Dasi 30

1.1K 208 120
                                    

Maaf minggu kemarin gagal update, aku kurang sehat.

Malam ini bukan malam mingguan, tapi selamat menikmati TB, ya!




"Permisi, Pak."

Sembari membawa baki, kata-kata ini sebenarnya sudah sering Rayyan ucap saat memasuki kantor Pak Wis. Bedanya, kali ini ia masuk ke sebuah kamar pribadi, dan bosnya sedang duduk santai minum secangkir teh hangat dan hanya berbalut handuk.

Sejujurnya, Rayyan senang bisa melihat Pak Wis dalam kondisi santai seperti ini. Santai, ya, bukan kondisi lainnya.

"Selamat menikmati, Pak. Ada kue-kue dan jus. Dikirimi manajemen resor, Pak." Rayyan meletakkan baki di meja.

Pak Wis baru menyadarinya selang beberapa detik, saat ia mendengar suara berat Rayyan dari samping. "Maka—Eh, Mas Rayyan, toh?"

Rayyan nyengir. "Seneng saya masih bisa ngelayanin Bapak walau di luar kantor."

"Makasih, ya, Mas." Pak Wis memindai kue di atas meja satu per satu. Pemilik resor mengiriminya porsi lebih dari satu orang. Pak Wis mengambil kue cucur dan berkata sebelum melahapnya, "Banyak banget kuenya. Duduk, ambil, Mas, silakan."

"Boleh? Kan, ini buat Bapak."

"Saya juga enggak bakal abis kalau sebanyak ini."

"Makasih, Pak. Dengan senang hati saya bantuin Bapak makan." Rayyan nyengir lebar, lalu duduk di sofa yang sama dengan Pak Wis.

Pak Wis mendengus, menikmati kue cucur selagi Rayyan mengambil kue pukis. Mereka makan bersama dalam diam.

Lalu, tiba-tiba Pak Wis berdiri.

Rayyan mendongak, agak terkejut melihat Pak Wis berdiri tiba-tiba dengan bagian paha menghadap Rayyan. Mau tak mau jadi melihat ke tengah handuk Pak Wis. Segera ia memalingkan mata ke arah lain.

Pak Wis berjalan melewati Rayyan menuju meja bar dekat sofa. Ada rak kecil berisi teh celup dan kopi bubuk, cangkir, dan teko di meja itu. "Mas Rayyan mau teh atau kopi?"

Rayyan melirik lagi, kali ini bisa melihat punggung cokelat Pak Wis yang guratan ototnya terlihat indah. Hari ini Pak Wis kelihatan lebih menawan dari yang biasa. Baik tubuh maupun wajahnya, menarik perhatian. Saat Pak Wis tertawa penuh kemenangan waktu game tadi, wajahnya kelihatan lebih tampan dari yang biasa. Jadi terkenang masa dulu saat Shouki memenangkan game di lapangan basket.

"Eh, enggak usah, Pak. Saya bikin sendiri aja," jawab Rayyan setelah melamun sebentar.

"Gapapa, Mas, santai aja. Selama ini Mas Rayyan yang bikinin saya terus. Sekarang gantian." Pak Wis menoleh, tersenyum. "Jadi? Teh atau kopi?"

Senyum itu menghantamnya. Rayyan sendiri bingung mengapa ia jadi lemah begini. "Saya teh aja kaya Bapak," jawab Rayyan, meski masih merasa tak enak.

"Oke." Pak Wis kelihatan bersemangat memasukkan gula saset ke cangkir dan teh celup, lalu memasukkan air panas dari termos ke dalam cangkir. Pak Wis mengaduk yang menimbulkan bunyi samar ting.

Samar-samar Rayyan seperti melihat tubuh Pak Wis mengecil sedikit, ke tubuh masa SMA-nya.

Shouki ... dulu juga pernah membuatkan teh untuk Rayyan yang sedang sedih. Pakai celana pendek, berdiri di dapur membelakanginya. Cara bikin tehnya persis sama. Bunyi ting ting ting dari adukan sendoknya pun sama. Saat menyerahkan teh pada Rayyan, Shouki berkata, "Aku buatin yang anget, biar Kak Rayyan bisa langsung minum."

Tampan Berdasi (MxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang