6. Rumah Hyunsik

302 35 11
                                    

Baru aja Hyunsik mau rebahan di kasur, eh malah denger pintu rumahnya yang diketok kenceng banget kayak lagi nagih utang.

Dengan berat hati Hyunsik berjalan menuruni 15 anak tangga rumahnya, kemudian harus melewati meja makan kecil di dapur sempit, juga melewati ruang tamu yang tak pernah dipakai untuk menjamu.

Dan demi apapun, rumahnya yang kecil ini berasa gede banget kalau dirinya lagi capek kayak sekarang. Berasa kayak udah mendaki gunung Fuji di Yogyakarta.

Gak masuk akmal.

Pas buka pintu rasa lelahnya malah jadi bertambah berkali-kali lipat pas liat Sing dengan muka abstraknya tersenyum manis lengkap sama kedipan mata genit nya yang gak pernah ketinggalan.

Hyunsik menghela nafas pelan kemudian menggeser tubuhnya, memberikan jalan pada Sing yang sepertinya memang berniat untuk membuat dirinya repot malam-malam begini.

Ia duduk di depan Sing setelah tadi membawa kotak obat yang memang sudah disiapkan semenjak Hyunsik kenal sama Sing. Ya.. simpel aja sih, si Sing akhir-akhir ini selalu dateng dengan muka bonyok dan dia cuma gak tega kalau harus terus ngobatin Sing pake air es doang. Karena dari dulu dirumahnya emang gak pernah sedia obat-obatan walaupun dirinya anggota PMR sekalipun.

Hyunsik dengan telaten mengobati luka Sing yang entah didapat dari mana. Sementara Sing diam dengan tenang sembari menatap kakak kelasnya yang tengah serius.

Diam-diam Sing tersenyum kecil, dia gak tau bakal kayak apa nasibnya di Indonesia kalau gak ketemu sama Hyunsik. Bagi dirinya dan Leo, Hyunsik itu seperti malaikat. Agak berlebihan namun memang itulah kebenarannya.

Mereka berdua nekat kabur ke Indonesia dengan modal uang seadanya. Pergi ngilang gitu aja dari keluarga yang emang udah gak mengharapkan si kembar di lingkungan Hongkong.

Tapi untungnya kakek mereka di Indonesia cukup punya uang lebih buat daftarin mereka sekolah di Garut. Dan keberuntungan mereka jadi datang berturut-turut waktu gak sengaja Leo ketemu sama Zayyan terus sama Hyunsik yang udah mereka anggap sebagai kakak kandung.

"Makasih" ucap Sing pada Hyunsik yang masih serius membereskan kotak obat.

Tak lama kemudian pandangan Hyunsik terfokus pada Sing, yang sekarang lagi sandaran di kursi sambil liatin gantungan kupu-kupu disekitar lampu rumahnya.

"Habis ngapain sampe babak belur kayak gitu?" tanya Hyunsik.

Hanya satu detik bagi Sing untuk terkejut, kemudian kembali menyandarkan punggungnya. "Tauran" jawabnya jujur.

"Di Jalan Ahmad Yani?"

"Hemm"

"Tumben cepet banget taurannya? Ada polisi dateng?"

"Gue kabur"

"Gak takut di cap penghianat sama yang lain?"

"Si dower mana berani ngelepas gue, gue kan senjata ampuh buat menangin taruhan dari geng lain"

Hyunsik menganggukkan kepalanya, walaupun Sing emang urakan tapi satu hal yang Hyunsik suka, dia gak pernah berani buat bohong sama Hyunsik.

Kemudian Hyunsik beranjak hendak mengambil cemilan di kulkas."Eh kak! Jangan bilang ke Leo ya, gue gak mau diomelin sampe subuh. Ya..ya?"

Kemudian Hyunsik berbalik, "Kalau gak mau kena omel ya jangan ngulang kesalahan yang sama terus. Gak bosen? Emang gak mau nyoba kesalahan yang lain gitu?"

"Nanti deh gue coba"

"Terserah lu deh, Sing"

"Kak, asli iyeu mah. Tong di bejakeun ka Leo!" pekik Sing kesal.

Tok tok tok

"Assalamualaikum, kak Hyun~! Hayu taraweh!" Terdengar suara salah satu adiknya dari luar rumah, Davin.

Kemudian Hyunsik dan Sing menghela nafas panjang dengan pikiran yang berbeda,

"Ini bukan bulan puasa, lagian mana ada gue teraweh. Dasar" Menggelengkan kepalanya pelan.

"Yah... Si goblok dateng" Menjungkir balikkan kepalanya.

Lagi-lagi Hyunsik harus menghela nafas pelan. Kemudian beranjak menuju pintu untuk menyambut tamu kedua yang sama-sama gak diharapkan.

Untung aja orang tuanya lagi pada gak dirumah, bisa-bisa dia dicincang karena ganggu tidur keduanya. Eh, kok bisa se kebetulan itu ya?

"Waalaikum salam"

"Kak Hyun!" seru Davin saat kakak kesayangan nya itu membukakan pintu untuknya.

"Ngapain?" Hyunsik mendelik sebal.

"Sebenernya hari ini Davin ada tugas dari Petapa Agung buat mencari Kitab Suci. Tapi ketika melewati rumah kak Hyun, Davin dapat mencium aroma-aroma masakan yang menggiurkan" jawab Davin.

"Bilang aja laper, susah banget!" tukas Sing yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Hyunsik.

"Bah, ngapain lu disini Nyet?!"

"Nyari Kitab Suci. Ya nginep lah, mumpung orang tuanya kak Hyun lagi pada keluar"

"Wah, beneran? Mana Leo?"

"Kagak ada"

"Ouh belum dateng? Tumben biasanya lu nempel mulu kek benalu, kalau gitu gue chat ya"

"Eh eh! Lu jangan kek jamet ya Dav! Udah tau muka gue bonyok!"

Davin menepuk lengan Sing yang mengapit lehernya, "Iya iya maaf, gak janji deh." Dan dapat ia rasakan bahwa rangkulan sayang dari Sing makin erat hingga membuatnya sesak nafas karena cinta yang tersalurkan kedalam dada.

"Uhuk.. uhuk! Udah dong anying, lu mau gue koid!" sentak Davin.

"Mati ajalah lo Dav! Ngabis-ngabisin jumlah oksigen di dunia doang"

"Kayak lu nggak aja, Nyet!"

Hyunsik memandang keduanya datar, dia dengan tabah dan berlapang dada cuma bisa balik kanan bubar jalan terus ngunci pintu rumahnya yang terlalu suci buat bertegur sapa sama dua iblis yang lagi ribut diluar rumah.

"Loh? KAK HYUN JANGAN DIKUNCI?!"

"WOY KAK! TEGA BENER NELANTARI ANAK SE GANTENG DAN SE KECE GUE DI JALAN!"

"HYUNSIK ANJING ANAK-ANAK LO BERISIK TOLOL! GANGGU ORANG LAGI ENA-ENA AJA!"

"ASTAGHFIRULLAH AKHTI, DAVIN MASIH 16 TAHUN!"

...

Double up sebagai permintaan maaf karena saya tidak punya kuota minggu lalu:)

Lex || XodiacWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu