1B

2.5K 555 41
                                    

Putri menatap sendu wajahnya yang terlihat begitu sayu di cermin yang tergantung dengan apik di dinding kamar mandi hotel. Beberapa bekas ciuman yang sudah terlihat membiru menghiasi leher, pundak dan dadanya. Andai pernikahannya berjalan sebagaimana mestinya tentu rasa bahagialah yang akan Putri rasakan, namun karena pernikahannya diawali oleh kebohongan hanya rasa sakitlah yang sekarang Putri rasakan, dan rasa sakitnya bertambah berkali-kali lipat saat ia mengingat kembali apa yang telah Kafka lakukan kepadanya. Kafka telah berhasil mengambil apa yang telah Putri jaga dengan cara yang keji. Kafka memang berhak untuk mengambilnya tapi seharusnya tidak dengan cara yang sekeji itu. Kafka menamparmya dengan begitu keras saat Putri meminta Kafka untuk tidak melakukan itu, sungguh bila memang Kafka menikahinya hanya demi taruhan seharusnya cukup hanya dengan menikahinya tidak dengan merenggut apa yang telah Putri jaga dengan cara keji.

Putri menarik napas dalam-dalam, berharap dengan itu dapat mengurangi sedikit rasa sakit yang menyerang hatinya, kakinya melangkah ke bawah shower, perlahan air hangat mulai membasahi seluruh tubuhnya.

Ya Allah... Hatinya menjerit, tanpa dapat dicegah hatinya mulai merangkai berbagai pertanyaan. Kenapa Allah menjodohkannya dengan laki-laki seperti Kafka? Begitu burukkah dirinya hingga Allah menjodohkannya dengan Kafka? Dosa apa yang telah ia lakukan hingga Allah memberikan balasan semenyakitkan ini?

***

Senyum kemenangan menghiasi wajah Kafka saat Rey, sahabat yang mengajaknya taruhan untuk dapat menyentuh Putri mengaku kalah dari Kafka.

"Gue nggak nyangka kalau lo seberani itu, Kaf. Lo nikahin dia cuma buat bisa nyentuh dia," Rey menepuk bahu Kafka, "Apa yang gue janjikan akan gue tepati. Surat-surat pengalihan kepemilikannya akan segera gue urus."

"Nggak usah," jawab Kafka enteng.

Mata Rey membulat sempurna, "Serius? Lo udah bela-belain nikahin Putri buat dapetin taruhan ini. Lo yakin nggak mau resort gue?"

Kafka mengangguk. Dia tidak membutuhkan resort Rey yang dia butuhkan adalah pengakuan dari Rey kalau dia mampu memenangkan taruhan yang telah keduanya buat. Hanya itu.

"Apa lo udah mulai suka sama Putri? Jadi lo bela-belain nikahin dia dan nggak mau resort gue?"

"Suka?" Kafka tertawa mencemooh, "Dia bukan tipe gue."

"Terus gimana nasib pernikahan Lo sama dia?"

"Gue akan segera menceraikan dia."

Rey menatap Kafka dengan tatapan bingung, "Gue rasa lo nggak bisa langsung menceraikan dia. Itu nggak baik buat kelangsungan bisnis lo."

"Kenapa nggak bisa, pernikahan gue dan Putri nggak dipublish jadi nggak ada yang tahu gue udah nikah sama dia kecuali keluarga dan saudara-saudaranya. Dan saudara-saudaranya nggak ada yang tahu kalau gue punya perusahaan yang mereka tahu gue adalah temen kantor Putri."

"Lo belum baca berita pagi ini?"

Tanpa disuruh Kafka langsung membuka beberapa berita melalui ponselnya, seketika wajahnya mengeras saat dia membaca beberapa berita yang memberitakan tentang pernikahannya dengan Putri.

"Brengsek," dengan penuh emosi Kafka melempar ponselnya ke lantai.

"Sorry, Kaf. Gue sama sekali nggak bermaksud ngebuat lo berada dalam situasi macam ini," ucap Rey merasa bersalah.

"Bukan salah lo," setelah mengatakan itu Kafka langsung menghubungi pengacaranya untuk mengatur pertemuan.

***

Putri menatap ke sekelilingnya, tadi siang ada seseorang yang menjemputnya dari hotel dan mengantarkannya ke sebuah apartemen, orang itu mengatakan kalau Kafkalah yang menyuruhnya.

Sudah dua hari ia tidak bertemu dengan Kafka, ia ditinggalkan di hotel oleh Kafka dengan pintu terkunci, hanya pelayan hotel yang mengantar makanan yang diperbolehkan masuk selebihnya pintu kamar hotelnya selalu terkunci, sebenarnya tanpa dikunci pun Putri tidak akan berani meninggalkan hotel tanpa seizin Kafka.

Hatinya memang merasa sakit dengan apa yang telah Kafka lakukan, namun sebisa mungkin ia tidak mau hal itu membuat dirinya menjadi seorang istri yang jauh dari Rahmat Allah.

Jujur awalnya dia merasa begitu sakit hati dengan apa yang telah Kafka lakukan padanya, saking sakitnya terbesit di hatinya untuk mengakhiri hidupnya. Tapi Allah yang maha baik menyadarkan dirinya, seketika entah mengapa ia kembali diingatkan dengan kisah Asiyah istri Fir'aun, padahal sudah sangat lama sekali ia membaca kisah tersebut.

Fir'aun mengetahui Asiyah beriman kepada Allah, Asiyah diberikan hukuman dan siksa yang begitu berat. Kedua tangan dan kaki Asiyah diikat. Ia ditelentangkan di atas tanah yang panas, wajahnya dihadapkan ke terik sinar matahari. Namun, disaat para penyiksanya kembali, Malaikat menutup sinar matahari sehingga siksaan itu tidak terasa.

Tidak cukup sampai di situ, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya menjatuhkan sebongkah batu besar ke dada Asiyah. Ketika Asiyah melihat batu besar itu hendak dijatuhkan padanya, beliau pun berdoa kepada Allah Swt: ” Robbi Ibnilii ‘Indaka Baitan Fil Jannah . ” Artinya: ”Wahai Allah Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah di Surga, (QS At-Tahrim, ayat 11).

Allah Swt pun memperlihatkan sebuah istana di surga yang terbuat dari marmer berwarna mengkilat. Asiyah sangat bergembira, lalu ruhnya keluar menyusul kemudian barulah batu besar itu dijatuhkan pada tubuhnya. Beliau tidak merasakan sakit karena jasadnya sudah tidak mempunyai nyawa.

Apa yang Putri rasakan sekarang tentunya tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan apa yang telah Asiyah rasakan. Tak sepantasnya Putri mempertanyakan kenapa Allah menjodohkannya dengan Kafka? Allah yang maha baik tentu maha tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, pemandangan senja yang terlihat jelas dari dinding kaca apatemen Kafka menarik perhatian Putri, sungguh indah. Namun keindahan itu hanya berlangsung sementara, perlahan langit mulai kehilangan cahayanya. Putri beranjak dari duduknya, ia hendak melaksanakan salat magrib, baru saja ia hendak masuk ke kamar mandi untuk berwudhu tiba-tiba pintu apartemen terbuka dengan suara yang keras karena dibanting dari luar, hal itu membuat Putri terkejut, Kafka datang dengan tampang menyeramkan.

"Kau sengaja menjebakku?" Ucap Kafka dengan nada tinggi pada Putri yang terlihat kebingungan, kesalahan apa yang telah dia buat hingga Kafka datang-datang langsung memarahinya.

Tangan Kafka mencengkram rahang Putri dengan kencang. Putri tak mampu berucap, rahangnya terasa begitu sakit.

"Dasar jalang!" tamparan cukup keras Kafka daratkan di pipi Putri, ia kembali mencengkram rahang Putri tanpa mempedulikan sudut bibir Putri yang berdarah.

"Sa..sakit, Mas." Putri merintih kesakitan, "Le..lepas...sakit, Mas." Air mata mulai membasahi pipi Putri saat Kafka tidak kunjung melepaskan cengkramannya.

"Kau harus membayar semuanya," ucap Kafka dingin, dan untuk keduanya kalinya Kafka kembali menorehkan rasa sakit yang begitu dalam di hati Putri.

🌿💙🌿
Padalarang, 04 Muharram 1445 H








Bukan Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now