05

5.4K 473 251
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

Untuk kesekian kalinya Lembah menarik napas panjang, ketika ia dan Roman melaksanakan salat subuh berjamaah dan do'a Roman sangat panjang.

Lembah yang biasanya ketika salat hanya membaca surah An-Nas dan juga Al-Ikhlas, dibuat kaget ketika Roman membacakan surah panjang di Salat ini.

"Ya Allah ngantuk banget. Tolong kasih petunjuk ke orang yang di depan hamba supaya do'a nya udahan. Maaf ya Allah, bukan durhaka. Tapi iman hamba memang lembah," ucap Lembah dari belakang.

Roman mendengar? Tentu. Dia dengar apa yang Lembah katakan. Bahkan beberapa kali kening Lembah terjedot ke punggung Roman karena kantuk.

Lembah melirik ke depan.

"Masih lama?" Tanyanya.

Roman tetap fokus lanjut berdo'a. Lembah menarik napas panjang, baru ia tetapkan kepalanya saat Roman berucap Alhamdulillah.

Roman mengulurkan tangannya ke arah Lembah. Balas Lembah menciumnya.

"Lama banget do'anya sumpah."

Roman memukul pelan kepala Lembah dengan pecinya.

"Kalau sedang salat, jangan bicara!"

Lembah memutar bola mata malas.

Pagi itu mereka segera keluar dari kamar. Di dapur sudah ada asisten rumah tangga yang Umi suruh memasak di rumah itu.

Umi-Abi, dan juga Rabu sudah berada di meja makan. Jadi, ketika melihat Lembah serta Roman keluar kamar. Mereka senyum-senyum sendiri.

"Mereka pasti ngira kita udah gituan. Hahaha. Lihat mukanya pada senyum," bisik Lembah saat berjalan bersama Roman.

"Aku buat makin percaya ah."

Kening Roman mengernyit mendengar ucapan Lembah. Dan secara tiba-tiba Lembah berjalan mendahului. Mata Roman melotot saat melihat tingkah Lembah.

Dia berjalan dengan kaki yang sedikit merangkak. Yang berada di meja makan seketika menutup mulut menahan tawa.

"Lembah." Roman berlari menarik tangan gadis itu.

"Biar mereka makin mengira kalau kita udah gituan, Mas. Seru tau. Nanti aku pura-pura meriang aja. Soalnya habis disiksa sama kamu......."

Roman menggigit giginya tanda marah dan juga kesal dengan tingkah Lembah.

"Pagi, Abi-Umi, adek Kamis."

"Rabu!" Jawab laki-laki yang tingginya hampir sama dengan Roman.

"Pagi, nduk. Pasti lapar toh? Cepat makan," kata Umi.

Lembah tersenyum melirik ke sebelah di mana wajah Roman sudah terlihat kesal.

"Zulkarnain, tambah hari lagi lah kalian di sini. Seminggu atau dua Minggu. Rabu juga tidak terlalu sering tidur di rumah ini. Kalian di sini saja dulu."

Mata Lembah melotot. Tidak. Dia tidak ingin di rumah ini lagi. Lembah sudah parno sebab Roman terus menakut-nakutinya.

"Boleh, Abi. Tapi tidak bisa sampai seminggu. Mungkin dua atau tiga hari saja. Banyak kerjaan di kota. Jadi, tidak bisa ditinggal lebih lama. Tapi, InsyaAllah kami akan sering-sering ke pesantren, Abi."

Lembah menatap wajah Roman lebih dekat. Tanda ia bertanya apakah Roman benar-benar menjawab demikian.

"Umi, rumah Rabu ini memang angker ya?" Tiba-tiba Lembah bertanya.

September is Ours (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang