22. Harga yang Harus DiBayar

3 0 0
                                    

"Di dunia selalu ada sebab akibat. Selalu ada harga yang harus dibayar," ucap gadis penyihir

Dia berhenti tiba-tiba, membuatku ikut berhenti juga. Dia melanjutkan, "Dulu di sini adalah negeri yang subur. Sekarang kau bisa melihat sendiri kan?"

Aku melihat sekeliling. Benar, di sini sangat tandus dan udaranya pun panas. Belum lama di sini, aku sudah merasa kehausan.

Gadis penyihir melanjutkan langkahnya dengan irama yang lebih pelan dibanding sebelumnya. Sesekali dia menggerak-gerakkan tangannya selagi bercerita. Aku mengikuti di belakangnya sambil mendengarkan.

"Pada akhirnya pemimpin negeri ini membuat perjanjian denganku. Namun, aku tidak langsung menerima perjanjian itu. Aku menyuruh mempertimbangkannya. Apa rakyatnya menerima perjanjian itu,"

Gadis penyihir tiba-tiba diam, tidak melanjutkan, menggantungkan ceritanya

Saat situasi diamnya sedikit agak lama. Dia berhenti melangkah. Aku juga menghentikan langkah saat sejajar dengannya. Dia kemudian menyikut lenganku sambil berkata, "Jadi orang itu harus peka. Apalagi kau itu laki-laki. Setidaknya kau tadi bilang lalu, terus, atau semacamnya. Jadi orang yang cerita merasa ditanggapi. Kau juga sekarang adalah partnerku. Jadi alangkah bagusnya jika kita cerita-cerita Ingat ya,"

"Iya," jawabku tanpa menggunakan ekspresi

"Sayangnya watak pemimpin itu egois. Dia tidak peduli hal sederhana seperti itu, ditambah dia yang selalu menjunjung harga diri, dia akan merasa gengsi melakukan hal semacam itu. Dia menerima perjanjianku tanpa pikir panjang,"

Gadis penyihir melanjutkan langkahnya, begitu pun denganku. Sekarang langkah kami sejajar, aku tidak mengikuti di belakang seperti tadi lagi.

"Kiki?" gadis penyihir memanggilku dengan nada mengingatkan

"Oh. Lalu?"

"Pemimpin negeri itu meminta agar semua daun di negerinya berubah menjadi uang,"

"Jadi punya stok uang tidak terbatas ya?" aku berusaha menanggapi

"Awalnya memang begitu. Namun, selalu ada harga yang dibayar,"

"Jadi apa harga yang dibayar?"

Sebelum menjawab, gadis penyihir itu sempat menoleh ke arahku dengan senyum, "Awalnya negeri itu perekonomiannya melesat jauh. Bahkan negeri yang memonopoli dunia ini sampai menoleh,"

Dia menghentikan ceritanya. Menghirup udara dan melepaskannya dengan santai. Melihat gadis penyihir begitu menikmati, tanpa sadar aku juga meniru gerakannya.

"Apapun yang ditanam di negeri itu daunnya akan selalu berupa uang. Tentu itu akan mempengaruhi kadar oksigen. Coba tebak efek apa lagi, selain itu?"

Aku tidak begitu mahir soal pelajaran Ipa. Sebelum menjawab aku memikirkan sebuah kalimat, agar aku tidak terkesan tidak tahu apa-apa atau mengada-ngada, "Jika oksigen sampai habis maka makhluk hidup akan mati,"

"Iya, begitu pun dengan penduduk negeri itu,"

Aku mengangguk paham. Tunggu, jika dulu tanah gersang ini adalah negeri yang subur, jadi berapa usia sebenarnya gadis penyihir ini?

Aku melirik ke arahnya.

Kekuatan dari Sebuah KepercayaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang