1A

7.2K 1K 96
                                    

Suatu harapan yang mustahil diinginkan oleh seorang pengantin, tapi entah kenapa Putri sangat menginginkannya, Putri berharap akan ada yang membatalkan pernikahannya. Layaknya seperti sinetron yang sering Kak Nisa lihat dimana si mantan calon pengantin laki-laki datang mengacaukan pernikahan mantannya Putripun  berharap hal demikian terjadi pada pernikahannya, wanita yang tadi malam datang ke rumahnya kembali datang dan mengacaukan akad yang akan tergelar. Namun, harapannya pupus saat pintu kamarnya diketuk oleh ibunya.

Dengan diiringi tangis yang mengharubiru ibu memeluknya dengan sangat erat, kata selamat dan pengharapan kebahagiaan untuk putrinya ibu ucapkan dengan suara yang parau.

Putri ikut menangis, bukan tangisan kebahagiaan karena kini ia telah resmi menyandang status sebagai istri Kafka, namun tangisannya dikarenakan kini suka atau tidak suka ia harus taat pada Kafka, meskipun bukan cinta yang menjadi landasan pernikahannya dengan Kafka tapi Kafka tetaplah suaminya yang sah baik di mata agama maupun hukum.

Ia bukan wanita yang sangat paham tentang agama, pengetahuannya tentang agama sangatlah terbatas, namun ia tahu dan sangat paham tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang istri. Istri harus menuruti keinginan suaminya selama keinginan suaminya tidak melanggar hukum agama.

Ia tidak tahu berapa lama pernikahannya dengan Kafka akan bertahan, bila pernikahan ini akan cepat berakhir ia berharap pengampunan dari Allah, sungguh ia sama sekali tidak berniat mempermainkan sebuah pernikahan.

Dengan langkah pelan Putri menghampiri Kafka yang telah menunggunya di dekat meja akad, Putri mencium punggung tangan Kafka lama, matanya terpejam dan sebuah doa terukir di hatinya, "Ya Allah hapuslah rasa benci yang kini mulai tumbuh di hati hamba untuknya, berikanlah keikhlasan pada hamba untuk menjalani takdir-Mu ini, hamba mohon jadikanlah hamba istri yang shalehah untuknya..." rangkaian doa yang tengah Putri panjatkan terputus saat Kafka secara perlahan menarik tangannya, tanda kalau ia merasa tidak nyaman saat Putri mencium punggung tangannya dengan durasi yang lama.

Tak ada ciuman yang Kafka berikan pada Putri, bahkan ia menatap Putri dengan tatapan dingin, ia sama sekali tidak mempedulikan kebingungan yang terlihat jelas dari beberapa sanak saudara Putri dan tamu yang hadir menyaksikan akad tersebut.

"Kayanya cowoknya nggak suka sama Mbak Putri," kalimat itu terucap dari salah satu sepupu Putri.

"Sembarangan kamu, kalau nggak suka ngapain dia nikahin Mbak Putri," pembelaanpun terucap dari sepupu Putri yang lain.

"Mana aku tahu, mungkin karena suaminya Mbak Putri terlalu ganteng dan Mbak Putrinya biasa aja. Terus kok nggak ada saudara sama keluarga yang hadir dari pihak suaminya mbak Putri? Jangan-jangan pernikahan Mbak Putri sama calon suaminya nggak direstui?"

"Ih amit-amit mulutmu nyiyir banget sih, udah ah jangan ngomongin pengantin yang nggak-nggak."

***

Akad dan resepsi yang dilangsungkan di rumah keluarga Putri berakhir pada pukul tiga sore, Kafka langsung memboyong Putri ke sebuah hotel bintang lima.

Sesampainya di hotel Putri langsung menghapus make upnya dan mengganti gaun pengantinnya dengan gamis berwarna salem. Saat Putri keluar dari kamar mandi Putri tidak menemukan keberadaan Kafka. Putri tidak mau ambil pusing akan hal itu. Ia kembali masuk ke kamar mandi untuk berwudhu.

Salat ashar dia tunaikan dengan perasaan yang tiba-tiba terasa sesak, setiap rakaat diiringi oleh tangis yang tak terbendung, setiap sujudnya ia penuhi dengan segala permohonan.

Sungguh, ia tidak menyangka kalau ia akan berada di posisi menyakitkan seperti ini. Ditinggalkan oleh suaminya tak lama setelah akad dan resepsi berlangsung.

Untuk mengobati hatinya yang terasa begitu sakit Putri memilih untuk membaca Al Qur'an, beberapa ayat ia baca dengan suara tersendat-sendat, perlahan tangisnya mulai reda, rasa sesak di hatinya pun mulai sirna. Sungguh sebaik-baiknya obat hati adalah Al Qur'an.

***

Kafka baru kembali ke hotel saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia langsung melangkahkan kakinya ke arah tempat tidur dan merebahkan tubuhnya tepat di samping Putri yang sudah tertidur, tak selang berapa lama Putri langsung terbangun dari tidurnya saat kedua tangan Kafka memeluk pinggangnya dengan begitu erat. Hal itu membuat jantung Putri berpacu dengan begitu kencang.

Kenapa Kafka memeluknya? Pertanyaan itu tak mampu Putri utarakan karena kini seluruh tubuhnya terasa mati rasa.

Bukan hanya memeluknya Kafka pun mencium pundak Putri dengan lembut.

"Mas..." Akhirnya Putri mampu berucap, ia menahan tangan Kafka yang hendak membuka kerudung yang dia kenakan.

"Sekarang kamu istriku, aku berhak menyentuhmu," ucap Kafka sambil menyentuh pipi Putri yang terasa dingin.

"Mas..memang berhak menyentuhku..tapi..." Putri tak mampu menyelesaikan ucapannya, terlalu menyakitkan kalimat yang hendak ia ucapkan.

"Tapi apa?" Kafka menatap Putri dengan tatapan dingin. Tersirat jelas dari tatapannya kalau ia tengah marah.

Putri menarik napas, perlahan dia memberanikan dirinya untuk menggenggam tangan Kafka, "Aku sudah tahu semuanya, Mas. Mas hanya menjadikan aku sebagai bahan taruhan kan?"

"Nadhira benar-benar memberitahumu?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Kafka dengan begitu santai, ia beranjak dari atas tempat tidur lantas berjalan ke arah kulkas untuk mengambil sebotol air mineral. Ia meneguknya hingga tandas.

Putri ikut beranjak dari atas tempat tidur, ia berjalan menghampiri Kafka, "Kenapa Mas menjadikan aku sebagai bahan taruhan?" tanyanya dengan suara pelan, sebisa mungkin ia mencoba untuk meredam rasa marahnya pada Kafka, "Kenapa?" Tangan kanan Putri menyentuh tangan kiri Kafka saat Kafka tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Karena kamu satu-satunya wanita yang tidak bisa kusentuh," jawab Kafka, "Tapi sekarang aku bisa menyentuhmu," kedua tangannya mencengkram bahu ringkih Putri. Dan tanpa dapat diduga ia mencium bibir Putri dengan kasar.

Setetes air mata membasahi pipi Putri. Sungguh apa yang saat ini Kafka lakukan padanya menyakiti hatinya. Harga dirinya sebagai seorang perempuan seakan tengah diinjak-injak.

Cintanya yang baru saja hendak tumbuh untuk Kafka kini telah menguap tak tersisa.

🌿💙🌿
Padalarang, 03 Muharram 1445H

🍂Jangan Lupa Baca Al Kahfi🍂





Bukan Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now