Pesona Lelaki-Lelaki Adhiyaksa (Part 5-End)

16.3K 1.1K 293
                                    

"Dia aja tujuh belas tahun udah nikah, bang! Lo kapan, bang?"

Preeet. Ardan menyumpah-nyumpah. Gerakan tangannya menyabuni mobil Opa dengan sabun langsung berhenti. Farrel terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Lelaki itu sibuk menyikat ban mobil. Sementara Ferril yang melempar pertanyaan itu malah cekikikan. Sabunnya kemana-mana. Ando sampai menyembur-nyembur karena sabunnya terkena mulutnya.

"Tauk!" Dina turut menyetujui. Gadis itu sibuk menanam bibit mawar di pot. "Katanya lo adalah cucu laki-laki tertua Opa. Jadinya lo yang kudu duluan nikah! Tunggu apalagi!"

"Nyuruh nikah kek nyuruh bayarin makan yak! Enak banget ngomongnya!" Ardan mendumel. Tangannya mulai lagi menggosok mobil dengan sabun. Mukanya udah senewen garis keras gara-gara topik yang masih santer itu. Dikira, nikah muda gampang? Ini bukan soal materi loh. Tapi Ardan merasa bahwa secara mental, ia belum siap biar kata usianya udah 20 tahun. Membangun jiwa siap menikah sedari muda itu susah! Gak kayak bangun rumah bareng kamu!

Adhiyaksa terkekeh mendengar celotehan cucu-cucunya. Lelaki itu malah duduk di teras dengan Adel yang minta dibacakan sebuah cerita. Gadis kecil itu mencerewetinya dengan menunjuk-nunjuk gambar yang ada di dalam.buku itu. Sementara ia, sesekali geleng-geleng kepala akan ulah cucu-cucunya yang kompak mem-bully Ardan.

Yeah! Gak ada yang lebih seru selain mendengar bully-an mereka walau ujung-ujungnya, ia pasti akan mengingatkan cucu-cucunya supaya tahu batasan agar tak ada yang sakit hati. Tapi kalau Ardan sih udah gak usah dipikirin lagi hatinya, wong hidupnya aja gak pernah dipikirin. Dan....Dan....

"Nikah itu bukan perkara mudah," Oma angkat bicara. Wanita itu baru saja tiba di teras sambil membawa perkedel, ubi goreng, tahu goreng, tempe goreng dan cumi goreng buatan Farras. Gadis itu masih sibuk di dapur. "Apalagi buat Ardan." Tambahnya yang membuat para cucu kompak terbahak kecuali Ardan. Ferril sampai memegang erat kap mobil, hampir jatuh. Omanya juga suka sekali meledek Ardan.

"Bener tuh, Oma! Umurnya boleh lebih tua, tapi masih dewasaan Farrel!" Dina mulai lagi. "Aah gak usah Farrel lah, terlalu dekat jaraknya. Ando aja lah atau Agha kalo perlu!" Timpalnya. Oma geleng-geleng kepala. Lagi-lagi para cucunya terbahak.

"Kayak lo udah dewasa aja!"

"Yeee seenggaknya, gue lebih bisa berpikir dari pada elo yang gak pernah mikir!" Seru Dina lalu terbahak.

Adhiyaksa sampai menahan kikikan. Perutnya sampai ngilu gara-gara kelakuan dua kembar ini. Bibir Farrel malah berkedut-kedut gembira. Gak bisa nahan tawa. Pun Ferril yang sudah terbahak puas.

"Tapi hati-hati loh!" Farras muncul dengan cemilan yang terakhir digoreng, langkahnya diikuti Anne. "Tahu-tahunya Bang Ardan duluan yang nikah!'

"Nah itu tuh!" Ardan seneng ada yang belain. Ando mesem-mesem mendengarnya. Terlebih Agha yang gak berhenti ketawa sejak tadi. Tawa Agha seolah menyiratkan bahwa itu tidaaaaaak mungkin!

"GAAAAK MUNGKIIIIN!" Rain berteriak paling depan. Wajah gadis itu sudah belepotan dengan tanah. Belum lagi keringat-keringatnya. Dina terbahak. Gak kuat sama ekspresi 'gak mungkin'-nya Rain. "Bisa tumpengan sekomplek kalau beneran," lanjutnya.

Lagi-lagi teras rumah itu dipenuhi tawa.

"Lagian, ngomporin nikah muda sama Ardan!" Tiara yang baru muncul gegera sakit perut langsung ikut mem-bully. "Kayak yang punya calon aja!"

"Kayak yang ngomong gak ngaca aja!" Ardan balas mencibir.

Opa dan Oma mereka sudah terpingkal-pingkal. Tiara mendengus, ingin mengeteki bocah itu tapi berhubung ia masih kece begini, malas banget ngeladenin Ardan yang udah gak pakek baju, bau pula. Belum lagi kolor hijau terang itu sudah basah. Tapi yang namanya Ardan gak malu lah.

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang