Perempuan-Perempuan Adhiyaksa (Part 3 - End)

10.4K 914 110
                                    

"Assalamualaikum!"

Suara lembut milik Ann menyapa. Farras yang baru saja mematikan lagu dari earphone-nya langsung menoleh dan mendapati sepupunya itu di ambang pintu.

"Waalaikumsalam, Ann! Masuk, dek!" Titahnya yang disambut senyuman manis Ann. Sementara Farras tak berhenti menatap Ann mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Bunda mana, kak? Ann cuma mau nganter pesanan bunda." Tuturnya sambil menaruh plastik yang berisi gamis syari di atas meja. Sementara Farras bukannya mendengarkan namun masih mengamati Ann hingga gadis itu salah tingkah sendiri. Pasalnya Ann gak cuma cantik tapi anggun banget.

"Ann!" Suara Fadlan memanggil. Lelaki itu baru keluar dari dapur. Anne langsung menoleh lalu berjalan mendekat. Menyalami lelaki itu. "Ann pakek kerudung?"

"Pakek jilbab, Om!" Sahutnya lalu terkekeh saat Fadlan mengelus kepalanya. Farras menoleh. Entah kenapa, ada sesuatu yang mengganggunya saat melihat gadis itu dengan jilbabnya.

"Waah. Alhamdulillah," seru Fadlan yang tentu seneng banget. Udah si Ando soleh begitu. Ann juga. Tiara? Udaaah gak usah ditanya gadis pecicilan yang satu itu. "Tuh kak, Ann aja udah pakek jilbab!" Fadlan menyinyir yang disambut muka masam milik Farras.

Dalam hati kecilnya, ia juga mau kok kayak Ann. Tapi mungkin gak secepat Ann. Ia bisanya perlahan. Karena setiap orang berbeda-beda kesiapannya. Apalagi saat ini Farras sedang dalam masa transisi. Galaaaaau!

Untuk pakai jilbab itu gak bisa dipaksa. Karena percuma kalau dipaksa. Namun jika niat dan kesungguhan itu sudah merasuki hati, Farras yakin bahwa maka itulah waktunya. Saat ini, mungkin waktunya menata hati. Ia ingin mengosongkan harapan dan mimpi tentangnya sebelum mengukir sebuah mimpi dan harapan pada-Nya. Pun cinta pada manusia. Ia sudah lelah. Ia ingin menyudahinya. Biarlah urusan cinta ini urusan-Nya. Makanya, ia berharap sekali agar Allah mau menghapus rasa cintanya untuk lelaki itu. Ia ingin agar ia bisa fokus pada hal-hal lain yang lebih penting dari pada sebuah perasaan. Namun segalanya itu butuh waktu kan? Gak bisa dibolak-balik dalam sekejab. Makanya, saat ini mungkin dengan menyibukan diri dan belajar melupakannya adalah yang terbaik. Dibanding berharap pada manusia namun kecewa lah yang akan dijumpa, maka ia lebih memilih untuk belajar memupuk cinta kepada-Nya. Karena akan ada saatnya kisah cintanya dimulai kelak. Entah dengan siapa jodohnya, ia pasrahkan saja semuanya pada-Nya.

"Nih," Farrel memberikan buku yang sengaja ia beli tadi sore di toko buku. Buku untuk adik perempuan tersayangnya ini.

"The Perfect Muslimah?" Farras bertanya sambil melihat sampul belakangnya. Lelaki itu mengangguk.

"Kamu tahu, Ras?" Farrel mengajaknya berbicara. Saat ini keduanya sedang menikmati malam di gazebo halaman belakang rumah. Sebenarnya, udah lama ia ingin membicarakan ini dengan Farras. Namun Farrel kira, inilah saatnya.

"Abang ingin ada dua bidadari di rumah ini. Pertama, bunda. Dan kedua, kamu." Ucapnya tulus sambil menatap Farras yang berkaca-kaca. Lalu lelaki itu terkekeh saat Farras memeluknya erat. Lelaki ini memang selalu tahu cara mengobati galaunya.

Biar pun bawel, hatinya mudah tersentuh untuk sebuah kebaikan. Kebaikan yang akan mengarahkannya untuk mendekat pada-Nya. Kebaikan yang akan menuntunnya ke dalam surga-Nya.

♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

Dina mendengus. Menyesal telah membuka instagram kalau munculnya itu orang. Ck! Dina malas menyebut namanya bahkan kalau bisa, ia pengin lupa dengan mereka. Ya, mereka. Gak perlu diperjelas kan?

Namun tetap saja gambar itu ia tatap lama. Melamun lalu mencebik. Matanya beralih pada boneka beruang coklat di pojok kamar. Lalu melempar ponselnya ke atas tempat tidur.

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang