06| Si Biru pembuat masalah

134 21 45
                                    

Jiyan berjalan terburu-buru, langkahnya terseret langkah kaki Mars yang menariknya dengan kuat.

"Bang, lepas! Tangan gue sakit!"

Dengan begitu, Jiyan berharap Mars akan melepaskan genggamannya. Tapi, Mars nyatanya seolah tuli, malah semakin menggenggam erat pergelangan tangan Jiyan yang sudah memerah.

Sungguh Jiyan hanya berpasrah mengikuti jejak lebar Mars. Dia takut dirinya tak dapat mengimbangi kecepatan itu dan berakhir terjerembab. Namun, dia tidak bisa berbuat banyak, saat tangannya sulit digerakkan karena tercengkram erat, tangan sebelahnya pun telah berusaha melepaskan genggaman itu tapi tak berefek apapun, dan bahkan teriakannya tidak didengar.

Saat sudah sampai rumah, Mars membuka pintu dengan cepat. Lalu menghempaskan tangan Jiyan. Dia berbalik menutup pintu depan dengan kencang, hingga membuat Jiyan kaget, bahkan Bunda sampai datang dari arah belakang dengan terburu-buru.

"Ada apa sih, Bang?" Tanya Bunda.

Safira agak syok mendengar dentum keras dari pintu depan, terpaksa meninggalkan pekerjaannya menyiapkan makan malam. Dan malah mendapati kondisi Jiyan yang meringis kesakitan memegangi pergelangan tangannya yang memerah, lalu dia menatap Mars yang tampak begitu kesal.

"Bunda tanya aja sama dia!" Sentak Mars tak terkendali.

Mata elangnya menatap Jiyan dengan tajam, dan rahangnya mengeras. Seolah kabut merah di sedang meliputinya. Sementara sang Bungsu masih terlihat ketakutan dan tangan yang bergetar. Karena jujur, sedingin apapun Mars, dia jarang sekali marah seperti ini. Sedangkan Jiyan sendiri juga jarang sekali mendapatkan bentakan keras seperti ini, selain dari Mars. Dan berakhir sama, Jiyan akan selalu ketakutan dibuatnya. Hal itu membuat Safira paham harus berbuat apa.

Dia bergerak memeluk Jiyan, mencoba menenangkan.

"Ji, ada apa?" Tanya Bunda halus sekali.

Jiyan tidak mau menjawab, dia menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Dia takut, jika Mars akan marah bahkan sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Lantas berakhir dengan kemarahan Mars yang lebih besar dan kesalah pahaman baru.

"Dia udah bikin Juna drop coba, Bun! Sekarang malah nggak mau ngaku!" Sahut Mars dengan nada tinggi.

Bunda sedikit bingung mendengarnya. Dia melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi Jiyan, menatap wajah anak itu mendalam. Menautkan pandangan antara matanya ke mata Jiyan. Mencoba menenangkan Jiyan tanpa kata, membiarkan mata yang berbicara.

Tapi, mata berkaca milik Jiyan seolah tak bisa tenang. Fokusnya selalu bergerak kesana kemari menatap dirinya dan Mars bergantian dengan cepat. Membuat Safira tahu seberapa ketakutan Jiyan saat ini.

Lantas dia menyapukan kedua ibu jarinya pada pipi Jiyan yang baru saja basah akibat air mata yang mengalir bebas.

"Ssssttt,.... Ji, Bunda disini. Dengar Bunda, semuanya baik-baik saja," ucap Safira lembut, kontras dengan yang Mars lakukan.

Dia mengusap punggung sempit anaknya menyalurkan kehangatan yang menenangkan. Lalu mendorongnya bergerak pelan menuju sofa dibelakang.

"Duduk, Dek. Jangan takut! Bunda disini. Ada apa? Coba jelaskan! Kalau kamu nggak mau bilang, nanti Bang Mars tambah kesal,"

Jiyan bisa merasakan kembali ketenangannya saat usapan lembut tangan Bunda menyapu punggungnya yang tadi sempat bergetar.

Sesekali dia mengangkat pandangan keatas, melihat Bunda dan Mars sama-sama sedang menunggu dirinya bercerita. Dan nyatanya dimatanya tatapan mata Mars terasa lebih tajam dalam menghunus keberaniannya, daripada biasanya. Membuat Jiyan dengan cepat mengalihkan pandangannya kembali pada mata teduh Bunda. Sempat terpaut disana sesaat, Jiyan seperti bisa merasakan Bunda akan menjamin bahwa Jiyan aman bersamanya.

My Mars and My Universe [Slow Update]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant