Dasi 7

2.2K 260 108
                                    

Maaf banget baru bisa kembali menulis lagi. Bulan-bulan yang berat buatku.

Makasih udah nungguin cerita ini. Semoga terhibur terus, ya.

Selamat bermalam minggu dengan TAMPAN BERDASI!

-Ra


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hanya detik jam menemani di kamar.

Rayyan Nareswara sulit tidur. Tiap kali berpejam mata, selalu tampak kontur punggung seorang pria di balik matanya.

Punggung Pak Wis yang tremor saat Pak Arian memapahnya pergi ke rumah sakit.

Pria itu masih bisa menepis tangan Rayyan dan memelototinya benci sesaat sebelum pergi.

Tatapan itu, punggung itu, seperti bilah pisau yang mengiris. Siapa pun yang melihat tatapan itu tak mungkin bisa lupa.

Rayyan menghabiskan malam hanya dengan tidur selama satu jam atau dua jam. Selepas subuh, ia duduk di tepi ranjang dan tertunduk, menatap pergelangan tangannya yang memar, menatap seragam OB yang sobek dengan kancing copot. Pak Wis mencengkeram dan mencekiknya kuat sampai-sampai Rayyan tak bisa merasakan sakitnya saat pergumulan itu terjadi.

Ada yang lebih sakit daripada luka dan memar di kulit Rayyan.

Sakit di hatinya.

Saat bercermin, Rayyan melihat lehernya memar. Ia mencoba meninggikan kerah seragam agar tak ada yang bisa melihat memar itu.

Hanya Pak Arian yang tahu.

Pak Arian mendatangi Rayyan pagi itu. Sebagai kepala HRD, wajar ia mengira Rayyan akan mengajukan pengunduran diri.

Dengan suara yang lebih berat dari biasanya, Rayyan klarifikasi, "Saya gapapa, Pak. Saya mau tetap kerja di kantor ini."

Pak Arian berdiri di ambang pintu, menatapnya penuh selidik saat ini.

Pak Arian menghela napas. "Mas Rayyan, gue ini HRD dan gue perlu tau masalahnya," ucapnya. "Gue pastikan akan cari tau dari kedua belah pihak. Sekarang Pak Wis lagi di rumah sakit, dalam kondisi yang enggak memungkinkan untuk cerita, jadi gue datengin Mas Rayyan dulu."

Rayyan menahan napasnya. "Gimana kondisi Pak Wis?"

"Parah. Udah lama asmanya enggak kambuh separah ini," jawab Pak Arian. "Jangan sampai kejadian ini keulang lagi. Kita bicara bertiga kalau Pak Wis udah sembuh—"

"Kalau—" Rayyan memotong, "saya memang enggak ada niatan buat resign, tapi kalau memang dirasa keberadaan saya di sini mengganggu Pak Wis, saya akan resign, Pak."

Pak Arian diam.

"Tapi sebelum itu saya mau selesaikan masalahnya," tambah Rayyan dengan tangan mengepal. "Saya enggak mau kabur lagi."

Tampan Berdasi (MxM)Where stories live. Discover now