2A

2.4K 535 44
                                    

Putri menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar yang ditempati oleh Kafka, Kafka hanya akan tidur di kamar yang ditempati oleh Putri saat ia berkeinginan untuk meniduri Putri, selebihnya ia lebih memilih untuk tidur di kamar yang berbeda dengan Putri.

Tak ada jawaban yang Putri dengar meskipun ia sudah mengetuk kamar Kafka sebanyak tiga kali, meski diliputi rasa takut perlahan ia memutar kenop pintu kamar Kafka, tidak dikunci, pintu kamar itu dapat Putri buka. Retina mata Putri langsung tertuju ke arah tempat tidur, di atas tempat tidur terlihat Kafka yang tengah terbaring di balik selimut sambil bergumam tidak jelas, dari gumamannya Putri tahu kalau Kafka sedang tidak enak badan.

Awalnya Putri hendak kembali menutup pintu kamar tersebut, ia tidak mau membangunkan kemarahan Kafka, namun niat Putri urung saat ia mendengar Kafka menggumamkan kata ibu berulangkali, Kafka seakan-akan tengah memanggil ibunya. Tak tega karena Kafka terus-terusan memanggil ibunya akhirnya meskipun diliputi oleh rasa takut Putri mulai mendekati tempat tidur Kafka. Ia menatap wajah Kafka yang terlihat pucat, keringat sebesar-besar biji jagung memenuhi keningnya.

"Sepertinya dia demam," gumam Putri, cukup lama dia hanya diam sambil menatap wajah Kafka, sungguh Putri merasa bingung harus melakukan apa, bila ia berinisiatif mengompres Kafka ia takut hal itu akan membuat Kafka marah. Ia tidak ingin membuat Kafka marah, karena bila hal itu sampai terjadi Kafka pasti akan dengan mudahnya melayangkan tangannya ke Putri, bahkan bisa lebih dari itu.

Akhirnya Putri memutuskan untuk meninggalkan kamar Kafka, namun baru saja ia hendak melangkah pergi tiba-tiba Kafka meraih tangannya sambil mengatakan kata ibu. Tangan Kafka yang menggenggam tangan Putri terasa begitu panas, sepertinya Kafka tengah demam. Niat Putri untuk mengabaikan Kafka akhirnya urung, ia langsung bergegas mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Kafka.

Setelah dikompres dan diberi obat penurun panas suhu badan Kafka berangsur-angsur turun, yang awalnya suhu badannya mencapai 39 kini hanya 37,8.

"Mas," Putri berucap pelan saat Kafka terbangun dari tidurnya.

Kafka tidak berucap apa-apa, dia hanya menatap Putri dengan tatapan bingung bercampur tidak suka karena Putri berada di dalam kamarnya.

"Mas, a..aku ingin ke supermarket. Apa boleh?" Ini kali pertama bagi Putri meminta izin untuk keluar dari apartemen Kafka.

"Mau beli apa?" Tanya Kafka dengan suara yang terdengar serak, selama ini keperluan dirinya dan Putri selalu disediakan oleh salah satu orang kepercayaannya.

"A...aku mau beli..."

Kepala Kafka tiba-tiba terasa pusing, tak mau berbicara panjang lebar dengan Putri akhirnya ia memutuskan untuk segera mengizinkan Putri untuk pergi ke supermarket.

"Makasih Mas," ucap Putri, raut bahagia terlihat jelas dari wajah Putri.

***

Lebih dari satu jam Putri berbelanja di supermarket, di supermarket dia membeli beras, minyak goreng, daging ayam, daging sapi, sayur-sayuran dan masih banyak lagi bahan-bahan makanan yang lain, kulkas yang terletak di dapur Kafka penuh dengan segala bahan makanan yang Putri beli. Sambil menyimpan sekaligus merapikan apa yang dia beli Putripun membuatkan bubur untuk Kafka.

Senyuman terus menghiasi wajah Putri, ini kali pertama Putri kembali berkutat dengan berbagai bahan makanan di dapur, pasalnya setelah ia menikah dengan Kafka, ia tidak pernah lagi memasak karena di dapur Kafka memang tidak ada satupun bahan makanan yang bisa Putri masak, kulkas yang ada di dapur hanya terisi buah-buahan, susu dan minuman bersoda, bila ingin makan biasanya Putri menghubungi beberapa restoran langganan Kafka untuk memesan makanan, hal itulah yang Kafka perintahkan pada Putri padahal kegiatan memasak adalah sesuatu hal yang Putri sukai.

