Chapter 15 : Aw

14.2K 1.1K 52
                                    

"Menurut lo mereka dekatin gue karena uang?" gumam Rheon, nada suaranya sedih.

"Iyalah kak, kalau bukan karena uang apalagi? Lo brengsek juga, siapa yang tulus sama lo?"

"Ancia." tegur Erina, engga ada takutnya nih anak yah memang betul tapi gak usah disampaikan ke orangnya langsung.

"Ohhhh...." Rheon ber-oh panjang.

Jujur dia agak tertampar dengan kenyataan.

Iyah yah, orang-orang pasti berteman dengannya hanya untuk uang, Rheon kan kalau masalah uang royal banget mintra traktir tiap hari pun dia bisa melakukannya, karena yah uangnya ngalir terus, pengeluaran hariannya tidak seberapa dengan pendapat harian perusahaan Papanya.

"Lo engga kesinggung kan kak?" tanya Ancia sembari meracik mie ayam bakso nya dengan saos, kecap, cabai, dan bawang goreng yang banyak.

"Engga." jawab Rheon kalem, tanpa meletakkan apapun di mie ayam bakso nya, dia makan begitu saja.

Erina dan Ancia menatapnya seperti makhluk dari dunia lain.

"Kok bisa lo makan tanpa apa-apa kak? Emang enak?" tanya Erina.

"Gue selalu makan gini." jawab Rheon.

"Lah?" Ancia kebingungan. "Engga ada sensasinya dong."

"Panas, gurih, asin." jawab Rheon.

"Lo engga bisa makan pedas yah kak?' tebak Ancia.

"Hah? Bisalah! Siapa bilang engga bisa?!"

"Lah terus kok engga pakai apa-apa?"

"Karena gue engga mau kehilangan rasa asli kuah nya."

"Oh...."

Kok jadi enak yah goda kakak kelas dengan gengsi yang tinggi ini.

"Kalau engga suka pedas bilang aja kak, lambung kakak lemah mungkin."

Rheon mengambil saos dan cabai di hadapannya, dia meletakkan dua sendok cabai merah merona itu dan saos sebanyak mungkin.

Kuah yang tadi bening, berubah menjadi lahar.

Ancia dan Erina ketakutan melihatnya.

"Jangan dipaksain kak, nanti lo kenapa-kenapa gimana."

"Hah? Segini mah biasa aja, gue bisa ngabisin."

Rheon menikmati makanannya tanpa kesusahan menelan.

Dia makan dengan begitu cepat mulai dari mie, bakso, terus kuahnya yang ia seruput sampai habis.

Mangkuk baksonya bersih.

Rheon tersenyum kemenangan. "Gampang kan?"

Ancia dan Erina bertepuk tangan.

Sampai.

Kepala laki-laki itu tiba-tiba jatuh diatas meja.

Ancia dan Erina terdiam.

"Dia engga mati kan?" tanya Ancia.

Erina menggeleng kecil. "Bahunya masih gerak kok."

"Perut gue....."

Suara lemah Rheon tiba-tiba terdengar.

"Kak? Lo gak apa-apa kan?"

Ancia buru-buru mendekati Rheon, dia mengangakat bahu laki-laki itu dengan sekuat tenaga, wajah Rheon memerah, merah banget, udah kayak kepiting rebus dan dia banjir keringat, nafasnya sedikit memburu, dia bahkan bernafas dari mulut.

Ini kayaknya gawat deh.

"Lah kak? Kan udah gue bilang kalau engga bisa jangan dipaksa, mampus." Ancia menggeleng tidak habis pikir.

Trap (The End)Where stories live. Discover now