07

5K 451 221
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

Untuk pertama kalinya tidak ada perdebatan antara mereka berdua, tepatnya setelah pulang dari ndalem. Lembah tidak membuat ulah, dan Roman tidak perlu marah-marah.

Namun, di waktu pagi yang seharusnya ada roman di sebelah Lembah. Justru tidak ada.

Lembah mencari pria itu ke bawah, yang ia dapati justru Umi yang tengah mengaji di sofa ruang tengah.

Buru-buru Lembah menghubungi Roman.

"Saya sudah pulang ke kota. Kamu di pesantren dulu. Besok saya jemput."

"Kurang ajar!" pekik Lembah. Dia menutup sambungan telepon secara sepihak.

Bahkan ketika Roman menghubunginya lagi, Lembah tidak mau mengangkat. Lama ia duduk di atas kasur. Hatinya terus mengumpati Roman.

Pintu kamar dibuka.

"Sudah salat, nduk? Sarapan dulu, ayo."

Lembah mengangguk.

"Sudah, Umi. Lembah bentar lagi turun." Padahal sebenarnya dia belum salat.

Umi tersenyum lalu segera meninggalkan Lembah di sana.

"Roman kurang ajar! Lihat aja, gue tinggalin lo pas lagi sayang-sayangnya. Sialan, Roman sialan, sialan......." Kakinya menendang semua bantal yang berada di atas kasur.

***

Hari kedua setelah Roman meninggalkannya di pesantren. Alih-alih datang, justru ini sudah lebih dari perjanjian awal.

Roman bilang besok. Tapi kemarin dia tidak datang. Lembah tentu tambah kesal.

"Hari ini Zulkarnain datang. Jangan nangis lagi toh, nduk. Dia pasti punya alasan."

"Alasan buat ninggalin Lembah di sini. Dia emang mau Lembah jauh-jauh dari dia," balas Lembah cukup ketus.

"Yasudah, nanti kamu marahi Zulkarnain kalau sudah sampai. Tapi, makan dulu. Dari kemarin kamu mogok makan. Ndak baik nyiksa diri, siksa Zulkarnain saja nanti, ya. Ayo makan."

Lembah menggeleng kepala.

"Biarin aja. Nanti biar Roman masuk penjara karena udah melakukan percobaan pembunuhan ke istrinya."

"Astagfirullah. Tidak begitu juga, Lembah."

Gadis itu menggeleng kepala. Dia menarik selimut lalu menutupi semua tubuhnya dengan kain itu.

Umi menghela napas panjang. Dia tidak bisa membujuk Lembah sama sekali.

Dan, tidak berjarak jauh. Suara klakson mobil terdengar.

"Zulkarnain sudah datang. Umi tinggal, ya."

Tidak ada jawaban.

Begitu Umi turun dan melihat Roman masuk ke dalam Rumah. Satu sandal langsung mengenai punggung Roman.

Dia menoleh, hendak marah. Tapi ternyata itu Umi.

"Siapa yang ninggalin istrinya di dua hari pernikahan, ha?!"

"Umi, Zul kan sudah izin." Dia mengusap punggungnya yang benar-benar terasa panas.

"Izinnya sehari. Itu istri kamu sampai mogok makan, tidak mau dengarin ucapan Umi. Itu semua gara-gara kamu, Zulkarnain!"

September is Ours (TERBIT)Where stories live. Discover now