Bubur telah selesai Putri buat, ia bergegas mengantarkan bubur tersebut ke kamar Kafka.

"Dimakan buburnya," ucap Putri sambil meletakkan bubur itu di atas nakas yang terletak tepat di samping tempat tidur Kafka, setelah mengatakan itu cepat-cepat Putri langsung keluar dari kamar Kafka. Ia tidak mau mendengar jawaban Kafka yang mungkin akan membuat rasa bahagia yang ia rasakan hari ini berkurang.

Sebelum kembali ke dapur untuk berjibaku dengan segala bahan makanan dan peralatan masak lainnya Putri memilih untuk mengganti gamisnya dengan pakaian rumah, tidak leluasa bila ia berkegiatan di dapur dengan gamis yang menyapu lantai.

Setelah mengganti pakaiannya Putri langsung ke dapur, ia memperhatikan beberapa bahan kue yang ia beli di supermarket, "Buat donat apa brownies?" Tanya Putri kepada dirinya sendiri, entah kenapa tiba-tiba ia ingin memakan dua makanan itu. Setelah cukup lama berpikir akhirnya Putri memilih untuk membuat donat.

"Tunggu sampai berbusa," gumamnya setelah mencampurkan ragi, gula dan air hangat. Tak perlu menunggu waktu lama ragipun berbusa, Putri mencampurkan ragi itu ke dalam tepung terigu yang sudah ia beri gula pasir, susu bubuk, telur dan sedikit garam, setelah itu baru ia menguleni adonan itu hingga kalis.

***

Perut Kafka terlalu lapar untuk mengabaikan bubur yang Putri buat oleh karena itu dia memakan bubur itu dengan cepat, setelah menghabiskan buburnya ia memilih untuk mandi air hangat, badannya terasa begitu lengket, setelah itu dia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, matanya menatap kosong ke arah langit. Tanpa dapat dicegah ingatannya kembali ke masa dimana kedua orangtuanya meninggalkannya untuk selama-lamanya. Kala itu usianya baru delapan tahun, kedua orangtuanya mengalami kecelakaan pesawat saat hendak melakukan perjalanan bisnis menuju Singapura. Semenjak saat itu ia tinggal bersama dengan pamannya, adik dari ibunya. Pamannya memperlakukannya dengan sangat baik, layaknya seorang ayah kepada putranya sendiri namun tidak dengan istri pamannya, ia sering memperlakukan Kafka dengan tidak baik, pukulan dan cacian sering Kafka dapatkan dari istri pamannya tersebut, tapi Kafka tidak pernah mengadukan hal tersebut kepada pamannya karena dia selalu diancam akan dititipkan ke panti asuhan bila mengadukan hal buruk tersebut. Kafka tidak ingin tinggal di panti asuhan, ia ingin dapat tetap tinggal bersama paman yang begitu menyayanginya.

Perlakuan buruk terus Kafka dapat hingga puncaknya saat Kafka duduk di bangku kelas enam SD, saat pamannya melakukan perjalanan  bisnis ke luar negeri istri pamannya tersebut masuk ke kamar Kafka dan memaksa Kafka untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji, Kafka yang terbilang masih kecil tidak mampu melawan, dengan terpaksa ia menuruti apa yang istri pamannya inginkan. Hingga akhirnya Kafka memberanikan diri untuk menceritakan hal itu kepada salah seorang kepercayaan pamannya, dan orang kepercayaan pamannya langsung memberitahukan hal itu kepada pamannya, tak lama setelah itu Pamannya memilih untuk menceraikan istrinya.

"Semua perempuan jalang," kata-kata itulah yang selalu pamannya katakan pada Kafka. "Mereka lebih mengerikan dibandingkan monster, Kafka." Bagaikan sebuah mantra yang bercokol di otaknya, kalimat tersebut yang membuat Kafka membenci perempuan, kecuali ibunya.

Hubungan yang ia jalin dengan banyak wanita tidak lebih hanya untuk melampiaskan rasa marahnya, setiap wanita yang sudah ia tiduri akan langsung ia tinggalkan termasuk Nadhira, namun tidak dengan Putri, sebelum menyentuhnya Kafka harus menikahi Putri, dan sesudah menidurinya Kafka tidak bisa langsung menceraikan Putri, ia harus bersabar untuk hal itu. Tapi cepat atau lambat ia pasti akan menceraikan Putri.

🌿💙🌿
05 Muharram 1445H


Bukan Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang