12. Kenyataan Pahit

250 24 0
                                    

Lisa bangun dari tidurnya dan menatap sebentar dirinya di pantulan kaca sebelum pergi ke kamar mandi.

Sangat-sangat buruk keadaannya sekarang saat ia bercermin. Mata bengkak dan memerah. Bagaimana tidak seperti itu kalau ia baru saja tertidur pukul 04.00 WIB tadi dan sekarang menunjukkan pukul 05.00 WIB. Berarti ia hanya tertidur satu jam setelah menangis semalaman.

Tidak ada anak yang tidak sedih, dan menginginkan perceraian orang tua. Tidak ada anak yang ingin menjadi anak broken home. Tidak ada yang mengiinginkannya. Setiap anak pasti menginginkan keluarga utuh dan harmonis.

Lisa mencoba menerima semua kenyataan pahit ini, meskipun sulit. Ia semalaman terus menguatkan diri kalau hidupnya akan baik-baik saja ke depannnya, walaupun kedua orang tuanya menyatakan bercerai.

Ia berpikir, bagaimana pun menangisi kenyataan orang tuanya bercerai apakah dengan air mata akan membuat keluarganya utuh lagi. Tentu saja tidak, dan alasan orang tuanya bercerai, mungkin saja itu jalan yang terbaik buat Ayah dan Ibunya ke depan. Sedangkan untuk dirinya akan terbentuk jadi pribadi anak yang lebih kuat dan mandiri dari sebelumnya.

Merasa cukup menatap dirinya yang sangat terlihat kacau, Lisa langsung beranjak ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.

Lisa juga menguatkan dirinya sendiri untuk tidak salah jalan gara-gara perceraian kedua orang tuanya. Bagaimana pun juga ia harus melanjutkan kehidupannya, ia tidak akan mengorbankan hidupnya yang masih panjang hanya untuk meratapi perceraian ke dua orang tuanya. Bagaimana pun juga ia harus tetap memiliki masa depan yang cerah, dan itu tidak boleh lenyap hanya karena keegoisan orang tuanya. Kalau masa depannya lenyap, tentu itu akan sangat merugikan dirinya sendiri.

Setengah jam melakukan ritual di kamar mandi, Lisa keluar sudah lengkap berpakaian seragam sekolah. Kemudian ia berjalan ke meja rias untuk mempoles sedikit make-up agar membantu wajahnya tidak terlalu jelas memperlihatkan ciri-ciri orang sehabis menangis.

"Baru aja Bibi mau ke atas," ujar Darmi saat melihat Lisa menuruni anak tangga terakhir. "Bibi udah siapin nasi goreng, ayo makan, Non. Non Lisa malam tadi melewatkan makan malam."

Lisa hanya mengangguk, dan kemudian mengikuti langkah Darmi ke dapur. "Bibi temanin Lisa makan," ujar Lisa setelah Darmi menyendokkan nasi goreng ke piring Lisa.

Lisa minta temani Darmi untuk makan, tidak hal yang asing lagi karena Lisa sering menyuruh Darmi untuk makan bersama dengannya karena ia merasa kesepian kalau duduk di meja makan hanya sendiri. Tidak hanya Darmi, Budi ---supirnya juga ia ajak untuk makan bersama.

Darmi dan Budi sudah bekerja di rumah Lisa sejak Lisa kecil, dan mereka berdua juga pasangan suami istri. Ia menganggap Lisa itu sudah seperti anak buat mereka berdua karena pasangan suami istri ini sampai sekarang belum dikarunia anak.

Walaupun, Lisa menganggap Darmi dan Budi sudah seperti keluarga sendiri. Darmi dan Budi juga sudah menganggap Lisa seperti anak, tetapi mereka berdua masih tahu batasan. Mereka berdua disini dibayar untuk melakukan pekerjaan sesuai yang diperintahkan pada perjanjian awal. Darmi sebagai asisten rumah tangga, dan Budi sebagai supir Lisa. Jadi, Darmi dan Budi tidak akan pernah memanfaatkan kebaikan orang tua Lisa maupun Lisanya.

Di rumah Lisa emang hanya terdapat satu asisten rumah tangga dan satu supir sekaligus tukang bersih taman dan kolam renang karena itu sudah cukup untuk mengurus rumahnya berlantai dua dengan ukuran minimalis. Rumahnya yang sudah ia tempati hampir empat tahun ini. Rumah baru untuk meninggalkan luka lama setelah insiden Kakaknya meninggal.

PersistWhere stories live. Discover now