22. BERSAING

7 2 0
                                    

Setelah memakan sarapanku akupun kembali berbaring. Dan tak lama telinga ku menangkap suara pintu berderit. Aku pun sedikit membuka mataku. Mataku terbuka Sempurna untuk memastikan apa yang kulihat ini nyata.

" Separah itu ya luka Lo? Sampek masuk rumah sakit kaya gini? ma.... "

" Gak usah minta maaf lo gak salah!"

" Tap....... "

" Daripada terus minta maaf mending ngan suapin gue deh. Pasti bawa bubur kan buat gue? "

" Ge er!! "

Katanya masih jual mahal namun ia tetap mengeluarkan kotak bekalnya.

" Tapi gue gak sempet buat bubur tadi jadi nih bekal gue "

Katanya melanjutkan sambil menyodorkan kotak bekal nya itu.

" Engga usah buat lo aja kalau gitu "
Ia menggelengkan kepalanya kemudian tetap menyodorkan kotak bekal itu.

" Beneran buat lo aja. Gue sudah makan tadi. Bekalnya buat lo aja "

Aku menggelengkan kepalaku. Ia menghela nafasnya berat kemudian kembali menggeledah tasnya lagi. Dan mengeluarkan kotak bekal yang satunya.

" Ini bekal gue "

" Jadi yang ini beneran khusus lo bikin buat gue? "

Ia tak menjawab iya ataupun tidak  ia tetap diam. Diamnya ini sudah menjawab pertanyaan ku.

" Cie peduli!! "

Kataku menggodanya. Pipinya bersemu merah membuat wajahnya terlihat sangat imut.

" Sebagai permintaan maaf aja ge er lu "

" Minta maaf kok tiap hari. Bilang aja kalau  kangen sama gue !! Secara kan gue tak masuk sekolah beberapa hari ini. "

Wajahnya semakin bersemu. Aku ingin kembali menggodanya tapi ia menyumpal mulutku dengan roti berselai yang yang ia bawakan tadi.

" Diem deh mending lo makan!! "

Katanya galak akupun tersenyum. Aku menatapnya intens tanpa berkedip dengan bibir yang tersenyum lebar walaupun penuh dengan roti. Kulihat wajahnya kembali merona. Akupun terus tersenyum tiba tiba tangan miliknya menampar pipiku pelan.

Aku ingin protes namun kerena mulutku sedang penuh aku tersedak. Ia panik kemudian mengambilkan aku air. Aku pun meminum air itu dengan tergesa hingga satu gelas tandas dalam beberapa menit.

" Pelan pelan makanya!! "

" Lo nampar gue Cinta. Lo pikir ga sakit "

Kataku marah terlihat raut penyesalan di wajah manisnya tapi kali ini aku akan tetap berpura pura marah.

" Morning my brother!! "

Kata seseorang itu seraya membuka pintu membuat fokus kami langsung tertuju kepadanya. Senyuman di bibir pria itu mengembang melihat disini ada Cinta. Kulihat wajah Cinta seperti kaget.

" Loh kak Rafka? "

Beo Cinta tak mengerti. Bang Rafka mendekat ke arah kami kemudian menyenderkan tangannya di bahu Cinta. Tapi Cinta menepisnya. Aku tersenyum smrik melihat penolakan dari Cinta.

" Oh lo dah kenal sama dia Cin? "

Cinta mengangguk kaku. Akupun menatap Bang Rafka yang menatap Cinta dengan intens membuat gadis itu merapat ke brankar ku.

" Kenalin dia  Bang Rafka kakak gue dan Bang ini Cinta pacar gue. "

Kataku membuat Bang Rafka ataupun Cinta mengerutkan keningnya. Aku mendapatkan tampolan keras dari Cinta.

" Sejak kapan kita pacaran?? Dasar pembual "

Kata Cinta mempermalukan aku kemudian beranjak pergi begitu saja.

" Jadi Cinta itu cewek yang lo demenin? "

" Iya dia calon pacar gue. Abang gak boleh ambil dia dari gue!!! "

Bang Rafka terkekeh. Aku benci dengan kekehan itu.

" Well, baru calon kan? Belum pacar? Gimana kalau kita bersaing? "

Kata Bang Rafka dengan senyuman yang memuakkan dimataku itu.

" Gak ada saing saingan. Cinta itu milik gue!! "

Kataku tegas amarahku sudah berada di ubun ubun. Kenapa manusia di depanku ini tak mau mengerti apa yang aku inginkan.

" Sebelum janur kuning melengkung pacar adek masih sah untuk di tikung!! Lihat saja nanti "

Kata Bang Rafka kemudian mengambil jaketnya yang tergeletak di atas sofa.

" Gue mau anterin kakak iparmu dulu "
Katanya tersenyum tengil membuat ku memalingkan wajah ia tertawa renyah. Aku meremas rambutku frustasi bayang bayang kejadian dulu bersama Dhiva membuat ku merasa takut kehilangan Cinta.

Flashback on

" Raka nyuri boneka kesayangannya Dhiva ya? "

Tanya Dhiva dengan nafas ngos-ngosan karena habis berlari dari rumahnya sampai dengan rumahku yang berjarak 100 meteran.

" Enggak!! Emang Dhiva taruh di mana? Raka bantuin cari ya? "

Kataku kemudian berdiri terikut mencari boneka yang di maksud oleh Dhiva. Kami mencarinya di sekeliling rumah ini tapi sudah 15 menitan mencari kami tak menemukannya.

" Nyari apa Cantik? "

Tanya Bang Rafka sok peduli . Aku menatapnya curiga.

" Mana bonekanya Dhiva? Pasti Bang Rafka kan yang nyembunyiin "

Tanyaku sarkas mencoba menangkap logat bicaranya Bang Rafka apa terlihat gugup atau tidak.

Tapi ia sangat pandai dalam hal itu. Iya ikut mengernyit tak paham.

" Biasanya yang nuduh itu yang nyuri "

Katanya melanjutkan pendapatnya aku menatapnya tak suka.

" Mana buktinya? "

Dhiva tak menghiraukan pertengkaran ku dengan Bang Rafka ia terus mencari dimana bonekanya. Ia membuka tas ku dan menemukan boneka kesayangannya berada disana.

Ia menatapku dengan mata yang memerah menahan tangis. Aku pun tak kalah terkejutnya aku memalingkan pandanganku  ke arah Bang Rafka ia tersenyum penuh arti memperkuat dugaan ku bahwa semuanya ini ulahnya.

" Dhiva aku gak tau kalau boneka mu ada di tas ku. Aku gak mencurinya "

Dhiva berlalu pergi aku ingin mengejarnya tapi tangan Bang Rafka menghalangiku.

" Bang Rafka keterlaluan tau nggak!!! "

Kataku membentak membuat mama yang tak jauh di dekat kami terikut menoleh. Sayangnya beliau hanya mendengar bentakan ku tak mendengar kesalahan yang di lakukan putra sulungnya.

" Raka jaga bicaramu jangan mengeraskan suara seperti itu kepada Bang Rafka  yang sopan "

Aku melihat wajah Bang Rafka yang menunduk seperti merasa bersalah. Aku berlalu dari sana menuju ke kamar. Aku muak dengan kemunafikan wajahnya itu. Aku muak dengannya.

Flashback off

Tak lama mama kembali ke ruangan ku. Aku memiringkan tubuhku.

" Ka "

Panggil mama aku tetap tak menghiraukannya. Ia menepuk pundak ku.

" Bang Rafka ma "

" Bang Rafka kenapa lagi? "

" Selalu rebut punya Raka!! "

Mama mengelus rambut ku halus.

" Mana ada, Bang Rafka itu memang jail ia cuma berbicara saja ia tak akan melakukannya sungguhan "

Kata mama memberikan ku pernyataan yang tak terbukti kebenarannya. Bang Rafka si perebut segalanya yang harusnya menjadi milikku.

Jangan lupa vote and comment ya. Makasih banyak udah mau baca ya. Mampir ke cerita aku yang lain juga ya.

bukan dia yang aku inginkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang