Tujuh Belas

119 12 3
                                    

"Kamu ke rumah sekarang, Sans. Penting!" Langsung saja suara Fumiko yang terdengar tegang menyerang telinga Sansan.

"Kenapa?"

"Hayaku kite! Ōku wanai."

Untuk sejenak Sansan terdiam. Dia memejam beberapa detik sambil menghela napas panjang, kemudian beranjak meninggalkan toko.

***

Sansan berdiri tertegun beberapa langkah saja dari pintu setelah memasuki rumah. Pipinya panas dan pedas akibat layangan tamparan dari Hengky. Tanpa alasan jelas, sekonyong-konyong dia ditampar, tapi bibirnya diam, benaknya tidak sedikit pun berniat melayangkan protes. Sansan lebih tertarik pada sosok-sosok yang sedang duduk di ruang tamu.

"Harusnya saya bikin mampus kamu dari dulu!" Penuh penekanan Hengky bicara.

Tanpa membalas umpatan ayahnya, Sansan melangkah menuju sofa dan mendaratkan bokong di samping Fumiko. Satu persatu yang juga duduk di sana dia tatap. Angga, juga Sarah dan orangtuanya. Benak Sansan mulai liar menjelajah segala kemungkinan.

"Bisa-bisanya kamu batalin pernikahan di saat tau dia hamil!" Hengky yang kini sudah duduk di sofa tunggal mulai buka suara.

Sansan bergeming. Sudut matanya menangkap si kembaran yang sedang melempar senyum cemooh.

"Dan bisa-bisanya kamu malah nikahi perempuan lain. Otak kamu dimana?!" Hengky melepas sepatu yang langsung dilempar ke wajah Sansan.

Lagi, Sansan hanya bergeming. Dia lebih fokus memaki si kembaran dalam hati.

"Ngomong, tolol!" bentak Hengky sangar.

Sansan melirik Fumiko yang mulai terisak. "Jadi itu anak gue, Sar?" tanyanya, datar saja seolah-olah emosi yang menggebu-gebu di dalam dadanya tidak dia rasakan.

Sesaat Sarah terdiam, lalu menelan ludah dan berujar, "Anak siapa lagi kamu pikir?" Dia berpaling beberapa detik, lantas menyeka sesuatu yang menghangat di pelupuk matanya. "Jangan karena kejadian sama Angga waktu itu, kamu nolak kenyataan kalau ini anak kamu." Diambilnya sehelai tisu dari kotak yang teronggok di meja, lalu dia seka bulir-bulir yang mulai bercucuran.

"Aneh," ucap Sansan. Dia lantas mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyulut dan menyesapnya. "Pas minta gue nikahin sebelumnya lu gak ngomong apa-apa."

Angga berdehem. "Karena dia tau lo orang payah yang gak akan mau tanggung jawab."

"Oke." Cepat saja Sansan menimpali. "Gue bakal nikahin lu, tapi ada syaratnya."

Semua terdiam. Selama beberapa lama ruang tamu di kediaman megah itu disusupi keheningan, meski benak-benak mereka lebih dari sekadar ingin mengumpat.

"Ange gimana, Sans?" Fumiko buka suara.

Sansan mendesah. "Pikirin nanti aja."

"Kenapa harus ada syarat buat menuhin tanggung jawab kamu sendiri!" Kali ini ibu Sarah yang buka suara.

"Karena saya punya istri." Lekat Sansan tatap wanita setengah baya itu.

Sarah menjengah. Bola matanya bergerak liar. "Oke. Apa syaratnya?"

"Gue gak mau kita tinggal bareng dan jangan harap gue bakal sudi sentuh lu sedikitpun." Tajam Sansan tatap mantan kekasihnya yang tidak tahu malu. "Setelah anak itu lahir, gue mau tes DNA, dan kalo sampe terbukti itu bukan anak gue, gue pengen ganti rugi. Gue minta semua aset bokap lu jadi milik gue."

Semua terperangah. Sarah dan Angga bangkit dengan kasar secara bersamaan. Ayah Sarah memegang dada. Sementara para ibu tercengang membekap mulut. Hengky mengambil kotak tisu dan melemparnya ke wajah Sansan yang hanya diam dengan raut datar.

Obsesi Adik IparWhere stories live. Discover now