidak terima dikatakan lama.

"Oke oke! Mana makanannya?" tanya Azkar, rasa lapar sangat membuatnya gampang emosi.

"Nih!" Gio memberikan kresek putih yang ia bawa, langsung Azkar mengambilnya.

"Lo beliin gue apa?" tanya Azkar, berjalan ke arah dapur memunggungi Gio untuk mengambil piring.

"Gue beliin lo, katsu," jawab Gio, berjalan duduk di sofa sambil memainkan ponsel.

"Sapi, ayam?"

"Dua-duanya," jawab Gio tanpa menoleh.

Tidak lama, dia berjalan kembali sambil membawa piring bulat berisi tumpukan katsu, lengkap dengan saos dan mayonesnya. Bahkan, ada salad juga di atas piring itu.
Kemudian, meletakan di atas meja dan duduk di sofa sebrang yang Gio duduki.
Sehingga mereka duduk berhadap-hadapan.

Begitulah Azkar, dia terpaksa harus selalu meminta bantuan teman-temannya untuk memenuhi kebutuhan.
Beruntungnya ia memiliki teman yang jiwa solidaritas tinggi.

Bukan dia tidak bisa keluar sendiri, atau memesan makanan online. Hanya saja, Azkar tidak mau jika seseorang melihatnya dengan keadaan begitu selain teman-temannya.

HKKP (Hamil Karena Kutukan Pacar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang