Bab 10. Obat

7.5K 588 5
                                    

" Kok bisa jatuh?"

"Ada rekaman cctv kan dari pihak gedung?"

"Kayaknya bagian belakang gedung emang ada beberapa cctv tersembunyi"

"Iya coba cek dari arah situ, kayaknya bakal keliatan"

"Kenapa mereka kejar-kejaran?"

"Liat, Melisa narik Kanaya buat nyebur bareng"

"Ini mereka kenapa yah?"

Samar-samar terdengar suara obrolan dari berbagai suara yang ada di kamar itu, Kanaya mencoba membuka matanya yang terasa berat.

Rasa pusing membuat Kanaya melenguh dan hal itu mendapat perhatian dari Saga.

"Naya, gimana keadaan kamu sekarang? Ada yang kerasa sakit?"

Saga bertanya dengan lembut sembari membantu Naya duduk ditempat tidurnya.

Kanaya hanya menggeleng dan mengatakan bahwa kepalanya terasa pusing dan berat.

Tak lama dokter datang kembali untuk mengecek kondisi Kanaya. Setelah dirasa tidak ada yang berbahaya dan hanya ada gejala demam maka dokter hanya meminta mereka untuk memberikannya obat demam.

Kanaya yang dihadapkan dengan obat-obatan pahit itu, tidak mau membuka mulutnya dan mulai meronta di pelukan Saga.

"Enggak, aku nggak minum obatnya ya plis" minta Kanaya dengan wajah yang dibuat melas.

"Saga plis, nanti aku bisa sembuh sendiri"

Saga tidak melembutkan hatinya saat melihat gadis itu memohon belas kasihan padanya. Siapa yang menyuruh gadis ini untuk hilang ditengah acara dan tenggelam di danau.

Dengan tenggelamnya gadis itu, hati Saga terasa seperti dipelintir dan seluruh tubuhnya mendadak dingin.

Tanpa memperhatikan sekitar, Saga langsung membuka Jasnya dan berenang menuju gadis itu.

Didalam danau gadis itu sudah tidak lagi bergerak, bibirnya terlihat pucat dan Saga mulai mengingat saat-saat gadis itu mencoba bunuh diri dengan beberapa cara. Yang salah satunya adalah menenggelamkan tubuhnya di kolam rumahnya.

Jika waktu itu Saga tidak mengunjunginya mungkin gadis itu sudah tidak tertolong lagi sekarang. Dan hal ini terjadi lagi, gadis itu terlihat pasrah saat air danau menelannya.

"Kalau kamu gak mau minum obatnya, kita ke rumah sakit sekarang buat dapetin suntikan"

Mata gadis itu perlahan memerah dan samar-samar suara rintihan terdengar. Tapi Saga tidak melembutkan hatinya sedikitpun.

Kanaya yang merasa lebih takut untuk disuntik daripada minum obat, akhirnya memilih berkompromi untuk meminum obat itu.

"Huek, gak bisa, gak mau pait"

Obat yang sudah ditaruh Saga di pangkal lidah Kanaya tidak bisa ditelannya. Kanaya mulai menguburkan kepalanya di lengan Saga untuk menghindari tatapan Saga dengan rasa bersalah.

Saga melirik kearah teman-temannya, dan mereka yang dilirik memahami sinyal yang disampaikan dan langsung keluar dari kamar itu.

"Gak bisa nelen obatnya?" Tanya Saga sambil mengangkat kepala gadis itu.

Dahinya terasa panas, gadis ini memang harus meminum obatnya.

Saga berdiri dan mengambil beberapa permen dan madu.

"Habis minum obat langsung minum madunya, nanti rasa pahitnya ilang"

Tapi gadis itu tidak terlihat terbujuk sama sekali. Kesal melihat gadis itu yang tidak merespon, Saga langsung memasukkan obat itu ke mulutnya sendiri dan dengan paksa membuka bibir gadis itu.

Mata gadis itu terbelalak dan ia mencoba meronta dari dekapan Saga. Tapi kekuatan tubuhnya tidak ada apa-apanya bagi Saga.

Itu lebih seperti anak kucing yang mencoba marah, padahal terlihat menggemaskan.

Setelah ciuman yang tidak tahu berapa lamanya itu selesai. Kanaya menarik napas dengan tergesa-gesa. Pria itu seperti mengambil semua oksigen yang dia punya.

Wajah Kanaya mulai semakin memerah dan memanas. Saga yang melihat hal itu malah menggodanya dengan mengatakan bahwa obat itu tidak bisa menurunkan panas sama sekali.

Gadis itu malu dan langsung menguburkan kepalanya kedalam bantal, dan tidak menggubris Saga.

"Jangan begitu tidurnya, napasnya sesak nanti" Saga mencoba menasehati gadis pemalu yang mengubur kepalanya dengan sangat dalam.

Tak butuh waktu lama untuk gadis itu mengangkat kepalanya karena kehabisan oksigen dan dahinya dipenuhi dengan keringat.

"Sepulang dari sini kamu harus belajar berenang, sekarang kamu gak bisa nolak lagi"

Kanaya hanya mengiyakan, reaksi obat itu mulai bekerja. Kanaya secara perlahan merasa mengantuk dan ingin menutup matanya.

Saga yang melihat hal itu lantas langsung menyelimuti gadis itu dan menyisakan lampu tidur diatas meja.

Didepan pintu kamar, Saga dibombardir dengan beribu pertanyaan dari mamanya.

Ketika mendengar Kanaya jatuh ke danau kedua orang tua itu ingin langsung menghampiri Kanaya, tapi sayang acara masih berlangsung dan tuan rumah tidak bisa meninggalkan acara ditengah-tengah.

Hati mama Saga perlahan tenang saat mengetahui Kanaya baik-baik saja.

Tapi permasalahan lainnya juga muncul. Gadis yang jatuh bersama Kanaya terasa familiar pada pandangan pertama.

Dan mama Saga mau tak mau mulai bertanya tentang gadis itu. Dan seperti yang dia duga, gadis itu adalah teman semasa SMA putranya yang selalu digosipkan memiliki hubungan.

Padahal Saga sendiri sudah mengatakan dengan sendirinya bahwa mereka tidak ada hubungan.

Mereka hanyalah rekan setim dalam mengikuti beberapa lomba dan semua orang mulai membuat-buat sendiri cerita mereka.

Saga yang saat itu masih muda sangatlah cuek akan hal ini dan tidak mau mengoreksinya. Sedangkan gadis itu sudah jatuh kedalam fantasinya sendiri, dan hanya menolak untuk memberi penjelasan yang membuat orang menerka-nerka hubungan mereka.

Hal ini harusnya berakhir dengan kepergian gadis itu keluar negeri. Tapi ntah bagaimana gadis ini bisa kembali dan malah hadir di acara penting keluarga mereka.

"Saga, mama tahu dengan jelas tentang hubungan kamu sama gadis itu. Tapi Naya gak tau apa-apa, saran mama sehabis ini kamu sebisa mungkin ngasih tau ke Naya kalau kamu gak pernah punya hubungan apa-apa sama si Melisa itu"

"Mama gak mau hanya karena kurangnya komunikasi, hubungan kalian akan mudah dipecah belah dan dipengaruhi karena kesalahpahaman. Kamu paham kan Saga?"

Saga yang mendapat tatapan tajam dari kedua orangtuanya hanya bisa mengangguk lemah. Bagaimana dia bisa langsung menceritakan kisahnya jika Kanaya tidak bertanya?

Tapi kita pikirkan itu nanti saja. Pertama-tama setelah Melisa bangun, lebih baik Saga bertanya tentang apa yang dia lakukan karena Saga memiliki bukti berupa cctv yang bisa membuat Melisa mengakui apa yang dilakukannya.

Gadis itu terlihat seperti mengidap penyakit mental tertentu. Menurut informasi yang dia dapat, Melisa sudah sering kali berbicara dan tertawa sendiri. Gadis ini seperti memiliki delusi berkelanjutan didalam kepalanya.

NOTE: MAAF YA KALO CERITANYA TIPIS-TIPIS ✨

Maaf kalau kurang jelas, saya bacanya juga males karena habis di revisi malah hancur tata bahasanya🙏

Menjadi Tunangan Pemeran Utama Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt