46. Hug Me

38 4 1
                                    

"Hallo, Dista!" sapa Lisa pada kekasihnya yang sedang bersandar di brankar.

Senang sekali rasanya hari ini ia mendapat kesempatan untuk memeriksa perkembangan kondisi Dista. Begitu juga dengan Dista, dalam hatinya ia sangat ingin sekali mengungkapkan banyak hal pada kekasihnya yang semakin cantik dimatanya di tambah Lisa yang sedang memakai snelli.

Setelah 3 bulan dari Dista dinyatakan telah melalui masa komanya, keadaan Dista kian hari kian membaik, setelah sensori pendengarannya yang menjadi pertama kali bekerja kembali, keesokan harinya disusul dengan matanya yang sudah dapat terbuka dan berkedip, sampai hari ini Dista sudah dapat kembali mengeluarkan suaranya, meski masih terdengar lemah dan belum diperbolehkan untuk terlalu banyak bicara. Ia juga sudah mulai menjalankan terapi untuk mengembalikan masa ototnya.

"Lis," panggil Dista dengan suara yang masih lemah pada Lisa setelah melakukan tugasnya.

"Istirahat, ya. Aku bentar lagi selesai, nanti habis itu aku bakalan ke sini lagi," kata Lisa dengan senyum yang tidak bisa ia tahan.

"Aku lanjut dulu," pamit Lisa.

"Senang banget nih, ya, hari ini bisa dapat jadwal di ruangan doi," goda salah satu rekannya sehabis keluar dari ruangan Dista.

"Iya, dong. Gue duluan, ya, biar cepat selesai dan bisa balik ke ruangan doi," kata Lisa pada rekannya yang bernama Lala.

Rasanya menjadi dokter muda di umur 23 tahun, Lisa merasa nano-nano. Disatu sisi rasanya senang karena cita-citanya terwujud, disatu sisi ia harus mengeluarkan tenaga dan pikiran ekstra, seperti malam tadi ia baru sampai rumah harus kembali lagi ke rumah sakit karena tugasnya tiba-tiba menyuruhnya untuk datang pada saat itu juga dan berakhir sampai siang ini ia belum sama sekali masuk ke alam mimpi.

Lisa memeriksa kembali semua daftar pekerjaannya dibuku catatannya, dan mengehela nafasnya lega saat melihat daftar tertandai semua.

Jam dinding menunjukkan pukul 14.00 saat ia meliriknya. Lisa melepaskan snellinya dan menggantungkannya ke tempat asal, lalu ia melangkahkam kakinya keluar dari ruangannya dan berjalan ke menuju ruangan Dista.

Saat memasuki ruang inap Dista, pemandangan yang pertama kali ia lihat ialah Dista tertidur. Ia menarik kursi yang di samping brankar Dista lalu mendudukinya.

Memandangi Dista sambil mengucapkan ribuan syukur, karena kekasihnya tersebut dapat melewati masa koma yang lama. Tidak terasa ia juga tertidur dengan bantalan lipatan kedua tangannya.

Sementara Dista sebenarnya sudah terbangun sejak Lisa menarik kuris di samping brankarnya tadi, tapi ia berpura-pura masih tertidur agar Lisa juga dapat berisitirahat, karena saat Lisa memeriksa kondisinya, Dista melihat mata Lisa yang terlihat sangat lelah dan mengantuk.

"Thanks for stay with me, Lis," ucap Dista sangat pelan, lalu tangannya bergerak perlahan menuju puncak kepala Lisa untuk mengelusnya.

Elusan lembut dan pelan di puncak kepala Lisa mengganggu tidurnya, Lisa mengerjapkan beberapa kali matanya untuk menyesuaikan penglihatannya. "Ada yang sakit, Dis?"

"Nothing, Dear."

Lisa mengangguk disertai senyum manisnya. "Dari malam tadi aku nggak pulang, Dis. Masa pas aku balik dari sini kan, sampai rumah, terus disuruh balik lagi, karena malam tadi IGD sibuk banget dan perlu beberapa dokter, terus dokter senior pada di luar kota dan dokter intern yang pada stay dekat rumah sakit disuruh nanganin," kata Lisa yang menjadi rutinitas untuk menceritakan kesehariannya pada Dista.

Dista menyunggingkan senyuman tipisnya. "Udah ada tidur?"

"Tadi, baru sempat."

"Tidur lagi gih!"

PersistWhere stories live. Discover now