Bab 5. Terimakasih

10.9K 752 8
                                    

"Terimakasih Kanaya, berkat kamu istri om bisa diantar ke rumah sakit tepat waktu" om Alex mengucapkan terimakasih dengan wajah tersenyum yang penuh syukur.

"Om gak perlu berterima kasih, siapapun juga akan ngelakuin hal yang sama kalau ada di posisi Kanaya"

"Tetap saja om ingin berterimakasih kepadamu. Jika kamu memiliki sesuatu yang diinginkan, jangan ragu-ragu untuk memberi tahu om"

Beberapa orang kaya memang memiliki loyalitas yang tinggi. Ucapan terimakasih saja pasti tidak cukup bagi mereka untuk membalas budi.

"Kanaya sudah punya pacar?" Tanya tante Roa sambil tersenyum.

"Kanaya sudah punya tunangan tante, namanya Sagara Sean Eljazah" jawab Kanaya yang dibalas dengan kekecewaan di wajah tante Roa.

"Jadi tunangan yang dimiliki bocah itu adalah kamu? Padahal tante ingin memperkenalkan Kanaya dengan anak tante" tante Roa memegang erat tangan Kanaya sebagai bentuk penyesalan.

"Sayang jangan begitu, kita tidak bisa ikut campur dengan urusan anak muda. Begini saja Kanaya, om sudah mendengar tentang proyek kerja sama yang diusulkan oleh keluarga Eljazah. Bagaimana jika sebagai bentuk terima kasih, om akan membicarakan lebih lanjut tentang kerja sama ini?"

"Om, bukankah itu terlalu berlebihan hanya untuk sekedar rasa terima kasih?" Kanaya masih berniat menolak usulan itu, jika begini caranya keluarga Eljazah akan mendapat untung. Sedangkan dia yang akan menjadi orang luar tidak akan merasakan manfaatnya nanti.

Tapi om Alex malah menyalah artikan maksudnya dan mengira dia pemalu.

"Tidak usah merasa terbebani, om akan meminta pelayan untuk memanggil Saga kesini"

Dan begitulah, malam itu Sagara mendapat keuntungan terbesar dari perusahaan Tamtara.

Semua orang melemparkan pandangan iri dan tidak sedikit pula yang memberi selamat.

Karena ini akan menjadi awal mula dari meningkatnya perusahaan Eljazah. Perusahaan Eljazah sendiri juga bukanlah perusahaan kecil, hanya saja ditangan ayah Saga perusahaan ini belum sampai keluar negeri.

Sedangkan di novel sudah tertulis jelas, bahwa suatu hari nanti Saga sebagai pemeran utama akan memajukan perusahaan Eljazah dan menjadikannya perusahaan no satu di negara ini.

Pesta ulang tahun sudah selesai, yang berarti acara negosiasi dan sosialisasi orang-orang kalangan atas juga sudah usai.

Kanaya sudah merasa lelah dan merasa semua baterai sosialnya sudah habis. Ia ingin cepat-cepat pulang dan tidur, memeluk guling dan boneka beruang besar di kamarnya.

"Nay, makasih buat hari ini. Kalau bukan karena kamu kenal sama istri presiden Tamtara, mungkin kerjasama ini gak bakal selancar ini"

Kanaya menoleh kearah Saga yang sedang mengemudikan mobil dan membalasnya dengan senyuman.

Sudah lelah sekali, Kanaya sudah malas untuk berbicara.

Mobil diparkir di garasi, dan mereka turun bersama. Hal yang tidak Kanaya harapkan adalah rasa sakit di tumitnya menjadi semakin terasa.

Melihat Kanaya yang langkah kakinya melambat dan mengerutkan keningnya, Saga berhenti sebentar dan memperhatikannya.

"Kenapa? Ada yang gak nyaman?"

"Ah? Oh, kayaknya kakinya lecet" jawab Kanaya sembari memeriksa kakinya.

Saga melihat kearah kakinya lalu menuntunnya ke sofa diruang tamu.

"Tunggu sebentar"

Tak lama Saga datang dengan membawa kotak P3K.

"Sini kakinya"

Dengan cekatan Saga mengambil kaki Kanaya dan menaruhnya diatas pahanya, Saga yang berjongkok didepannya mulai membuka sepatu Kanaya.

"Sst ack"

Kanaya ingin menarik kakinya yang terasa perih karena disinfektan, tapi Saga memegang erat kakinya dan tidak melepaskannya.

Mau tidak mau Kanaya harus menahan rasa perih itu, walau setelah kejadian tadi Sagara menjadi lebih lembut untuk merawat kakinya.

"Sudah" ucap Saga sembari membereskan kasa dan obat di kotak p3k.

"Kakinya jangan dikenain air dulu, mending malam ini kamu bersih-bersih badan tapi gak usah mandi dulu" perintah Saga sambil mengembalikan kotak itu ke tempatnya.

Kanaya yang merasa sudah merepotkannya mengucapkan terimakasih dan berencana naik ke atas. Tapi Saga yang melihatnya malah langsung menggendong Kanaya ala putri, dan tanpa basa-basi membawanya keatas.

Kanaya yang kaget hanya bisa diam didalam gendongannya dan tidak membuat masalah.

Setelah menidurkan Kanaya di kasur, Saga langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi.

Yah hitung-hitung sebagai rasa terima kasih, karena sudah membuatnya mendapatkan kerja sama dengan keluarga Tamtara pikir Saga.

Pagi itu meja makan kembali diisi oleh suara obrolan, om dan tante kembali larut malam dari luar kota.

Kanaya yang sudah lama tidak melihat mereka, menjadi bersemangat saat diajak ngobrol tentang perjalanan mereka.

"Naya sayang, ini oleh-oleh dari tante. Om sama tante ikut pelelangan di luar kota, dan ngerasa kalau gelang giok ini cocok sama kamu" ucap tante sekaligus memakaikan gelang itu ke tangan Kanaya.

"Tante, gak perlu kaya begini. Ini pasti mahal ya? Kanaya jadi gak enak"

Kanaya ingin melepaskan gelang itu dan mengembalikannya tapi ditahan oleh wanita itu.

"Naya sayang, kita ini keluarga. Kamu gak boleh nolak pemberian tante, ini juga sebagai ucapan terimakasih karena kamu udah mau bantuin Saga. Jangan ditolak nanti tante jadi sedih"

Dengan begitu maka Kanaya tidak segan untuk mengambil gelang itu. Lagipula bagi keluarga kaya, gelang itu tidak lebih dari setetes air dari lautan kekayaan mereka.

"Terimakasih tante, Kanaya suka sama gelang ini" ujar Kanaya sambil memperhatikan gelang yang sangat cocok dipakainya, seolah gelang ini memang dibuat khusus untuknya.

"Mama, Saga mau ada acara ngumpul sama temen-temen besok lusa"

"Ngumpul? Ngumpul apa maksudnya? Biasanya juga gak ijin" jawab tante dengan nada sewotnya.

"Saga sama temen-temen mau ndaki gunung, diatas sana ada pemandian air panas yang baru dibuka. Cuaca bulan ini bagus buat ndaki, gak akan turun hujan dan kabut gak terlalu banyak" jawab Saga dengan enteng.

"Ya boleh aja kalau papamu ngijinin" Jawab tante sambil melemparkan pandangan ke sang suami.

Sang suami yang dipandang oleh istrinya paham akan sinyal yang diberikan dan mengangguk.

"Boleh, tapi kamu ajak Naya. Kasihan dia di rumah terus nggak ada temannya"

Kanaya yang disebut dalam percakapan keluarga itu mengangkat pandangannya dari gelang ditangannya.

Hah? Ikut mendaki gunung? Kanaya yang tidak pernah olahraga ini disuruh ikut mendaki gunung? TIDAK MAU.

"Eh, om bukannya Kanaya lebih baik di rumah saja? Kanaya bisa menemani tante di rumah"

Kanaya bisa mati kehabisan napas kalau mau sok-sokan ikut mendaki, sebisa mungkin ayo tolak tawaran ini.

"Hahaha Kanaya, om mu ini memang akan terus berada di perusahaan. Tapi tantemu ini tidak akan pernah bosan karena tante juga memiliki jadwal yang full Minggu ini"

"Daripada kamu berdiam diri di rumah dan merasa suntuk, lebih baik kamu mengikuti Saga. Benarkan Saga? Sebaiknya kalian sudah mulai mempersiapkan keperluan kalian sekarang, selamat bersenang-senang sayang"

Tidak, tidak, tidak, kehidupan bermalas-malasan yang penuh dengan novel akan hancur karena Saga. Rasanya Kanaya sangat tidak terima, dan dia melemparkan lirikan maut yang dibalas dengan angkatan alis dari Saga.

Sungguh sial nasib Kanaya.

NOTE: TOLONG VOTE YA SAYANG

Maaf kalau kurang jelas, saya bacanya juga males karena habis di revisi malah hancur tata bahasanya🙏

Menjadi Tunangan Pemeran Utama Where stories live. Discover now