6B

2.2K 489 22
                                    

Setelah melaksanakan salat isya Putri benar-benar mengajak Kafka makan di luar.

"Kita makan basonya Mas Jon yah, Mas. Basonya enak." Putri berucap semangat, ia meminta Kafka menghentikan mobilnya di depan warung bakso langganannya.

Ini kali pertama bagi Kafka makan di kaki lima, itu membuatnya sedikit merasa tidak nyaman, namun ia sama sekali tak menunjukkan hal itu pada Putri.

"Mas mau makan bakso apa?"

"Samakan saja sama pesananmu."

"Minumnya?"

"Sama juga."

Putri pun langsung memesan dua bakso cincang dan  dua es jeruk. Tak menunggu waktu lama pesanan keduanya pun datang. Putri langsung memasukkan banyak sambal dan saos dengan jumlah yang banyak ke mangkoknya. Ia pecinta pedas jadi suatu kewajiban baginya bila makan bakso harus pedas.

Kafka menatap mangkok Putri dengan tatapan ngeri. "Kamu memasukkan saos dan sambel terlalu banyak."

"Nggak kok."

"Nggak takut sakit perut?"

"Insya Allah nggak akan, lambungku sudah terbiasa dengan pedas." Ucap Putri. Ia pun memakan baksonya. Dan menikmati setiap suapannya.

Kafka mengambil tisu lantas mengelapkan tisu itu ke kening Putri yang sudah basah oleh keringat. Bibir Putri terlihat memerah tanda kalau kuah bakso yang dia makan sangat pedas.

Tak jauh dari tempat keduanya duduk ada sosok Azam yang terus memperhatikan keduanya dengan tatapan cemburu. Suatu kebetulan yang tak menyenangkan, kembali bertemu dengan Putri yang tengah menghabiskan waktu bersama dengan suaminya.

"Gimana Mas, enakkan baksonya?" Tanya Putri saat keduanya sudah kembali berada di dalam mobil.

Kafka mengangguk. Bakso yang tadi dia makan memang enak rasanya.

"Nanti berhenti dulu yah Mas di tukang martabak." Pinta Putri saat Kafka sudah menyalakan mobilnya.

"Kamu masih laper?"

Putri tersenyum malu. "Pengen makan martabak telur."

Kafka menuruti keinginan Putri, jadi sebelum pulang mereka pun membeli martabak dulu.

Sesampainya di rumah Putri langsung memakan martabak telur yang tadi ia beli. "Mas mau?" Putri menyodorkan sepotong martabak ke ara Kafka yang sedari tadi hanya diam memperhatikan Putri yang terlihat sangat lahap saat menyantap martabaknnya.

Meski merasa kenyang Kafka tetap membuka mulutnya, membiarkan Putri menyuapinya.

"Enakkan Mas?"

Kafka mengangguk.

Kegiatan makan martabak baru berakhir pada jam sepuluh malam. Dan Putri menghabiskannya.

"Sekarang porsi makan aku banyak sekali Mas." Ucap Putri sambil mengusap perutnya yang kekenyangan. "Berat badan aku juga jadi naik terus."

"Nggak apa-apa." Jawab Kafka santai.

"Kalau nanti aku jadi gemuk gimana?"

"Ya, nggak apa-apa."

"Nggak apa-apa gitu Mas punya istri gendut."

Kafka mengacak rambut Putri gemas. "Meski nanti kamu gemuk, aku tetap akan mencintaimu."

"Masa?" Putri menatap Kafka dengan tatapan tak percaya.

Kafka tertawa. Ia kembali mengacak rambut Putri. Istrinya benar-benar menggemaskan.

Putri memekik kaget saat tiba-tiba Kafka menggendongnya. "Mas turunin."

"Aku masih kuat menggendongmu itu artinya berat badanmu masih normal." Ucap Kafka. Ia pun membawa Putri ke kamar, dan menidurkannya di atas tempat tidur. "Sudah malam kita harus segera tidur."

Bukan Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang