#Edisi Lebaran: Romantisme Ala Keluarga Adhiyaksa (2-End)

14.7K 1K 76
                                    

"Dari pagi mondar mandir. Gak capek apa, Mi?" Papi bertanya dengan senyum geli. Geli melihat istrinya gelisah menunggu kedatangan anak-anak, para menantu dan cucu-cucunya. Tapi Adhi melihatnya bukan seperti menunggu kepulangan anak, melainkan seperti menunggu kepulangannya dulu. Ciyeee.....inget masa lalu.

"Abis lama banget datangnya. Padahal Mami udah ngasih usul biar pada nginep disini aja," ujarnya dengan muka bete. Sebel karena sekarang anak-anaknya jarang kesini. Beliau rindu sih...tapi bisa apa? Kini kan anak-anaknya bukan anak-anak kecil lagi yang bisa ia atur-atur. Mereka sudah dewasa dan bisa mengatur hidupnya sendiri. Apalagi telah sekian tahun menikah. 

"Lagi di jalan, Mi. Tadi kan udah pada ngelapor," tenang Papi. Beliau malah santai sambil minum teh dan mengangkat kedua kakinya ke atas meja. 

Mami menghela nafas. Memilih mengalah saja dengan ikut duduk. Papi yang melihat ekspresi tak sabar dan kecewa itu membesarkan perasaan dan menenangkan hatinya dengan mengelus-elus punggungnya seraya merangkulnya. Beliau baru sadar kini, usia makin bertambah, rambut kian memutih, raga tak lagi sekuat dulu walau cinta masih sama. 

"Mereka udah pada dewasa. Udah beranjak tua juga kan kayak kita. Masing-masing sudah punya keluarga. Dulu aja, disuruh cepet-cepet nikah eh sekalinya nikah, sekalinya ditinggal, pengin anak-anaknya balik lagi kayak dulu." Papi menarik nafas. "Manusiawi sih, Mi. Rasa-rasanya, Papi pun belum puas mengasuh mereka, membimbing mereka sampai akhirnya harus melepas mereka dengan pasangan hidup masing-masing. Setelah semua terjadi, baru terasa benar-benar menjadi orang tua. Ya gak?"

Mami mengangguk lemah. Membenarkan. Rasa-rasanya pun, ia semakin tua semakin kekanakan. Tapi bukan perihal itu sih sebenarnya. Sejujurnya, ia hanya rindu kehadiran anak-anaknya yang menggemaskan walau kini telah terganti cucu-cucunya yang masya Allah sekali. Apalagi Ardan. Bocah tengil yang kini beranjak dewasa itu nyusahin banget. Namun beliau senang. Kenapa? Ya, karena rasa sayang. Setengil apapun Ardan, beliau tak menampik akan rasa sayang yang selalu hinggap. Sama halnya ketika mengasuh Fadli dan Aisha yang sebelas dua belas sama Ardan. Bikin emosi, marah, kesal tapi menyesal setelahnya. Namun kini beliau bahagia. Yah...anak-anaknya yang tengil itu telah berubah makin dewasa dan menurunkan ego untuk tak hanya memikirkan diri sendiri.

"Masih inget dulu, ketika Feri masuk TK. Gak mau ke kelas kalau bukan kamu yang anterin. Terus gantian dia yang harus repot ngurusin Tiara yang tingkahnya sebelas dua belas sama dia. Ya gak, Mi?"

Mami tersenyum tipis. Beliau ingat benar. Namun Feri berubah sejak Fadlan-Fadli mulai masuk TK. Mungkin malu jika harus dimanja-manjain lagi. Apalagi ketika satu SD dengan dua bocah kembar itu. Feri lebih mirip polisi atau bahkan detektif yang mengawasi tingkah dua adiknya. Kalau Fadlan sih kalem. Gak bikin was-was atau jantung copot. Tapi tengilnya Fadli itu yang menjadi masalah. Hal yang membuat Mami terkekeh seketika. Ingat apa yang dilakukan Fadli saat pertama kali masuk SD. Bocah itu sibuk flirting ke guru-guru mudanya yang waktu itu cantik-cantik buat cari perhatian. Sejak kecil memang bakat playboy itu sudah kentara tapi Mami masih tak pernah menyangka kalau bocah tengil itu bisa berubah. Bahkan bisa setia. Duh...duh...duh....kini Mami percaya jika bumi benar-benar berputar. Setidaknya, untuk Fadli.

"Kalau Fadlan sih, Papi tenang-tenang aja." Ujar Papi. Santai.....tapi Mami?

"Ya sih, awalnya. Tapi kelamaaan membujang, mana gak pernah bawa perempuan ke rumah, sibuuuk aja sama kerjaan, bikin was-was juga takut salah arah."

Papi terkikik. Perutnya sampai terguncang. Ia menaruh gelasnya di atas meja.

"Tapi Papi percaya, dia selalu bisa diandalkan."

"Ya....," Mami menghela nafas. Lalu tersenyum tipis sebab anak lelakinya yang satu itu memang tak pernah merepotkan.

"Kecuali Fadli." Papi mengusap wajah. Hal yang membuat Mami terkikik seketika. Anaknya yang tengil dan rada-rada itu emang selalu bikin jantungan. Sebelas dua belas sama tingkah cucunya sekarang si Ardan. Tapi sejak tamat SMA, Ardan udah mendingan sih. Paling cuma bikin darah naik aja.

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang