Bab 2. Klub

18.7K 1.2K 6
                                    


Pagi ini Kanaya sedang duduk didepan meja rias, ia sedang mengagumi wajahnya yang sangat cantik. Tidak bosan-bosannya dia memandangi wajah kecil yang sangat manis ini. Matanya terlihat seperti mata kucing, terlihat malas namun penuh dengan godaan. Hidungnya kecil dan imut, sedangkan bibirnya yang berwarna pink terlihat sangat sehat dan indah.

Di kehidupan sebelumnya wajah Kanaya terbilang rata-rata, jika dibandingkan dengan wajah yang sekarang maka perbedaannya sangat jauh. Apa Kanaya menjadi selebgram saja? Dengan wajah yang sekarang ini, untuk mencari uang sepertinya sangatlah mudah. Tapi yang menjadi masalahnya adalah orang-orang disekitarnya pasti akan menganggapnya aneh.

Disaat sudah menjadi gadis kaya yang tinggal menikmati hidup dengan duduk manis, apa iya ia harus bekerja untuk menghasilkan uang secara terang-terangan? Mungkin lebih baik jika Kanaya mempelajari pasar saham saja.

"Nona Naya, nyonya memanggil nona untuk turun sarapan" terdengar suara bibi Sera didepan pintu kamar.

"Ah baik bibi, aku akan segera turun"

Kanaya menuruni tangga dengan langkah elegan, sepertinya tubuh ini tetap bisa menjaga gaya semasa hidup pemeran aslinya.

"Tante, maaf aku terlambat turun"

Seorang pelayan menarik kursi disamping Saga untuk diduduki oleh Kanaya.

"Terimakasih" ujar Kanaya sambil tersenyum.

Pelayan itu balas tersenyum dan mulai untuk menyiapkan peralatan makan.

"Naya sayang, ayo makan yang banyak. Tante sedih melihatmu yang kurus begini, anak muda tidak boleh terlalu ketat pada tubuhnya. Ayo makan yang banyak!"

Sendok wanita itu berulang kali mengarah ke piring Kanaya hingga lautan lauk menumpuk di piringnya.

"Tante, aku tidak akan bisa menghabiskan semua ini. Lagipula aku tidak kurus, lihat saja pipiku"
Ujar Kanaya sambil menggembungkan pipinya.

Saga yang berada disebelahnya hanya diam melihatnya lalu mulai memindahkan makanan dari piring Kananya ke piringnya sendiri.

Sedangkan kedua orang tua yang melihat hal tersebut hanya saling lirik dan tersenyum. Anak tunggal mereka itu memang tidak bisa ditebak kelakuannya.

"Oiya Saga, mama sama papa mau berangkat keluar kota selama beberapa hari. Kamu jagain Naya ya di rumah, Naya nya juga diajak main. Ajak dia ketemuan sama temen-temen kamu!"

"Iya ma, Sagara tahu"

Sarapan pagi mereka berakhir dengan cepat, walau meja makan tidak terlalu ramai. Tapi suasana keluarga itu sangat harmonis.

Kanaya sedang duduk di sofa balkon. Menikmati matahari sore dengan secangkir teh dan beberapa novel yang ia dapat dari bibi Sera.

Hal pertama yang akan Naya lakukan di rumah ini tentunya mengoleksi novel. Hari ini dia sudah membaca setumpuk novel, dan rencananya besok ia akan jalan-jalan keluar untuk pergi ke toko buku.

Tok,tok,tok

"Naya, siap-siap aku tunggu dibawah. Malam ini aku ada acara ngumpul sama temen-temen"

Ketenangan Kanaya terganggu dengan ketukan Saga di depan pintu kamarnya.

Hari masih sore, dan dia akan ada acara malam. Maka sekarang Kanaya akan mulai bersiap-siap. Karena ini adalah pertama kalinya Kanaya akan bertemu dengan teman-teman Saga, yang berarti itu tidak lain adalah para pemeran novel lainnya.

Di sebuah klub malam, lampu warna-warni dan cahaya remang-remang menerangi ruangan dansa. Dibarengi dengan musik yang memekakkan telinga dan banyak orang yang melepaskan rasa stres dan lelah disini.

Kanaya dan Saga berjalan melewati kerumunan dan masuk kedalam sebuah ruangan. Ini adalah ruangan VIP, ruangan khusus yang dipesan oleh teman-teman Saga. Sebagai tuan muda kaya raya dari keluarga mereka, kehidupan seperti ini sudah biasa.

"Yo, apakah ini kakak ipar?"
Seorang pria yang memakai jas menghampiri Kanaya dengan segelas wine ditangannya.

"Jangan terlalu mendekat, kau menakutinya!" Saga dengan cepat menarik Kanaya untuk berdiri di belakangnya.

Kanaya mengintip dari balik lengan Saga, orang ini terlihat tampan. Tapi tidak lebih tampan dari Saga, dan suasana diantara keduanya terasa agak salah.

"Leon, jangan mulai menantangnya! Ayolah, kalian sekarang sudah dewasa. Saga, cepat bawa kakak ipar kesini kami ingin berkenalan dengannya!"

Kanaya mencengkram lengan Saga dengan erat. Pantas saja orang ini terlihat salah pada pandangan pertama, ternyata dia adalah penjahat yang ada di novel. Ya, namanya Leon dia adalah musuh bebuyutan Saga. Kedua orang ini sangat sering bersaing dari kecil, dan seingat Kanaya didalam novel persaingan mereka bertambah kuat karena mereka merebutkan pahlawan wanita.

Kalau dipikir-pikir sekarang pahlawan wanita seharusnya masih berada di luar negeri. Ia meninggalkan negara ini untuk melanjutkan pendidikannya.

"Kenapa? Gak nyaman?"

Suara Saga terdengar jelas tepat ditelinga Kanaya. Ia berbisik karena melihat Kanaya yang seperti terganggu dan tidak memperhatikan sapaan teman-temannya.

"Ah? Oh iya! Maaf, perkenalkan aku Kanaya. Semoga kita semua bisa akrab"

Kanaya menjabat satu persatu tangan yang diulurkan padanya, dan sekarang dia mulai mengenali beberapa tokoh novel itu.

Selain Leon yang sedari tadi memperhatikannya, ada juga David yang terlihat murah senyum. Disebelah David ada Abidzar yang terlihat sangat susah untuk didekati.

Selain itu ada beberapa tokoh, yang mungkin tidak terlalu penting sehingga Kanaya tidak dapat mengingatnya.

Malam semakin larut, sedangkan di klub itu dunia malam baru saja dimulai. Semua pria yang berada dikotak sedang bermain kartu, sedangkan ruangan bertambah ramai karena hadirnya para gadis yang diundang untuk melayani mereka minum.

Kanaya yang dengan bangganya yakin bahwa kemampuan minum dari kehidupan sebelumnya sama dengan kehidupan sekarang, ternyata sudah diinjak-injak oleh realita.

Matanya mulai hilang fokus dan pipinya memerah, padahal dia baru meminum beberapa teguk. Sangat sial untuk mendapatkan tubuh yang tidak bisa dipakai untuk bersenang-senang. Padahal harga sebotol anggur disini melebihi gajian bulanannya.

Dengan mata berkabut Kanaya mencoba berdiri, dan berjalan kearah Saga.

"Saga, aku ke toilet dulu ya"
Ucap Kanaya sambil berbisik ditelinga Saga.

Saga hanya menoleh kepadanya dan mengangguk. Kanaya lantas berjalan keluar dari ruangan itu dan berjalan ke toilet dengan tangannya menyangga dinding.

Kenapa Kanaya tidak memakai toilet yang ada di dalam ruangan? Jawabannya sudah pasti karena tadi Kanaya melihat salah satu teman Saga masuk ke toilet bersama wanita pembawa anggur dan belum keluar-keluar.

Kanaya dengan cepat masuk kedalam toilet, setelah menyelesaikan kebutuhan fisiknya. Kanaya berdiri didepan cermin dan mulai membilas wajahnya. Setidaknya air dingin membuat Kanaya merasa sedikit sadar.

Ditatapnya wajah di cermin itu sebentar, lalu mengeringkannya dengan tisu.

Kanaya berjalan kearah ruangan itu, dan disebuah belokan koridor. Sebuah tangan menangkap pinggangnya dan menutupi mulutnya.

"Ehm, emh!"
Kanaya meronta dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan itu.

"Ssst!"

Ucap pemilik tangan sambil melepaskan tangannya, Kanaya berbalik dan melihat wajah orang itu. Seketika Kanaya membeku.

NOTE: GPP GAK DI VOTE, MAU NULIS BUAT SENENG-SENENG AJASIH 😘

Maaf kalau kurang jelas, saya bacanya juga males karena habis di revisi malah hancur tata bahasanya🙏

Menjadi Tunangan Pemeran Utama Where stories live. Discover now