01

6.1K 433 71
                                    


🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

"Mas Roman, dengarin aku. Mas Roman, hallo. Yang mulia Roman Zulkarnain. Aku di sampingmu. Tolong dengarin a....."

Detak jantung Roman seakan berhenti bekerja, mana kala tangannya menyentuh pinggang Lembah yang tubuhnya hampir jatuh karena licinnya lantai toko selepas dipel.

Mata Lembah kesulitan berkedip saat atensinya tidak sengaja memfokus pada wajah dan juga mata Roman yang terlihat meneduhkan.

"Ya Tuhan. Ternyata mabuk nggak harus minum bir. Lihat muka cowok kertas ini aja bisa mabuk," batin Lembah.

Sadar dengan keadaan sekarang. Roman seketika melepas tangannya dari pinggang Lembah, dan itu membuat Lembah jatuh hingga pantatnya membentur lantai.

Alih-alih merasa bersalah, Roman justru beristighfar dan segera masuk ke toilet untuk mencuci tangan.

"Kurang ajar! Tulang ekorku ya Tuhan...."

Lembah berusaha berdiri. Dia berpegangan pada rak buku di toko itu. Dia meringis memegangi pantatnya. Sesaat kemudian Roman keluar dengan keadaan rambut basah.

"ROMAN!" lembah berjalan buru-buru menghampiri cowok itu. "Sampe tulang ekorku patah atau keperawananku hilang, kamu harus tanggung jawab!"

Kening Roman mengernyit.

"Kenapa?!"

"Saya habis cuci tangan. Tadi tangan saya nyentuh pinggang kamu," justru ini yang Roman katakan.

"Ya Tuhan. Kenapa nggak sekalian mandi junub! Potong tangan kamu yang udah nyentuh pinggang sexiku! Ayo potong! Potong!"

"Jangan sentuh saya, Lembah Manarta!"

"Nggak mau, Roman Zulkarnain! Apa, ha?!"

Roman menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Baik, baik. Dari tadi kamu ngikutin saya terus. Saya tidak bisa bekerja gara-gara kamu. Sekarang saya tanya baik-baik. Kamu mau apa datang ke toko saya?"

Lembah berdehem. Dia rapikan kerudungnya yang hanya selempang dan menutupi ubun-ubun saja.

"Mau nanya kapan jadi ke rumah buat ngomongin pernikahan." Terlihat jika Lembah gengsi.

"Kata Tegar, kamu tantrum kalau bahas nikah. Jadi, daripada toko saya ini kamu obrak-abrik. Lebih baik tidak usah dibicarakan."

"Mas Roman yang terhormat. Kali ini aku serius. Aku mau nikah sama Mas Roman. Mahar 5rb juga boleh. Nggak masalah kalau Mas Roman cuma punya toko buku."

"Saya tidak mau," jawab Roman.

Mata Lembah melotot.

"Maksudnya nggak mau nikah sama aku? Nolak? Aku ditolak? Roman? Jangan sampe nama kamu berubah jadi Romantan dalam sejarah Lembah Manarta ya!"

Laki-laki pemilik toko buku itu menghela napas panjang. Dia berjalan meninggalkan Lembah di sana. Tidak mau ketinggalan, Lembah menyusul dan heboh mengomel di belakang Roman.

"Mas Roman yang saya hormati. Ini benar-benar tidak adil."

"Pulang, Lembah. Toko saya mau ditutup. Sudah masuk waktu ashar."

"Nggak. Jawab dulu pertanyaanku. Kita kapan jadi nikah? Jangan bilang kalau kamu bakal ninggalin aku. Roman, aku bisa datang ke acara nikahanmu sekalian bawa obor. Aku bakar tenda sama pelaminanmu. Ini menyangkut wasiat mendiang nyokap-bokap."

September is Ours (TERBIT)Where stories live. Discover now