9A

1.3K 249 18
                                    

Putri memasak makanan lebih banyak dari biasanya, selain memasak makanan lebih banyak Putri pun membuat kue ulang tahun. Hari ini ulang tahun ibunya dan Putri berencana untuk mengunjungi ibunya dengan membawa makanan dan kue yang spesial ia buat untuk ibunya, untuk hadiah sendiri sudah Putri beli satu minggu yang lalu.

"Perlu batuan?" Kafka yang baru pulang dari masjid memeluk pinggang Putri dari belakang.

"Ganti dulu baju takwanya," Putri membalikkan badannya, ia cium punggung tangan Kafka.

"Nggak apa-apa pakai kostum takwa kaya gini biar kaya anak pondok." Jawab Kafka. Ia mengambil pisau untuk mengupas buah melon dan Mangga.

"Tahu dari mana kalau anak pondok masaknya bersarung?" Tanya Putri sambil tertawa geli membayangkan Kafka jadi anak pondok yang diberi tugas memasak. 

"Jaman sekarang segalanya bisa dilihat di instagram. Taruh dimana?" Kafka telah menyelesaikan tugas mengupas buahnya dengan sangat cepat.

Putri mengambil wadah dengan ukuran cukup besar dan menyerahkannya pada Kafka. "Ditaruh disini dulu aja."

Kafka menurut. "Apalagi yang bisa kulakukan?"

"Makan." Jawab Putri, ia meminta Kafka untuk segera sarapan. Kafka menurut, keduanya pun sarapan dulu sebelum kembali disibukkan dengan kegiatan lainnya di dapur.

Tepat jam sepuluh semuanya sudah siap, kue ulang tahunpun sudah dihias dengan cantik.

"Mudah-mudahan ibu suka." Ucapnya sambil menaruh kue itu ke dalam dus mika.

Setelah semuanya selesai keduanya pun pergi ke rumah ibu. Saat sampai di rumah ibu Putri disambut oleh pemandangan ibu yang tengah menatap sendu tanaman yang berjajar dengan rapi di teras rumah. Entah kenapa melihat pemandangan itu Putri merasa sedih tapi dengan cepat ia mengusir perasaan itu. Ia langsung memeluk tubuh ibunya dengan penuh sayang setelah terlebih dahulu mencium punggung tangan ibu.

"Selamat bertambah umur ibu. Semoga ibu selalu diberi kesehatan, kebahagian dan umur panjang yang penuh dengan keberkahan." Doa Putri untuk ibu, Kafka pun melakukan hal yang sama. Memeluk penuh sayang tubuh tua ibu dan merangkai doa tulus untuk ibu mertuanya.

"Ya Allah banyak sekali bawaannya. Siapa yang mau makan?" Ibu memandang makanan yang baru saja Kafka keluarkan dari dalam mobil.

"Nanti kita bagikan ke para tetangga yah bu. Biar barokah."

Ibu mengangguk.

"Kak Nisa belum datang Bu?" Putri mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah, mencari keberadaan Kakak sulungnya.

"Barusan Kakakmu menelepon katanya insya Allah nanti sore kesininya."

"Nanti sore," Putri termenung. Kakak sulungnya kini tak tinggal serumah lagi dengan ibu karena suaminya pindah kerja keluar kota jadi mau tidak mau sebagai seorang istri dia harus ikut tinggal diluar kota bersama suaminya. Kak Nisa sudah mengajak ibu untuk tinggal bersama dengannya disana tapi ibu menolak, Putri dan  Kafka pun pernah mengajak ibu untuk tinggal di rumah mereka namun ibu pun menolak. Ibu tidak ingin meninggalkan rumahnya. Rumah yang dibangun oleh ibu dan ayah dengan penuh perjuangan, rumah yang banyak menyimpan kenangan ibu bersama ayah dan kedua putri kecilnya-- Putri dan Nisa.

"Kenapa?" Kafka menyentuh bahu Putri, menyadarkan Putri dari ketermenungannya.

Putri menggeleng. "Aku mau bagiin makanan ke tetangga dulu yah. Mumpung masih pada anget. Tapi mau salat zuhur dulu."

"Aku bantu yah." Tawar Kafka.

Putri mengangguk senang.

Akhirnya setelah melaksanakan salat zuhur keduanya membagikan makanan yang sudah Putri masakan.

Bukan Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now