DUA

1.9K 95 2
                                    

Anarawati adalah perempuan yang berasal dari desa kecil, agak terpencil, seorang anak perempuan berparas manis dan ayu dari pasangan Rina dan Junaid.

Kedua orang tua Anarawati hanya seorang petani padi dan sayur yang menanam dari hasil tanah gadai.

Tetapi, walau berasal dari desa kecil, tak membuat Anarawati atau Nara nama panggilannya, malas-malasan dalam urusan belajar.

Ya, Nara... selain manis dan bisa dikatakan tercantik di desa tempat tinggalnya, Nara juga adalah anak yang baik, rajin menolong kedua orang tuanya terutama rajin belajar

Karena ketekunannya dalam belajar, membuat Nara berhasil mendapat beasiswa, kuliah gratis ke luar negeri dengan jurusan pertanian di salah satu kampus negeri yang ada di negara bagian Sydney, Australia.

Nara bangga bukan main dengan prestasinya. Di kabupaten tempat tinggalnya, hanya dia seorang diri yang berhasil mendapatkan beasiswa ini.

Mimpi untuk menjadi seorang sarjana pertanian, mendapat ilmu agar bisa memajukan pertanian kedua orang tuanya bahkan masyarakat desa. Nara yang sedang duduk dengan pandangan menatap kosong kearah depan jendela, tersenyum pahit.

Ingatan yang ini sangat menyakitkan, dimana... dia harus mengubur semua mimpi indahnya.

Meraih cita-cita ternyata tak semudah bayangan yang ada dalam benaknya.

Ah, . Sebenarnya mudah. Semua mata kuliah, materi. Semua sudah Nara kuasai. Dia bukan gagal karena tidak sanggup dengan pelajaran dan materi di negara ini.

Tetapi, dia gagal, karena 2 orang teman yang mengadu nasib seperti dirinya, berasal dari negara yang sama, memfitnahnya. Membuat beasiswa Nara di cabut.

Tak hanya cukup dengan memfitnahnya. Dua orang teman yang sudah Nara anggap jadi kelurganya itupun dengan tega membakar semua data diri Nara. Membuat Nara menjadi warga ilegal di negara ini.

Membuat Nara hampir di setiap hari was-was karena takut tertangkap polisi lalu di deportsi atau yang parah, Nara di pulangkan ke negara asalnya.

Tidak. Nara tidak sanggup untuk pulang ke kampung. Nara takut mengecewakan kedua orang tuanya, terlebih takut membuat malu kedua orang tuanya.

Dia yang hanya seorang anak petani, di cibir karena dengan sok-sok menerima beasiswa ini. Apabila dia pulang, Nara tak sanggup membayangkan akan semalu apa kedua orang tua dan adiknya.

Walau dia harus menahan rindu pada kedua orang tua dan adiknya. Bayangkan saja, selama 8 tahun panjang, kamu tidak pernah pulang sedikitpun ke rumah untuk melihat dan bertemu kedua orang tuamu.

Tetapi...

"Aku anak durhaka ya Tuhan, karena hati ini, rasanya ingin gila karena merindu pada laki-laki yang mungkin tidak merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan padanya."ucap Nara dengan desisan kesal. Kesal pada dirinya sendiri. Bahkan wanita itu juga, sudah menjambak-jambak rambutnya bagai orang gila.

Nara kesal. Harusnya dia lebih rindu pada kedua orang tuanya. Tetapi, dengan sialan. Dengan bodohnya, dia malah rindu pada laki-laki itu.

Laki-laki yang memanfaatkannya. Laki-laki yang menolongnya dengan pamrih. Ya, tempat tinggal, uang biaya hidup, semuanya dari laki-laki itu harus Nara bayar dengan cara mengangkang di atas tempat tidurnya. Laki-laki itu puas menjamah dirinya. Ya, Nara menjadi budak nafsu laki-laki itu, Neymar.

Sampai-sampai....Nara bahkan tak sanggup membisikkan hal ini ke dalam hatinya. Tetapi, tatapan Nara saat ini sudah berada pada pintu conekting room yang ada di depan sana.

Nara menelan ludahnya kasar. Mengusap kening yang dalam sekejap basah oleh keringat.

"Sampai kapan aku harus bertahan dengan keadaan ini?"bisiknya penuh tanya pada dirinya sendiri. Senyum sinis kembali muncul di bibirnya.

Jawaban dari pertanyaan mudah di atas bahkan tidak dia tahu jawabannya. Tapi, yang Nara tahu... dia mencintai laki-laki itu sangat besar. Dia tidak ingin kehilangan laki-laki itu.

Laki-laki yang apakah di dalam hatinya ada dirinya? Ada namanya?

"Menyedihkan, tidak mungkin ada namamu dalam hati, Neymar. Dia hanya memanfaatkan tubuhmu."ucap Nara dengan dada sesak. Dia sudah tahu, Neymar tidak mungkin menyimpan nama dalam hatinya. Tapi, dia dengan bodoh, tetap berharap ada namanya di hati kaki-laki itu.

"Sadar diri, Nara. Kamu hanya budak nafsunya. Yang apabila dia sudah bosan padamu, dia bisa saja membuangmu kapan saja..."ucap Nara tercekat. Dan kedua mata Nara melotot, di saat satu pikiran tiba-tiba melintas di kepalanya. Bahkan Nara juga sudah terlonjak berdiri dari dudukkannya di tepi ranjang.

"Apakah Neymar sudah bosan padaku? Makanya selama 2 bulan, laki-laki itu tidak pernah menghubungiku sedikitpun?"gumam Nara dengan kedua lutut yang gemetar hebat. Rasa takut yang dasyat, seketika menghantam seluruh jiwa dan raga Nara.

Oh, tidak. Tidak, Tuhan. Jangan buat Neymar bosan padaku. Aku masih butuh laki-laki itu. Aku tidak bisa jauh dan kehilangannya. Aku juga masih butuh uangnya untuk... anak kami. Rapal hati kecil Nara. Yang sudah kembali duduk dengan lemas di pinggiran ranjang.

Tangannya yang gemetar, hampir meraih bingkai foto milik laki-laki yang di cintainya. Nara ingin melihat sepuasnya wajah Neymar.

Tetapi, suara panggilan yang berasal dari ponselnya yang tergeletak di atas nakas, membuat Nara urung melakukannya.

Karena dengan wajah cemas, Nara mendekati nakas. Sangat berharap dalam hati, semoga... semoga yang menelponnya adalah Neymar.

Glek

Nara menelan ludah kasar. Senyum lega, penuh rasa syukur mengukir dengan indah di kedua bibirnya yang menggumam nama indah seorang laki-laki yang sudah mencuri habis hatinya.

"Neymar...."

Oh, Tuhan. Akhirnya ayah anaknya menghubunginya juga.

Tanpa membuang waktu, dengan dada yang membuncah bahagia. Nara mengangkat panggilan laki-laki pujaan hatinya.

Nara menyapa dengan sangat semangat. Kedua lututnya terlihat gemetar hebat.

"Hallo...."

"Aku sedang dalam perjalanan ke apartemen. Mandi, dandan yang wangi, pake lingeria warna merah. Aku rindu menenggelamkan diri dalam tubuhmu."ucapan dengan suara parau, menyela sapa riang Nara.

Nara yang wajahnya sudah pucat pasih saat ini, menoleh kaku kearah pintu penghubung di depan sana. Kedua bibir merah tipisnya bergetar hebat. Nara ketakutan, bahkan amat ketakutan.

Karena.. karena di kamar sebelah, ada tubuh sang anak yang sedang terlelap damai.

Esa, masih adakah waktu untuk mama membawa kamu pulang ke panti asuhan, Nak, sebelum ayahmu sampai?

Tbc

Sorry my sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang