3.

1.5K 231 33
                                    

Xiao Zhan kembali ke kamarnya. Ia berdiri di depan lemari kaca miliknya, matanya menatap beberapa piala disana dalam diam.  

Xiao Zhan bukannya tidak pernah membawa pulang piala, ia mendapatkan beberapa piala dari lomba olimpiade yang ia ikuti. Hanya saja, ia belum pernah mendapat peringkat 1, piala yang ia raih adalah peringkat 2 dan 3.  

 Persaingan antara anak-anak dari sekolah-sekolah bergengsi, sangat menakutkan.  

Xiao Zhan duduk di sofa dengan sedikit lemas sambil terus menatap piala tersebut.  

Ia kemudian beralih menatap jarinya, pria manis itu tersenyum pucat dengan mata yang sendu. "Akhh, Berhenti! Nada macam apa itu? Kenapa kamu tidak bisa mengerti juga hah?"   

"M-Maaf Ma.. Ja-Jariku sepertinya berdarah."   

"Hah! Diam! Kamu hanya tidak mau berlatih kan?  Benar-benar tidak berguna!"   

Xiao Zhan membayangkan hal-hal yang terjadi di masa lalu. Saat dia berusia 8 tahun, ibunya memaksanya untuk belajar piano. Walaupun sudah melalui banyak kesulitan hingga jari-jarinya yang mungil itu mendapatkan luka, ia tetap tidak bisa melakukan seperti harapan ibunya.  

Nyonya Xiao mulai kecewa pada Xiao Zhan. 

Namun, Xiao Zhan menunjukan kecerdasannya dalam belajar, ia mencoba sekeras mungkin agar bisa mendapat pengakuan dari ibunya.  

Walau pun nyonya Xiao terlihat seperti menyayangi Xiao Zhan, namun, pilih kasihnya masih terlihat sangat jelas.  

Nyonya Xiao adalah pianis yang sangat terkenal. Karena putra keduanya Xiao Bao mewarisi bakatnya, ia lebih menyayangi Xiao Bao di banding Xiao Zhan.  

Xiao Zhan menghela nafas panjang sambil menyandarkan dirinya di sofa.  

"Aku, hanya perlu berusaha lebih keras lagi. Dengan begitu, Mama pasti akan mengakui kemampuanku." Xiao Zhan tampak lelah dengan semua hal yang terjadi. Tetapi ia sendiri tak menyadari, betapa lelahnya dirinya dengan semua ini.  

Dia hanya terus berpikir bahwa ia mampu menghadapi semuanya, ia terus berpikir bahwa dirinya sangat kuat dan tak akan merasa lelah.  

Sementara malam semakin larut.  

Wang Yibo yang tertidur lelap, mulai mengerutkan keningnya. Keringat dingin mulai membasahi dahinya, ia menggerakan kepalanya ke kanan dan kiri dengan mata yang terpejam erat.  

Tangannya di kepal erat dan nafasnya mulai terengah.  

"Akhhhh!!"  

Ia terbangun dengan susah payah sambil berteriak keras. Nafasnya terengah-engah, dengan susah payah ia menelan air liurnya. Tenggorokannya terasa perih dan jantungnya berdebar kencang.  

Yibo menuangkan segelas air di meja nakasnya dan meneguknya dengan sedikit terburu-buru. Ia kemudian mencoba untuk bernafas dengan tenang.  

Mimpi buruk yang tak kunjung hilang itu, terus menghantuinya setiap malam.  

Wang Yibo melihat jam dinding, tertulis pukul 2 dini hari disana.  

Pria Wang itu turun dari tempat tidurnya, ia membuka tirai jendelanya dan melihat keluar.  

Ia mengambil kursi dan duduk di dekat jendela dalam diam.  

Matanya tak lagi mengantuk. Ia mencoba menenangkan dirinya dari mimpi buruk yang ia alami.  

"Aku harap pagi segera datang.."  

Wang Yibo hanya duduk disana, hingga langit mulai terang.  

☆☆  

Accepting & Forgiving (Yizhan 🦁🐰) Where stories live. Discover now