14|Danger Alert

113 22 25
                                    

Selain Mars yang dirasa aneh dan tidak bisa ditebak pemikirannya, Juna pun sama saja seperti Mars. Juna serasa cocok untuk disebut saudara kembarnya Mars rasanya dari pada Jiyan sendiri.

Setelah beberapa hari terakhir tak lagi bertutur sapa lebih. Sejak kejadian dropnya Juna terakhir kali, yang disebabkan Jiyan. Pagi ini tidak ada tanda bahwa akan turun hujan atau badai datang, tapi anak itu tiba-tiba saja menghubungi Jiyan. Dia menelfon, dan katanya ingin berbicara empat mata dengan Jiyan disekolah.

Jiyan malah jadi khawatir sendiri, ada hal apa yang akan Juna bicarakan nanti? Karena sejauh yang diketahui, biasanya Juna akan mengajak berbicara panjang lebar begini, pasti ada hal yang penting.

"Jiyan!"

Jiyan mengunci tampilan ponselnya dan menyimpannya disaku, ketika panggilan Bunda menggema dari luar, Setelah dia menerima panggilan telepon dari Juna barusan.

Segera dia berlari keluar menuju ruang makan. Disana sedang ada Bunda dan Mars yang sedang mengobrol dengan serius.

"Iya, emang gitu sih, Bang. Bunda sering dengar dari dosen lain kalau sebenarnya perusahaan tekstil itu udah sering diprotes warga tapi ya tetep aja.... "

"Emang pencemarannya parah, kayaknya, Bun. Kalau lewat situ juga bau, kayak dari air disekitar selokannya udah kena juga."

"Bun, " sapa Jiyan.
Bunda dan Mars berhenti berucap seketika. Dengan Bunda yang kemudian tersenyum dan menyiapkan sarapan untuk Jiyan.

"Kemarin sih, Bunda sempet lihat berita tempat itu didemo. Tapi di mediasi belum ada kata sepakat kayaknya."

Nyatanya kedatangan Jiyan tidak menyurutkan perhatian Bunda dalam mengobrol dengan Mars. Terbukti Bunda masih melanjutkan kembali pembahasan yang Jiyan terka tentang sebuah berita besar yang ada disekitar kota mengenai pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil, yang belakangan merebak beritanya.

"Bisa-bisa ricuh nanti..." Jawab Mars.

"Semoga aja semuanya cepat clear ya Bang. Dan kamu hati-hati kalau lewat sana, takutnya terjebak demo kan?"

"Ya nggak segitunya lah, Bun. Kecuali aku ikut turun langsung ke jalan buat bantu demo."

"Bunda cuma ingatkan saja, supaya kamu lebih berhati-hati,"

Setelah melihat Mars mengangguk mengerti, gerak mata Bunda beralih, dari Mars menuju Jiyan selanjutnya.

"Ji juga kalau bisa jangan kemana-mana dulu, dirumah saja. Kayaknya keadaan sekarang lagi nggak bagus buat kita terlalu sering keluar,"

Jiyan melongo ketika tiba-tiba dia dibawa serta kedalam obrolan yang bahkan tidak sekecap pun dia berbicara.

"Lho kok aku si Bunda? "

"Nggak usah banyak jawab, intinya jangan sampe gue liat Lo didaerah itu," serobot Mars.

Jiyan mencebik, "Ya-ya,"

Dengan sedikit kesal, Jiyan pun melanjutkan sarapannya. Agaknya menciptakan keributan dengan membuka mulut akan kembali memperburuk suasana. Mengalah adalah satu-satunya pilihan terbaiknya.

"Oh ya, Bun. Hari ini aku ada acara kumpul BEM, jadi aku pulang telat dikit. Bunda ya yang jemput Jiyan?" ujar Mars.

Jiyan dan Bunda sempat kembali tercekat mendengar ucapan Mars. Tapi, selanjutnya seperti angin berlalu, yang hanya bisa Jiyan dan Bunda terima dan dibiarkan menguar diruang makan.

"Oh, begitu ya. Ya udah ayo sarapan dulu,'"

Kemudian mereka melanjutkan sarapan dengan khidmat.

*****

My Mars and My Universe [Slow Update]Where stories live. Discover now