Satu

666 9 5
                                    

Suara lengu*han penuh kepuasan seorang lelaki dari arah dapur membuat jantung Ange seperti dicabut paksa dari dadanya. Dia sangat mengenali suara itu. Seketika kakinya lemas, tapi dia memaksakan diri agar kuat melangkah ke arah dapur demi melihat semuanya.

Gadis berambut bob sebahu itu membekap mulut, memandang lelaki dan wanita yang sedang tertawa-tawa puas dalam posisi masih menyatu. Si wanita tergeletak dengan posisi setengah berbaring di meja dapur, sementara Angga, kekasih Ange, berdiri di depannya. Dada mereka naik turun tampak mencoba mengatur napas setelah kelelahan berg*umul. Tidak sehelai benang pun menutupi tubuh-tubuh dua insan itu. Pakaian mereka tercecer di sepanjang lantai dapur.

“Honey, aku selalu pengen Sans sehebat kamu? You know, dia payah.” Wanita itu terkekeh-kekeh sambil mengibaskan rambut panjangnya. “But, dia gentleman. Bukan baj*ingan kayak kamu.”

“Baj*ingan yang bikin lu nagih.” Angga memisahkan tubuh dari si wanita.

Secepat kilat Ange menyambar toples di bufet, lantas sekuat tenaga dilempar pada dua makhluk tidak punya malu itu. Meleset! Suara gemerincing pecahan kaca menggema di sesisi dapur. Perempuan yang tengah kecewa itu lantas berlari keluar begitu Angga dan si wanita menoleh.

Di belakangnya, Sansan, kembaran kekasihnya pun turut melengos memacu langkah, bukan mengejar Ange, melainkan karena sama-sama merasa muak. Mereka tadi tiba hampir bersamaan di bangunan megah kediaman keluarga Angga itu, kemudian disuguhi pemandangan menjijikkan perselingkuhan dari pasangan masing-masing.

Sansan berlari lebih cepat hingga mendahului Ange, lalu langsung menyalakan sinyal alarm mobil. Sekilas sudut matanya menangkap Ange yang tampak linglung berusaha melangkah mencapai gerbang.

Angga yang sudah mengenakan celana pendek berlari dan mencengkeram tangan perempuan itu. “Sayang, denger du ….”

“Lepaaas!” Ange menjerit. Dia jijik, tidak sudi disentuh baj*ingan itu. “Lepasin aku!”

Melihat pemandangan itu, Sansan yang sudah hampir memasuki mobil mengurungkan niat. Dia menghampiri mereka dan dengan cepat menarik lantas menghantam wajah saudara kembarnya sampai tersungkur. Beberapa saat dia menatap Angga yang sedang meringis, lalu meludahinya sebelum kembali ke mobil.

Wanita yang jadi teman Angga berc*umbu juga tiba-tiba keluar sudah berpakaian lengkap. Lagi-lagi Sansan batal memasuki mobil. Dia menatap dingin wanita yang sekarang berdiri di hadapannya itu. “Maniak.” Suaranya sedingin tatapan yang diarahkan pada wanita yang seminggu ke depan akan dinikahinya itu.

“No, Darl, denger! Aku gak ada rasa sama Angga.” Sarah meraih tangan Sansan yang langsung ditepis. “Kami cuma temen. You know, friend with benefit.”

Sansan menarik napas dalam. Tatapannya berubah dari dingin menjadi liar. Ada kilat amarah di sana yang siap menyambar. “Lupain kita bakal nikah,” tandasnya, kemudian masuk dan menutup pintu mobil sekuat tenaga.

Sarah menggedor-gedor kaca sedan hitam itu. “Come on, Sans. Jangan sok polos! I know you. We know each other. Buka, San! San!”

Sia-sia, mobil Sansan merangsak mundur menabrak gerbang yang dalam kondisi tertutup hingga hancur di bagian tengah dan engselnya, kemudian melesat. Namun, dia berhenti setelah beberapa puluh meter melaju.

“Jadi, ngapain lu di mobil gue?” Sansan mengambil botol air mineral di celah samping, lalu minum beberapa teguk.

“Nikahin aku, Kak.” Sekonyong-konyong Ange menodong. Air di dalam mulut Sansan menyembur. Dia melongo menatapnya. “Kakak batal nikah, kan? Nikahin aku aja.” Lagi, perempuan berambut sebahu itu meminta sambil terisak. Sorotnya nanar penuh harap. Kepalanya dijejali bayangan-bayangan Angga yang pasti akan memenuhi hari-harinya dengan teror. Lelaki itu sangat rumit dan egois, Ange yakin Angga tidak akan membiarkannya hidup tenang jika diminta putus, seperti yang sudah-sudah.

Obsesi Adik IparWhere stories live. Discover now