Bab 5

12.2K 473 6
                                    

Terhitung Sudah seminggu Arland tinggal di apartemen belly. Sejak itu pula belly sudah terbiasa terbangun di pelukan Arland. Awalnya belly marah, tetapi arland yang keras kepala membuatnya tidak ingin berdebat setiap pagi membiarkan arland melakukan apapun yang ia mau, yang penting masih tidak berlebihan.

Belly beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Ia melihat pantulan tubuhya di cermin. Ia melihat bercak merah di sekitar tulang selangka kebawah dan sedikit di atas dadanya. Apakah ia salah makan semalam, kenapa dadanya ada bercak kemerahan, atau apakah ada serangga di kasurnya pikirnya.

20 menit kemudian ia keluar dari kamar mandi. Ia melihat suaminya masih bergelung di atas kasur.

"Arland, apakah kau makan diatas kasur?. arland yang masih mengantuk seketika terjaga. Ia panik dan menggeleng kuat.

"awas dulu aku mau mengganti sprei kasur, sepertinya banyak serangga  disini. Kau lihat ini, ini dan ini." belly memperlihatkan bagian-bagian yang ada bercak merah.

Telinga Arland memerah.
'bagaimana bisa ia punya istri sepolos ini'. Lalu ia bangkit dan pergi kekamar mandi.

Mereka Sedang sarapan bersama. Belly tidak berangkat bekerja, ia akan menemani Arland untuk mengecek kondisinya ke rumah sakit. Ia tidak ingin arland tinggal lebih lama lagi di rumahnya.

"Ayo kita pergi." belly mengajak Arland yang sepertinya enggan untuk beranjak dari duduknya.

"Hm." Arland menjawab dengan wajah sendu.

'ada apa dengannya kali ini'.

------

Mereka sampai dirumah sakit. Arland sedang di periksa oleh dokter yang menanganinya ketika kecelakaan.
Setelah Dokter selesai memeriksa arland, dokter tersebut beralih pada belly. Ia mengatakan kalau bahu Arland sudah pulih. Jadi ia sudah bisa beraktivitas lagi seperti biasa.

Belly tentu saja sangat senang. Berbanding terbalik dengan Arland. Wajahnya terlihat sedih, ntah kenapa ia tidak ingin tinggal sendiri lagi. Ia sudah mulai merasakan sedikit kebahagiaan bersama belly. Meskipun  belly terlihag terpaksa merawatnya, tapi ia yakin belly tulus dan tidak mengharapkan imbalan apapun.

"aku antar pulang."

"kamu kan tidak bawa mobil."

"mobil ku tadi diantar oleh sekretarisku."

"hm, baiklah." belly tidak ingin merusak moodnya dengan berdebat.

Mereka masuk kedalam mobil Arland. Mobil mereka mulai menyusuri jalan.

Tring tring

Handphone Arland berbunyi. Ia minta tolong belly untuk mengambil hp nya di kantong celananya. Dengan bibir mengrucut. Terlihat nama Sabrina disana.

"Siapa?".

"Sabrina." suasana dimobil seketika berubah.

"abaikan saja."

"kau yakin, nanti ada yang penting."

"iya sayang, aku sangat yakin". Belly berdengus.

Hp nya sekali lagi berbunyi. Belly menghela nafas kasar. Arland bergidik ngeri. Ia tak tau harus berbuat apa.

Belly langsung mengangkat dan mengarahkan ke telinga arland.

"di loudspeaker aja sayang." belly mengernyit tapi tetap mengikuti instruksi Arland.

"H-halo sayang."

Arland berdehem kuat.

"ia halo, kenapa Sabrina?" arland sedikit panik, ia takut belly akan semakin membencinya.

"sayang tolong aku, aku jatuh."

Arland dan belly kaget, Arland langsung putar balik dan pergi apatemennya. Ia juga menyuruh belly untuk segera mematikan telfonnya.

"Arland tenang oke, kita harus panggil ambulance, karena akan lebih cepat jika ia dibawa ambulance.

Arland mengernyit.
"kenapa kau melihat ku begitu?, kau kira aku akan senang kalau terjadi apa-apa dengannya?. Ya itu memang benar, tapi aku khawatir pada anaknya. Jadi tidak perlu melihatku sampai begitu." lalu belly menelfon ambulance. Belly menyebutkan alamat rumah mereka. Arland pun dengan cepat membantah, ia menyebutkan alamat apartemennya, karena sabrina tidak tinggal dirumah mereka. Belly tentu saja terkejut, ia tidak menyangka ternyata sabrina belum pindah kerumahnya.

"kita langsung kerumah sakit saja". Belly tidak ingin berfikir macam-macam. Ia tidak ingin berharap lagi pada pernikahannya.

mereka sampai empat jam setelahnya. Jalanan sangat macet, untung saja tadi belly menelfon ambulance. Kalau tidak, ia tidak akan tau bagaimana keadaan Sabrina.

Belly bertanya ke resepsionis, lalu mereka pergi keruangan Sabrina dirawat. Sabrina duduk diatas brankarnya. Ketika ia melihat Arland, tiba-tiba ia menangis meraung karena anaknya tidak bisa terselamatkan. Ia juga memeluk arland dari atas brangkarnya. Belly perlahan mundur, ia tau keberadaannya hanya akan memperburuk keadaan sabrina.

Arland yang sadar dengan ketidakberadaan belly, melepaskan pelukannya. Sabrina masih menangis.
Ia memanggil nama istrinya yang membuat sabrina menjadi kesal. Sabrina sangat membenci belly.

"Aku cari belly dulu sebentar".

"apa kau akan meninggalkan aku dalam keadaan begini arland?".

"tunggu sebentar saja." Arland berlari keluar ruang awat. Ia mencari dan menelfon belly.

"ya halo". Terdengar suara dari seberag sana.

"kamu dimana?".

"aku pulang dengan taksi, jadi kau rawat sabrina saja disana." lalu sambungan telfon Terputus. Arland mengerang frustasi. Baru saja hubungan mereka membaik, sekarang sudah kacau lagi. Arland duduk di kursi lobby rumah sakit. Ia perlu menenangkan fikirannya dulu, baru kembali ke ruang rawat sabrina.

---------------------------------------------------------

To be continued

Belly's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang