12| Deimos

105 21 9
                                    

Saat dipelukan gelap, dan dinginnya udara malam. Jiyan hampir tak bisa tertidur dengan nyenyak karena sakitnya. Hingga dini hari menjelang, keadaan berubah. Mungkin karena obat yang dia konsumsi telah bereaksi dengan baik, akhirnya Jiyan bisa beristirahat lebih damai.

Dikarenakan semalam itu dia kesulitan untuk memejamkan mata, Jiyan sampai tak sanggup membuka menyadarkan diri, menyambut fajar yang membawa pagi. Dia terbangun dengan kaget ketika sebuah tangan hangat dengan lembut menyibak rambut yang menutupi keningnya. Lalu bergerak menyentuh dahinya beberapa waktu.

Sedikit asal Jiyan bergerak menghindar, dengan paksaan dia melebarkan matanya yang lengket itu dengan tiba-tiba.

"T-tante Vanka?" Ujar Jiyan sedikit gugup.

Beberapa kali Jiyan mengerjapkan matanya, memastikan apa yang dilihatnya itu nyata. Setelah pandangan yang sedikit buram itu berubah lebih jelas, Jiyan yakin yang dilihatnya itu benar adanya. Di hadapannya ada Tante Vanka yang duduk dipinggir kasur, dan dibelakangnya berdirilah Saka yang menatapnya dengan khawatir.

"Duh! Pangeran bangun nih! Maaf ya Tante ganggu tidur kamu. Maaf juga Tante masuk tanpa izin kamu. Tapi, tadi Tante diantar Leo kok, malah anaknya keluar habis itu. Katanya ada urusan," jelas Vanka, dia mengerti keberadaannya dikamar ini pasti akan menimbulkan tanya tersendiri bagi pemiliknya.

Jiyan justru sudah tak memikirkan itu lagi kala Vanka menyebut nama Mars disini. Jiyan bingung apa yang terjadi, kenapa bisa Mars sampai membawa Vanka masuk ke kamarnya? Apa yang terjadi? Apa maksudnya ini?

Jiyan menggeleng cepat,"nggak apa-apa kok, Tan. Tapi, ada apa?"

" Nggak ada apa-apa. Tante cuma pengen cek keadaan kamu saja. Kata Leo semalam kamu sakit, jadi Tante mau mastiin kondisi kamu," jawab Vanka.

Jiyan mengerutkan keningnya, dia semakin tak mengerti dengan maksud tindak tanduk Mars kali ini. Kenapa malah memberi tahu Tante-nya segala? Jiyan musti tanyakan maksud Mars, nanti.

"Terus Bang Saka ngapain disini? Tumben udah bangun? Nggak sekolah?" Tanya Jiyan dengan nada yang sedikit mengejek, untuk memecah suasana canggung yang sempat hadir tadi.

"Yeh! Magadir mulai deh! Gue nganterin buryam noh! Kurang baik apa gue?"solot Saka.

"Bang Saka denger semalam, pas Leo bilang kamu sakit. Makanya ikut kesini," sambung Vanka.

Jiyan mengangguk mengerti, "oh, gitu."

Dengan pasti Jiyan bangun dari baringnya, duduk dengan bersandar kepala ranjang.

"Hari ini kamu mau masuk sekolah atau mau izin dulu? Tadi Tante cek sih demammu sudah turun, tapi takutnya kamu masih pusing atau gimana?"tanya Vanka.

Dengan senyum yang sedikit dipaksakan, Jiyan menjawab dengan pasti.

"Aku mau sekolah aja, Tan. Aku udah oke kok. Aku, kan, nggak sepintar Juna, jadi harus rajin berangkat biar nggak ketinggalan materi,"

"Gaya lo!" Sahut Saka tak percaya dengan kata-kata manis Jiyan.

Sebab, Saka tahu benar bahwa Jiyan sama saja dengan dirinya kadang. Suka sekali jam kosong dan kabur ikut bolos dengan dirinya.

"Saka...." Tegur Vanka, mengartikan Saka untuk diam tanpa kata berlebih.

Jiyan melirik, tersenyum penuh arti pada Saka. Seolah mengatakan dia sedang benar-benar berusaha berakting hari ini. Dan Saka tidak bisa menghalanginya untuk membangun citra sok suci, yang membuat Saka greget sendiri.

Lantas Vanka tersenyum memandang Jiyan, "Ya udah, nanti berangkat bareng Bang Saka ya, dek. Kata Leo kamu bakal anteng kalau sama Saka," ungkap Vanka.

Dengan cepat Jiyan menggeleng. Apa-apaan Mars ini? Jiyan sungguh tidak mengerti!

My Mars and My Universe [Slow Update]Where stories live. Discover now