Pertama Kalinya (1)

147K 3.1K 50
                                    

"Irfan!" Seru Icha saat menemukan sosok yang ia cari-cari sejak tadi.

Ternyata laki-laki itu sedang asyik dengan buku otomotif di tangannya. Lelaki itu menoleh dengan senyum lebar saat menjumpai Icha yang berjalan mendekatinya.

"Kau mau cari buku juga? Biar ku traktir!" Ujar lelaki itu dan Icha langsung mengangguk.

Wanita itu dengan cekatan berjalan menuju novel-novel religi yang sudah lama diincarnya tetapi belum sempat ia beli. Dan dalam sekejab saja, ia sudah menemukan beberapa novel yang ingin dibelinya.

Irfan menatapnya dari kejauhan sambil tersenyum kecil. Lama sekali mereka tak berjalan seperti ini. Mungkin sembilan atau sepuluh tahun yang lalu.

Setelah membawa dua buah buku otomotif, lelaki itu segera menghampiri Icha yang sudah memeluk lima novel di tangannya. Ia segera mengambil alih novel itu tanpa permisi dan Icha memberikan izin tanpa canggung sama sekali.

"Kau datang setelah mengajar atau berangkat dari rumah?"

"Setelah mengajar, Fan. Kalau pulang nanti susah izinnya." Ungkapnya dan disambut tawa kecil Irfan.

Lelaki itu teringat kelakuan suami wanita di dekatnya ini yang sangat posesif. "Dia di rumah memangnya?"

"Di rumah sakit."

"Lalu?"

"Kau lupa kalau aku masih tinggal di rumah mertua?"

Irfan mengangguk-angguk. Ia melihat ke arah pandangan Icha. Wanita itu sibuk melihat novel-novel di hadapannya.

"Kau betah disana?"

"Tentu saja."

Laki-laki itu menghela nafasnya. Ia bersyukur jika rumah tangga Icha baik-baik saja.

"Kau kapan menikah?" Tanya Icha saat wanita itu menyudahi pencarian novelnya.

"Aku?" Lelaki itu bertanya balik dan dengan polosnya Icha mengangguk. "Entahlah," cetusnya kemudian yang membuat Icha mencubit lengannya. Laki-laki itu tertawa kecil.

"Aku punya asisten yang cantik. Kalau kau mau biar ku kenalkan."

Irfan nampak berpikir sejenak namun dalam lima detik saja ia sudah menggeleng. "Aku maunya kamu, Cha. Tak ada yang lain," dan setelahnya ia ditampar kuat-kuat oleh Icha. Irfan terkekeh. Seolah-olah yang diucapkannya bercanda padahal ia benar-benar serius. Sayangnya, Icha memilih laki-laki lain.

"Aku masih heran kenapa kau mau dengan lelaki macam Fadlan," sungut Irfan saat keduanya melangkah menuju kasir.

Icha mengangkat sebelah alisnya saat mendengar kalimat 'lelaki macam Fadlan'. Apa maksudnya?

"Ku pikir, lelaki seperti dia itu membosankan. Kau tahu betapa kakunya dia. Meski yah....ku akui dia patut dibanggakan. Wajahnya yang tampan, mapan dan tentu saja baik." Lanjut Irfan. Lelaki itu membayangkan Fadlan mulai dari sejak pertama mereka bertemu hingga terakhir tiga tahun lalu.

"Dia akan seperti itu pada orang baru, Fan. Tapi padaku....sejak pertama bertemu, ia tak sekaku saat bertemu pertama kali dengan orang lain." Ucap Icha. Tangannya menyerahkan dua novel pada Irfan untuk dibayar.

Irfan mengangguk-ngangguk. Ia mengerti. Siapa pun yang sedang jatuh cinta memang akan terlihat kontras sekali dengan kepribadiannya di hari biasanya.

"Ada banyak hal yang belum aku tahu tentangnya dan begitu pun sebaliknya. Hal itu membuat kami sama-sama belajar tentang diri masing-masing. Aku mengerti kenapa Allah menjodohkanku dengannya. Karena ia menutupi kekuranganku dan begitu pun sebaliknya."

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang