14

741 79 3
                                    

Budayakan untuk memberi Vote dan Komen, biar Mom bisa lebih semangat nulisnya.

Tolong tandai jika ada Typo.

Happy Reading

°°°°°°《♤》°°°°°°

Ed sekarang sepenuhnya menghadap pada orang-orang yang Aidar bilang jika mereka adalah bagian dari keluarga De Merion juga, walau anak itu masih duduk di atas pangkuan sang kakak ke lima.

Orang-orang itu menetap Ed dengan intens dan tajam, seolah hendak mengintrogasinya. Ed tentu saja tidak nyaman, dia lantas semakin beringsut dan berbalik memeluk kakak kelimanya dengan erat.

Aidar menghela nafas, ia lalu menatap para kerabatnya yang masih saja menatap si bungsu dengan tatapan intens.

"Jangan menatapnya seperti itu, aku sudah menjelaskannya bukan?" Aidar berucap dengan sedikit kesal dan juga tegas.

Seorang pria tua di antara orang-orang itu berdehem, membuat yang lainnya mengalihkan perhatian mereka dan menormalkan pandangan mereka.

Ada sepuluh orang yang bertamu, yang barusan berdehem adalah Hugo Loic De Merion. Kepala keluarga yang dulu telah memberikan nama De Merion pada Alexis, tapi harus ia ambil kembali karena putranya itu meninggal, dan anak-anaknya yang lain belum siap untuk menanggung nama itu.

Hugo duduk di sofa tunggal, di sebelah kanannya ada anak-anak serta cucu-cucunya yang ia bawa, dan di sisi kirinya ada anak-anak dari Alexis.

"Edzard." Panggilan yang begitu berat dan menekan itu membuat Ed berjengit kaget, dia menatap sang kakak sulung dari balik perpotongan leher Heli, dan Aidar mengangguk dengan senyuman.

Dengan ragu Ed berbalik, menatap pada asal suara, dan dia mendapati seorang kakek dengan rambut yang telah memiliki banyak warna putih, dan beberapa keriput, tapi masih terlihat gagah dan kekar.

"Beliau adalah Kakek, namanya Hugo Luic De Merion." Aidar memperkenalkan, dan Hugo hanya mengangguk.

Ed mengangguk mengerti, mencoba mengingat nama itu agar tidak menimbulkan masalah.

"Kemari, nak!" Hugo mengulurkan tangannya, dia meminta agar Ed mendekat padanya.

Ed menatap kakak-kakaknya, dia merasa takut, tapi kakak-kakaknya hanya tersenyum dengan anggukan. "Tidak apa, jika mereka macam-macam, tendang saja kaki mereka, atau pukul saja wajah mereka."

Ed menatap ngeri pada kakak keempatnya, dia tidak mungkin berani melakukan itu, walau sangat takut, tapi dia tidak mungkin memukul keluarganya sendiri bukan? Walau dulu ia malah menjadi sasaran pukul dari 'keluarganya' juga.

Dengan pelan, Ed turun dari pangkuan Heli, mendekat pada Hugo yang masih mengulurkan tangannya, Ed dengan ragu balas mengulurkan tangannya yang di sambut baik oleh Hugo.

Pria tua itu membawa Ed pada pangkuannya, membuat semua orang terkejut, bahkan Ed duduk dengan kaku di pangkuan pria tua itu.

"Kalian tidak memberinya makan berapa lama?!" Hugo tiba-tiba saja berkata dengan sedikit keras, membuat semua orang lebih terkejut.

Aidar menghela nafas, memang tinggi dan berat badan Ed bisa di salah pahami. "Kakek, apa kau tidak membaca pesan yang ku kirimkan?" Tanya si sulung.

Hugo memiliki ekspresi sedikit terkejut, dia lantas berdehem dengan sia-sia dan memilih untuk menatap pada Ed yang menatapnya heran sekaligus takut.

Sedangkan di sisi Aidar, pria yang cukup umur untuk menikah itu hanya mendengus kasar, kakeknya itu memang paling tidak peduli dengan hal-hal yang tidak di beritahukan langsung, dia lebih suka jika semua informasi di katakan langsung di hadapannya daripada melalui pesan surat, atau pesan dengan teknogi.

Prince : Edzard Where stories live. Discover now