Kehidupan tiga saudara sepupu yang harus tinggal dalam satu atap, Satya, Rangga dan Juan. Mereka adalah ahli waris dari bisnis keluarga Wardana.
Takdir membawa Satya bertemu dengan Rima, sikap dinginnya sempat membuat Satya kesal. Devan, sahabat Jua...
Nathan atau biasa dipanggil Tian dan ibunya merasa heran melihat Karina yang tampak murung. Perempuan itu sama sekali tidak memakan makanannya, sedari tadi dia hanya mengaduk-aduk makanan di hadapannya.
"Kamu kenapa nak? tidak suka sama makanannya?" tanya ibunya.
"Tidak Bu."
"Terus kenapa makanannya hanya diaduk-aduk begitu?" tanya ibu lagi.
"Aku hanya sedang tidak selera saja," jawabnya.
"Tidak boleh gitu dek, nangis nanti nasinya kalau tidak dimakan," ucap Tian.
Karina tersenyum tipis mendengar ucapan kakaknya. Kakak dan ibunya bekerja keras untuk sesuap nasi, karena itu Karina memaksakan dirinya untuk menelan makanan itu.
Tian menatap Karina heran karena belakangan ini saudaranya itu terlihat murung padahal biasanya Karina selalu ceria, tersenyum dan penuh canda tapi sekarang dia tampak berbeda. Sudah beberapa kali Tian mencoba bertanya tapi Karina hanya berkata dia baik-baik saja. Nathan pun tidak lagi bisa memaksa jika Karina tidak ingin bercerita padanya.
***
Kampus
Juan memukul kaca toilet di kampus hingga pecah tak berbentuk. Sudah dua minggu berlalu tapi ingatannya tentang Karina itu tidak juga hilang. Walaupun marah tapi hati kecilnya ingin bertemu lagi. Melihat mata yang terkadang terlihat malu-malu saat menatapnya dan mengulangi manisnya bermain cinta yang luar biasa.
"What are you doing, Bro?" seru Rangga yang juga sedang di toilet.
Rangga yang melihat kaca toilet pecah dan berantakan segera memanggil OB dan membawa Juan keluar dari toilet menuju kelas.
"Ada masalah?" tanya Rangga pada adiknya.
"Nothing."
"Obati lukamu sendiri." Rangga mengulurkan kotak obat yang dia ambil di UKS. Tapi Juan mengabaikannya.
"Aku tidak menemukannya," gumam Juan setelah terdiam cukup lama tanpa menyentuh kotak P3K yang disodorkan Rangga.
"Siapa yang kamu maksud?"
"Wanita jalang itu."
"Wanita jalangmu terlalu banyak jadi mana aku tahu."
Juan berteriak menumpahkan kekesalannya. Tak berniat mengobati lukanya. Hanya karena wanita tak jelas asal-usulnya dia jadi sulit berkonsentrasi bahkan tak berhasrat lagi dengan wanita lain. Wanita lain yang datang hanya memperburuk mood-nya. Yang ada dia semakin emosi, ingin menghancurkan apa pun.
"Kurasa wanita jalangmu kali ini spesial, siapa namanya? Biar aku bantu mencarinya."
"Entahlah aku lupa namanya. Dia bukan spesial, tapi dia sukses melukai harga diriku."
"Dasar, apa yang kau ingat hanya desahannya, hah?"
"Shit! Jangan mengingatkanku padanya."
Rangga menggeleng kepala heran dengan kelakuan adiknya itu. Baru kali ini Rangga mellihat Juan sekacau ini hanya karena wanita one night stand. Harga diri apa yang dimaksud Juan pun dia tak paham.
"Ayo keluar saja kita makan siang daripada kau menghancurkan kelas ini juga. Ditunggu Satya dan Devan di tempat biasa."
"Baiklah." Juan mengikuti Rangga setelah membasuh tangannya dengan alkohol, tak mempedulikan betapa perih lukanya. Dia hanya membersihkan tanpa berniat mengobati.
"Jangan cerita soal wanita jalangku pada mereka."
"Oke, ada lagi? Soal perjodohanmu bagaimana?"
