Chapter-18

8 5 0
                                    

Meluruskan yang sebelumnya.. Walaupun Joy tidak bisa keluar dari dunia ini, HP nya masih berfungsi. Dan ada suatu tempat dimana Joy bisa mendapatkan persediaan kuota dengan baik. Seperti WiFi gratis...

Di rumah Zaine.

"Pagi ku cerah ku matahari di b**** ku kira telat ternyata k*****!"tiba-tiba tepat disamping telinga Joy, ada yang berteriak. Sambil menyanyikan lagu aneh. Padahal dia kesini karena ingin membicarakan sesuatu yang penting.

Seperti biasa. Richard selalu mengganggu Joy. Apalagi, sekarang dia sudah kembali lagi seperti dulu.

"Diem! Bisa nggak sih?!"

"...."untuk sesaat dia diam.

"Ya, nggak lah!"

Lalu kedua sejoli itu mulai bertengkar lagi. Satu marah karena diganggu. Yang satu lagi terus menerus jahil.

Mereka tak sadar. Kalau Zaine diam-diam melihat mereka. Senang karena mereka berdua kembali seperti dulu.

____________________________

Krieeet....

Malam hari di penginapan. Terdengar suara jendela dibuka. Terlihat satu orang melompat keluar.

"Memang seharusnya aku pergi.." (╥﹏╥)

___________________________

"Bagaimana? Aku benar bukan?"terlihat orang yang sedang melihat pantulan bayangannya di cermin.

"...."

"Kalau kau mendekati mereka, kau hanya akan menyakiti mereka."terlihat bayangan di cermin itu bergerak sendiri.

"Antara kau dan mereka akan selalu ada pembatas penghalang."bayangan itu menambahkan.

"Memangnya kamu tau apa..."terlihat ekspresi sedih dari pemilik suara.

"Aku tahu! Aku tahu segalanya! Karena aku bagian dari dirimu!"

"Tidak! Kamu bukan siapa siapa! Kamu bukan bagian dari diriku!"orang itu marah. Dia mengacak-ngacak rambutnya. Tapi rambut bayangan di cermin tetap terlihat rapi.

"Joy... Kau mau membohongi diriku sendiri...? Kau paham? Jika kau terus berada disekitar mereka?! Dan jika diantara mereka muncul rasa sayang? Rasa peduli? Ya. Ketika kau sudah tidak lagi berada didunia ini.. Mereka akan merasa sangat kehilangan."akhirnya salah seorang diantara mereka. Jadi kalian bisa mengetahui namanya.

"Aku tidak akan kemana-mana! Aku akan tetap berada di dunia ini! Hidup bahagia menjalani hari hari damai seperti bisa!"

"Ini sudah menjadi takdirmu... Terimalah..."tiba-tiba suara yang tadi terdengar sangar. Berubah. Suara yang terdengar sedih, pelan, dan lelah. Perlahan bayangan itu menghilang.

"Kalau kamu tidak mau memberitahuku... Aku akan mencarinya sendiri. Dengan kekuatan yang aku miliki sekarang..."tangan Joy bergetar karena rasa takut dan marahnya.

Tik! Tik!

Tetes demi tetes air mulai membasahi tanah gembur yang sekarang dia pijak. Hujan deras mulai membasahi tanah dan tanaman sekitar. Begitu pula dengan Joy. Dia basah kuyup. Matanya terlihat memerah. Walaupun hujan, dan dia tidak menunjukkan ekspresi apapun. Pasti dia sekarang sedang menangis.
(╥﹏╥)

______________________________

"Kenapa? Kenapa hal seperti ini selalu terjadi? Ini terlalu nyata!"teriak Zaine yang sekarang terlihat mondar-mandir di sebuah ruangan.

"Katakan padaku! Kenapa bisa jadi seperti ini!"Zaine berteriak lagi.

"Hei! Bagaimana aku tahu?! Memangnya aku bersamanya dua puluh empat jam? Hah? Katakan! Apa maksudmu!"Richard, orang yang sedang berhadapan langsung dengan Zaine sambil mencengkram kerah leher Zaine marah.

Plak!

"Lepaskan!"Zaine menepis tangan Richard dengan kasar.

"Saat ini, kau nggak berhak sama sekali buat bentak sama nyalahin aku!"

"Heh?"Richard tertawa meremehkan.

"Emang Lo berhak? Marah-marahin gua terus bentak-bentak gua?"bahasa yang Richard pakai berubah drastis. Sepatunya dia benar benar marah sekarang.

Zaine mengerenyitkan dahinya. Dia heran. Tidak biasanya bahasa Richard seperti ini.

"Kan Lo yang waktu itu katanya kakaknya..."

"!"kali ini, Zaine kalah telak. Dia tidak bisa menjawabnya.

Richard benar. Ketika dia akan datang ke suatu tempat bersama Richard dan Joy. Mereka bertemu seorang nenek yang kesusahan. Tentu saja mereka bertiga monolognya. Karena Joy ada urusan mendadak, dia bergegas pergi. Ketika Richard dan Zaine ingin menyusul Joy, Zaine dipanggil oleh nenek itu.

"Hei! Kau!"teriak nenek itu.

"Saya?"Richard dengan pdnya menunjuk diri.

"Bukan kau! Tapi kau! Kemari!"tunjuk nenek itu kearah Zaine.

Dia pun mendekat. Karena penasaran, apa yang akan dilakukan nenek itu Richard pun mendekat. Dia berdiri di samping Zaine.

"Kenapa kau ikut kesini?"nenek itu membombastic Richard.

"Ya, suka-suka saya lah! Nenek nggak lihat? Ini jalan umum..."Richard menunjuk pinggir jalan yang sekarang sedang di tapaki nya.

"Kamu nggak pernah belajar tentang privasi orang ya?"nenek itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya, sudah. Nanti tidak akan selesai selesai urusan ku."nenek itu menghembuskan napasnya gusar.

"Hehe.."Richard tersenyum usil.

"Kemarikan tanganmu!"

Nenek itu kemudian mencoba fokus. Dia mulai menutup matanya. Ketika dia membuka matanya, dia terlihat tidak senang.

"Bagaimana?"karena penasaran, Zaine menanyakannya.

"..."untuk sesaat nenek itu tidak menjawabnya. Mungkin dia masih memikirkan hasilnya.

"Perempuan yang tadi itu... Pasti kau tidak tahu kalau dia saudarimu.."

"Ti-tidak mungkin..."

"Mungkin saja?"nenek itu mengangkat bahunya.

"Oke. Terima kasih untuk ramalannya... Kami mau pergi dulu."Richard menarik tangan Zaine pergi.

Seperti itulah mereka mengetahuinya. Hanya Joy saja yang belum tahu. Sebenarnya Richard sedikit tidak percaya. Maka dari itu dia membawa Zaine pergi untuk berbicara dengannya.

_________________________

Another World in the Mirror [Hiatus]Where stories live. Discover now