SEPULUH

1.1K 38 2
                                    

*****

Cuaca hari ini sangat cerah, matahari bersinar begitu terik tapi tidak terlalu memanaskan untuk orang-orang yang sedang  melakukan aktifitas di luar rumah. Ada angin sepoi-sepoi yang menyamarkan rasa panas dari sinar matahari.

Di sebuah pantai yang ada di negara bagian Sydney,  begitu di padati oleh wisatan dari sabtu pagi hingga siang ini, salah satu yang memadati pantai terbaik yang ada di negara bagian itu, ada Nara dan juga anak laki-lakinya.

Kedua anak dan ibu itu saat ini tengah menikmati ice cream dalam sebuah wadah yang cukup besar. Sesekali, kedua anak dan ibu itu akan saling menyuapi antara satu sama lain.

Mereka duduk di bawah pohon rindang, jadi tidak merasa panas, walau sudah hampir 3 jam mereka tidak merubah tempat duduk.

Banyak hal yang sudah anak dan ibu itu bahas. Salah satunya adalah... Nara membahas hal yang berkaitan dengan masa depan mereka.

Masa depan dia dan anaknya. Tidak.  Nara tidak berani melibatkan Neymar dalam rencana masa depan mereka.

Neymar... laki-laki yang sudah mencuri habis hati Nara.  Membuat Nara  uring-uringan sekali lagi, membuat Nara  merasa cemas, membuat Nara merasa dia harus menyerah pada perasannya terhadap laki-laki itu.

Bagaimana tidak, lagi dan lagi, Neymar hilang bagai di telan bumi. Tidak ada kabar apapun dari laki-laki itu sejak laki-laki itu meninggalkannya  di lobi hotel, dan sudah 3 bulan berlalu. Dan tidak ada laki-laki itu yang akan datang  pada pukul 3 sore seperti perkataan anaknya.

Hari itu, Nara bahkan terjaga sampai pukul 3 pagi untuk menunggu Neymar pulang. Nyatanya, Neymar tak pulang-pulang, hingga hari ini.

Esa yang diam-diam memerhatikan wajah cantik sang ibu yang menatap lurus kearah depan. Jadi, berpikir. Apakah perasaan yang dalam yang dia miliki untuk ayahnya salah?

Kenapa salah, ayah tak menginginkannya, ayah tak mengetahui keberadaannya di dunia ini. Kata mama juga, apabila ayah tahu, tentang ada dia di dunia ini, dia dan mama akan mendapat masalah besar.

Masalah besar seperti apa? Esa coba menebak-nebak. Tapi, dia tetap tidak menemukan masalah apa yang akan menimpa dia dan mama.

Esa   menyentuh lembut punggung tangan mamanya.

Nara sedikit tersentak kaget, lalu tersenyum pada sang anak. Tatapan Esa seketika menyesal, dia membuat mamanya terkejut.

"Semakin terik, semakin banyak orang-orang yang berjemur di bawah payung."

Bohong. Bantah Esa ucapan sang mama dalam hati. Mama tak menatap kearah orang-orang yang sedang berbaring di atas kursi jemur di bawah payung besar. Tatapan mamanya lurus. Tapi, untuk kali ini, Esa akan pura-pura mengiyakan saja ucapan bohong mama. Esa tebak, paling mama sedang memikirkan papa yang tidak pernah datang-datang lagi menemui mamanya.

"Iya, Ma. Mentang-mentang kulitnya putih mama, ya. Bule nggak ada yang takut hitam. Malah sengaja tuh mau itamin kulitnya."kata Esa dengan bibir menipis, tangannya saat ini, tengah mengaduk-ngaduk asal  es creamnya. Nara melihat kearah anaknya. Apa anaknya sudah bosan? Ingin pulang?

Nara menelan ludah kasar. Rasa gugup, dalam sekejap menghampiri Nara. Apakah saat ini adalah momen yang tepat untuk mengatakan rencana lainnya pada sang anak.

Nara menyentuh pelan-pelan tangan anaknya. Nara menahan nafas di saat sang anak tampannya sudah menatap lembut kearahnya saat ini.

"Esa..."Nara mengambil alih es yang anaknya pangku.

Esa menganggukan kepalanya sembari menjawab pelan.

"Iya. Mama. Mama sudah mau pulang, ayo.. aku juga mau pulang, panas... "

Sorry my sonWhere stories live. Discover now