LIMA

1.7K 64 12
                                    

***

Dia sudah bangun, tapi sangat lemah untuk beranjak dari atas tempat tidurnya. Badannya serasa rontok saat ini. Kedua lututnya terasa ringan, membuat Nara yakin, apabila dia berdiri saat ini, pasti dia tidak  akan sanggup menopang beban tubuhnya.

Tidak. Bukan. Nara tidak lemah karena jamahan seorang Neymar pada tubuhnya. Mau laki-laki itu membolak-balik tubuhnya bagai sebuah adonan kue, Nara tak akan merasa sakit, merasa lelah. Dia   selalu melayani sepenuh  hati kebutuhan biologis laki-laki yang dia cintai.

Dan laki-laki itu saat ini, terdengar dari suara gemercik air dari arah kamar mandi, pasti tengah membersihkan dirinya.

"Bodoh. Harusnya kamu bangun dan pergi melihat keadaan anakmu..."ucap Nara geram di awal, tapi di akhir kata-katanya, di ucap begitu pelan, sangat takut, dia yang menyebut anaknya tiba-tiba di dengar oleh Neymar yang bisa saja tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi.

Nara menggeleng-gelengkan kepalanya kuat, tangannya yang terasa seringan kapas, mengusap-ngusap wajahnya.

Nara sudah tidak ada muka di depan anaknya Esa.

Anaknya Esa terlihat membuka kedua matanya semalam, menatap sedih dan kosong kearahnya dari dalam tabung mesin cuci.

Membuat Nara bingung dan bertanya-tanya. Obat bius yang sudah dia oles pada sapu tangan semalam sangat banyak, tapi kenapa anaknya bisa terbangun? Apakah obat biusnya sudah rusak? Sudah tidak ada obatnya lagi?

Nara mengusap  wajahnya kasar.

"Yang pasti aku rasanya tak berani bertemu, Esa."

"Esa yang pasti bertanya, apa yang sedang aku lakukan dengan ayahnya..."wajah pucat Nara, berubah merah padam saat ini.

Tak berani Nara bayangkan, sejijik apa sang anak tadi malam pada dirinya. Desahannya, pekikan sakit dan nikmatnya meluncur bebas dan keras dari mulutnya.

Suara alat kelamin yang bertubrukan memenuhi area dapur. Pasti anaknya akan jijik.

Dan yang paling memalukan, memualkan. Pasti anaknya Esa melihat dengan jelas betapa... jalang dirinya semalam.

Tepat di depan kaca bening mesin cuci yang setinggi lutut Neymar.  Laki-laki itu ingin dia mengulum miliknya sampai laki-laki itu mendapat puncak.

Mau di minta secara lembut ataupun kasar. Nara pasti melakukannya, tidak bisa menolak. Apabila menolak, sudah pasti semuanya akan berakhir buruk. Nara melakukan sambil berlinang air mata, sedikitpun tidak berani dan berdaya melirik kearah anaknya.

Bodoh. Maki Nara mengumpat dirinya sendiri.

Harusnya... harusnya dia mengsemapingkan rasa malunya. harusnya dia segera ke dapur untuk melihat anaknya. Apakah anaknya masih ada di sana atau sudah keluar dan apa...

Wajah Nara memucat di saat satu pikiran tiba-tiba menyapa kepalanya.

Neymar. Laki-laki itu, sekaya apapun dia, sesombong dan seangkuh apapun laki-laki itu padanya. Laki-laki itu tak malu, tak segan untuk mencuci bajunya sendiri.

Nara hampir meloncat dari atas ranjang, tak peduli kalau dia telanjang saat ini, tetapi urung di saat Nara mendengar ada suara pintu yang di buka seseorang dari arah kamar mandi.

Glek

Nara menelan ludahnya kasar. Sudah pasti itu adalah Neymar yang sudah selesai mandi.

Benar saja, di ambang pintu, Neymar berdiri sembari mengancingkan kancing-kancing bajunya.

Dan Nara menahan nafas di saat Neymar di depan sana sudah menatap kearahnya.

Bodoh. Maki  wanita itu dirinya sendiiri.

Sorry my sonWhere stories live. Discover now