Bab 19. Pindah Apartment

337 37 0
                                    


Matanya berkerut, tidurnya terganggu karena suara tangisan bayi yang nyaring dan keras di samping tubuhnya.

Perlahan matanya terbuka, ia berusaha bangun dengan hati-hati agar tidak menindih bayinya yang baru berusia 3 hari.

Kedua sikutnya menompang tubuh, membantunya untuk beralih dari posisi tidur ke posisi duduk.

Ditatapnya bayi yang ia beri nama Zero di depan kakinya yang bersila.

"Zero? Kamu laper?" tanyanya, suara pelan dan lembut.

Diangkatnya tubuh bayi mungil yang tengah menangis itu, Azkar memeluknya.

Azkar melihat ke arah dinding, di mana di sana menempel benda bulat yang menunjukan waktu padanya.

"Jam setengah satu?" gumamnya.
Jam setengah satu malam.

Azkar menunduk, melihat bayinya yang masih menangis karena lapar di dekapan kedua tangan.

"Bentar, Dady buat susu dulu buat kamu," ujarnya, meletakan kembali Zero di atas kasur kecil khusus untuknya tidur. Di samping anak itu, ada dua guling kecil yang melindungi di bagian kanan dan kirinya.

Ia bangun, dan berjalan ke dapur.
Suara Zero yang terus menangis, menjadi lagu  baru bagi Azkar di larut malam.

Sambil menahan kantuk, Azkar menyendok beberapa susu bubuk ke dalam dot.
Lalu, menuangkan air panas sedikit dan ia campur air dingin. Dari teko kecil.

"Hem ... air dinginnya, habis. Harus masak air dulu, biar besok udah dingin dan bisa buat bikin susu Zero," kata Azkar, meletakan teko kecil yang isinya sudah kosong.

Terlihat botol air minum kemasan kecil yang tertata rapi di atas meja.

Azkar melihat ke arah Zero, yang terus menangis. Dia mengocok-ngocok botol dot Zero, agar air dan susu tercampur merata dengan baik.

"Bentar, yah. Dady masak air dulu, supaya besok udah dingin dan bisa buat bikin susu kamu," kata Azkar, pada anaknya yang terbaring di atas kasur.
Masih menangis, menahan lapar.

Azkar secepat mungkin, mengambil teko dari stainles lalu mengambil 6 botol air minum kemasan yang berjejer di atas meja.

Menuangkan semuanya, sampai teko stainles itu hampir penuh.
Setelah itu, ia meletakannya di atas kompor.

Ctakt! Kompor menyala.

Ada banyak botol minum kemasan di atas meja, samping kulkas. Berjejer begitu rapi.

Tiga kardus tertumpuk, meninggi.
Masih tertutup rapat, dan satu kardus paling atas sudah terbuka.

Juga, isinya tidak lagi utuh karena Azkar sudah mengambilnya untuk membuat susu Zero.

Azkar berbalik, berjalan ke arah meja yang di atasnya ada beberapa dus susu. Kemudian, mengambil dot susu yang tadi sudah ia buat.
Lalu, melangkah cepat ke arah kasur.

Azkar merebahkan miring tubuhnya, satu tangan tertekuk menyangga samping kepalanya dan tangan satunya, memegangi dot.

Zero yang sejak tadi ribut, menangis lapar. Kini tidak lagi.

Mata Azkar menatap wajah Zero, bibirnya dan mulut anak itu yang mungil tengah menghisap ujung dot dengan rakus.

Anak itu sangat lapar, dia pasti lelah menunggu Azkar membuat susu tadi.

"Heh." Azkar tersenyum dan tertawa ringan sekali, memperhatikan anaknya yang tengah menyusu.
Air susu di dalam botol, yang tadinya penuh. Secara perlahan berkurang dan hampir habis.

Senyum Azkar luntur seketika, kala ia mengingat tadi sore.
Dia akan membuang anaknya.

Matanya menatap sendu ke arah wajah Zero, merasa bersalah.
Bagaimana jadinya, dan bagaimana nasib Zero jika Azkar tidak mengikuti wanita yang mengambil Zero di jalan?

HKKP (Hamil Karena Kutukan Pacar)Where stories live. Discover now