"Ah, shit. Ibu tiri kita memang keterlaluan. Bagaimana bisa aku dijodohkan? Bahkan sekali kedip wanita-wanita mengerubutiku. Dia pikir aku bujang lapuk yang tak laku."
"Wanita jalang maksudmu?"
"Sialan!"
"Kurasa kau perlu berhenti dengan kegiatan seksualmu yang memprihatinkan."
"Apa maksud perkataanmu? Apa kau mulai jadi penceramah setelah menikah? Yang benar saja."
"Bukan, tapi menemukan orang yang tepat sangatlah lebih baik. Tidak irikah melihat Satya dan Tina?"
"Ah... pasangan norak itu."
Membayangkan saja Juan nyaris muntah. Satya mendadak jadi manis hanya karena seorang wanita, mau melakukan apapun demi wanitanya. Itu adalah masa penjajahan menurut Lukas. Tak akan ada masa seperti itu di kehidupannya. Jangan sampai terjadi.
"Mungkin teman tidurmu yang satu ini perlu diperhitungkan."
Juan berhenti melangkah menarik lengan Rangga. Menatapnya penuh selidik.
"Aku hanya dengar dari bartender klub, kamu tidak pernah tergoda wanita lagi. Kurasa dia sangat spesial sampai membuatmu begini," kata Rangga yang dipandang dengan tatapan interogasi dan cengkeram di bajunya.
"Dasar wanita sialan. Aku sudah mencarinya ke setiap toko fashion dan sepatu tapi aku tidak menemukannya bahkan tidak ada yang mengenalnya." Juan berdecak kesal melepas cengkeramnnya di lengan Rangga.
"Bagaimana ada yang mengenalnya kalau kau saja lupa namanya."
"Sialan!"
"Apa hobimu itu mengumpat sekarang?"
"Ya, karena jalang itu."
"Apa dia begitu lihai menjamahmu?"
"Bahkan dia tidak tahu cara bercinta. Kurasa itu pertama kali buatnya."
Rangga memukul kepala Juan. "Dasar bodoh, kamu meniduri perawan, hah?"
"Sudah terlanjur."
Lagi-lagi Rangga memukul kepala Juan. Tak habis pikir dengan kelakuan bocak di sampingnya. Setelah sering berganti teman tidur seperti berganti baju sekarang meniduri perawan. Juan butuh karma agar dia jera. Tak tahu lagi harus bagaimana memberitahu adiknya ini. Sulit sekali dikendalikan.
"Gila."
"Dia bahkan lebih gila. Memberikan keperawanan untuk sebuah taruhan. Wanita macam apa dia."
"Sudah tahu dia wanita seperti apa, bukan? Kenapa masih membuatmu seperti ini?"
"Berhentilah mendesakku. Kalau sampai aku bertemu lagi dengannya, awas saja."
"Memang mau kau apakan, hah? Kau ajak menikah?" tawa Rangga pecah di akhir kalimatnya. Sementara Juan hanya melirik sekilas kakaknya yang menyebalkan.
Dalam benaknya, dia berharap di setiap kesempatan dia mengunjungi tempat mana pun bertemu wanita itu, wanita yang dia lupa namanya. Kalau saja memukul kepalanya bisa membuatnya ingat satu nama, dia akan melakukannya.
"Bersiap-siaplah ditanya yang lain."
"Ditanya apa?"
"Orang di kutub pun tahu perubahanmu akhir-akhir ini apalagi mereka, termasuk aku. Kalau memang butuh bantuan katakanlah padaku."
"Aku hanya butuh doamu Ka, untuk menemukannya lalu akan kukurung dia di ruang bawah tanah sampai aku puas membuatnya memohon padaku. Kamu paham kan arti memohonku?"
"Kejam sekali," kata Rangga, menggelengkan kepalanya tak percaya. Tapi melihat ekspresi Juan, Rangga jadi sedikit takut dan berharap semoga Juan tak bertemu wanita one night stand-nya daripada dia harus mengurus pengeluaran Juan dari penjara.
To Be Continued
Cast:
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.