Chapter 28 - Menara Penyihir

2.3K 198 3
                                    

-ˋˏ ༻HAPPY READING༺ ˎˊ-

♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡


"Aku dengar, monster kembali menyerang pedesaan. Apa itu benar?" tanya Axelle yang saat ini tengah istirahat sehabis berlatih.

"Ya, Sir Teon menjelaskan situasi di berbagai pedesaan yang ada di wilayah Duchy," jawab Elisa sambil menyerahkan botol minum.

Axelle mengambilnya kemudian meneguknya hingga habis, terlihat sekali jika ia kelelahan sehabis berlatih pedang dan sihir. "Lalu, apa rencana Grand Duke?"

"Entahlah, Ayah hanya memerintahkan kesatria untuk mengawasi menara penyihir."

"Hm? Menara penyihir?"

Elisa mengangguk. "Benar, di gunung monster terdapat sebuah menara. Mungkin saja, orang-orang menara yang membuat para monster menyerang desa."

"Tapi, bukankah menara itu tidak berpenghuni karena penyihir hitam sebelumnya menghilang?" tanya Axelle yang mengetahui kabar menghilangnya penyihir hitam saat ia masih berada di Kerajaan Portano.

"Benar. Kabarnya seperti itu, aku mendengar ceritanya dari Tuan William."

Axelle terdiam sembari menatap lurus ke depan memikirkan persoalan para monster yang berhubungan dengan menara penyihir.

"Axelle? Apa kau baik-baik saja?" tanya Elisa sembari melambaikan tangannya di depan wajah Axelle.

Axelle tersadar, ia menoleh menatap Elisa. "Ya, aku hanya sedang berpikir."


"Apa yang kau pikirkan sampai melamun seperti tadi?" Elisa mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku gaunnya kemudian menyeka keringat yang membasahi wajah Axelle.

Axelle tertegun dengan perbuatan Elisa padanya, segera ia hentikan pergerakan tangan Elisa. "Biarkan aku melakukannya sendiri."

Axelle mengambil alih sapu tangan Elisa untuk menyeka keringatnya sendiri. Elisa menatap wajah tampan Axelle dari samping, tanpa sadar ia tersenyum mengagumi ketampanan Axelle.

"Aku tahu mengenai penyihir. Apa kau ingin aku menceritakannya?" tanya Axelle sembari menoleh menatap Elisa yang memandanginya. "Elisa?"

"Huh, iya? Kau mengatakan apa tadi?" Elisa tersadar dari lamunannya.

"Sekarang, kau bahkan melamun." Axelle terkekeh pelan melihat ekspresi wajah Elisa yang menahan malu.

"Jangan mengolok-olok diriku. Katakanlah, apa yang ingin kau katakan tadi," kesal Elisa sembari menggelembungkan pipinya.

Axelle mencubit gemas pipi Elisa. "Aku ingin menceritakan perihal penyihir padamu," jawabnya sambil mencubit.

"Lepaskan tanganmu! Sakit, Axelle!" geram Elisa sambil berusaha melepaskan tangan Axelle.

"Maafkan aku, kau terlalu menggemaskan." Axelle mengusap pelan kedua pipi Elisa yang memerah.

Putri Duke : Elisabeth Abrail Frederick (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang