52. TIDAK PERDULI LAGI

9 2 0
                                    

Dengan langkah yang malas aku menapaki halaman luas yang sudah tak aku datangi hampir tiga mingguan ini.

Tempat ini menjadi salah satu tempat yang ku benci sekarang. Di dalamnya banyak makhluk makhluk munafik. Aku tak pernah menceritakan hari hari ku kecuali tentang Andri bukan? Itu karena tak ada cerita yang menarik dari mereka, teman separantaku.

Aku tak pernah akrab dengan siapapun, Aku susah untuk berbaur, itulah mengapa aku pindah agar aku bisa bersama Andri, teman masa kecil ku. Ada banyak kejadian yang membuat ku merasa tak ada teman yang baik kecuali teman yang ku kenal di masa kecil.
Tapi sepertinya untuk Cinta menjadi yang terkecuali.

Lalu tentang Chelsy yang mengaku menjadi sahabat kecilku tak juga ku ingat, walau aku sudah berusaha keras untuk memutar memori tapi tetap saja aku tak merasa mengenalnya dulu.

Langkah ku terhenti lantaran tubuhku di rengkuh seseorang, tepukan halus beberapa kali ku rasakan di punggung ku. Aku tak tersenyum, namun tak juga menolak, aku membiarkannya saja sampai ia mengurai rengkuhannya pada ku.

" Akhirnya lo sekolah juga? Udah sembuh? Gimana keadaan Tante Nova? Katanya dia sakit? "

Aku menatapnya datar kemudian berlalu begitu saja, aku baru saja menginjakan kaki ku di gerbang sekolah ini, tapi cowok tersebut menyerangku dengan berbagai pertanyaan basa basi.

Ia mengejar langkah ku untuk berjalan beriringan dengan ku. Kami menuju ke kelas. Bangku di sampingku terlihat kosong padahal hari ini aku berangkat cukup siang, bahkan tepat ketika aku memasuki kelas bel berdentang.

" Cinta di keluarkan dari sekolah, sedang Chelsy pindah sekolah setelah kejadian itu, kayanya sih Kak Erdwin deh yang bersikeras buat pindahin dia "

Katanya panjang lebar aku mengangguk saja.

" Nanti lo ada waktu? Kita ketemu di cafe biasa "

" Kenapa ga disini aja? "

" Kita butuh privasi "

Keadaan kelas sudah mulai ramai seperti pikiran ku saat ini.

" Gue tahu kata sabar yang gue ucapkan gaakan ngaruh buat lo. Gak akan buat lo langsung semangat, tapi karena gue orangnya ngeyelan gue tetep mau ucapin, yang sabar ya bro "

Tepukan halus aku rasakan di pundak ku. Aku mendongak lantas sedikit menarik sudut bibirku dengan menganggukkan kepala. Pembicaraan kami terhenti lantaran suara sepatu pantofel yang menggema di koridor. Terdengar menggema padahal aku yakin suara itu masih jauh.

" Ada PR, gue udah wa lo semalem kan? belom lo baca kan? Ga ada dispensasi dari Bu Aliya "

" Bodoamat, di hukum ya tinggal di jalanin, di marahin di dengerin, di skors ya enak gausah berangkat kesini, di keluarin ya udah gausah sekolah "

" Segitunya lo ngebenci dunia? "

" Gue bukan benci, gue hanya mengikuti arus, biar gue gak merasakan sakit yang sama ketika gue ngecoba melawan arus itu "

" Berarti lo tetap ngikut kalau arus bawa tubuh lo tertarik ke dalamnya? "

" Yah "

" Berarti lo pasrah aja ketika tubuh lo di tenggelamkan arus begitu saja "

" Gue udah bilang, gue mengikuti arus bukan pasrah dengan arus itu "

" Melawan arus memang butuh usaha yang berat, mungkin melawan rasa sakit juga, tapi mengikutinya juga bukan pilihan yang baik. Tubuh lo bisa terluka karena terombang ambing, terantuk bebatuan sungai, bahkan bisa tertabrak oleh barang barang yang hanyut jika lo gak ngehindar. So, buat menghindar lo butuh melawan arus bukan? "

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: a day ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

bukan dia yang aku inginkan Where stories live. Discover now