4B

2.4K 552 39
                                    

Di atas meja makan sudah tersedia lontong, bihun rebus, tahu goreng, kuah, bawang goreng, kecap dan sambel. Putri menuangkan beberapa potong lontong, bihun rebus dan tahu goreng ke dalam mangkok, tak lupa ia pun menuangkan kuahnya ke dalam mangkok tersebut, setelah itu ia memberikan kepada Kafka.

"Gimana enak nggak?" Tanya ibu kepada Kafka yang baru menyuapkan satu sendok kupat tahu ke mulutnya.

"Enak Bu."

"Ini makanan kesukaan Putri dari masih kecil." Ibu pun menceritakan masa kecil Putri pada Kafka.

"Ibu." Putri merengek malu saat ibu menceritakan hal yang menurut Putri adalah sebuah aib yang seharusnya tidak diceritakan.

Kafka tersenyum, senyuman yang tulus, tangannya meraih tangan Putri yang duduk di sampingnya, ia menggenggamnya dengan lembut hal itu tentu membuat Putri terkejut, namun dengan cepat Putri berusaha untuk bersikap santai, seakan sudah terbiasa dengan sikap manis Kafka.

Kegiatan makan kupat tahu selesai. Nisa pamit pulang karena hari sudah sore sedangkan Putri dan Kafka menuruti permintaan ibu yang menyuruh keduanya untuk menginap.

Suara adzan magrib dari masjid yang letaknya dekat dengan rumah Putri terdengar jelas. Hati Putri seketika bergetar, itu suara Azam. Setelah tujuh tahun berlalu ini kali pertama Putri kembali mendengar azan yang dikumandangkan oleh Azam.

Dalam hati Putri berdoa agar Allah menghapuskan rasa yang masih tertinggal di hatinya, tak sepantasnya bukan seorang wanita yang sudah berstatus istri masih menyimpan rasa untuk laki-laki lain. Itu sangat menakutkan.

***

"Tidurlah." Kafka menyuruh Putri yang sedari tadi duduk canggung di kursi belajar untuk segera tidur di sampingnya.

"A..aku tidur sama ibu saja yah."

Ekspresi Kafka berubah dingin, tanda kalau ia tidak suka dengan apa yang barusan Putri katakan. Tak ingin ada pertengkaran yang terjadi Putri pun bergegas merebahkan tubuhnya di samping Kafka.

Kafka tersenyum, ia memeluk bahu Putri. "Kita mulai lagi semuanya dari awal." Bisik Kafka tepat di telinga Putri.

Putri terdiam. Tubuhnya membeku.

"Maaf untuk segala rasa sakit yang telah aku torehkan." Dengan lembut Kafka mencium pucuk kepala Putri.

Putri memejamkan matanya. Seketika hal-hal menyakitkan yang telah Kafka lakukan kembali memenuhi kepalanya. Berawal dari niat awal Kafka menikahinya yang ternyata hanya dikarenakan sebuah taruhan, sampai titik dimana Kafka memperlakukannya bagaikan seorang wanita murahan. Dapatkah ia melupakan itu semua?

***

Seperti biasa Putri akan terbangun saat jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Sebelum beranjak dari atas tempat tidur Putri memperhatikan wajah Kafka yang masih tertidur lelap.

Kafka memiliki wajah yang tampan, bahkan terbilang sangat tampan. Di ikantor ia selalu dinobatkan sebagai laki-laki paling tampan.

Andai saja wajah tampannya diiringi dengan sikapnya yang baik Putri yakin tidak akan sulit baginya untuk melabuhkan hatinya pada Kafka.

Tapi bila memang Kafka ingin memulai semuanya dari awal maka Putri pun memutuskan akan berusaha untuk memaafkan apa yang telah Kafka lakukan padanya.

Perlahan tanpa mau mengganggu tidur Kafka Putri beranjak dari atas tempat tidur untuk berwudhu, setelah berwudhu ia melaksanakan salat malam.

Kafka terbangun dari tidurnya, ia memperhatikan apa yang tengah Putri kerjakan. Salat, suatu hal yang sudah lama sekali tidak Kafka kerjakan. Terakhir ia melaksanakan salat adalah saat usianya delapan tahun, saat itu ibu dan ayahnyalah yang senatiasa mengingatkan Kafka untuk mengerjakan salat, tapi disaat keduanya telah tiada Kafka seakan kehilangan pegangan dan semuanya semakin parah saat ia diperlakukan buruk oleh tantenya, bukan hanya salat yang tak lagi ia kerjakan, namun keraguan tentang Tuhan pun menggerogoti hatinya.

Bukan Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang