Bab 5

1.3K 134 59
                                    

"Kakak!"

Wanita yang mengenakan dress cute, tampak heboh melihat mobil yang dikendarai sang kakak memasuki area mansion. Senyuman mengembang sempurna di wajah cantik itu. Jeva melangkah menghampiri mobil Levin yang berhenti di depan pelataran mansion.

"Akhirnya Kakak pulang!" Jeva memeluk Levin dengan manja."Aku takut Kakak kenapa-kenapa," sambungnya dengan bibir mengerucut lucu.

Levin mengusap puncak kepala adik perempuannya dengan sayang."Kamu terlalu berlebihan mengkhawatirkan ku," balasnya.

"Wajar aku sangat khawatir, orang mana yang baik-baik saja saat ditinggal kabur."

Levin menghela napas pelan. Tatapannya beralih pada seorang pria muda yang terus berada di samping Jeva."Dia siapa?"

Jeva langsung menatap pria di sampingnya yang diam bak robot, tanpa menunjukkan ekspresi apapun."Ini bodyguard yang disuruh menjagaku. Aku kesal sekali dengan Ayah, padahal aku bukan anak kecil lagi," balasnya dengan nada kesal.

"Ayah sangat posesif sekali padaku. Padahal umurku sudah 20 tahunan, Kak," adunya sambil memeluk lengan Levin. Keduanya memasuki mansion.

"Wajar Ayah posesif, kamu berlian dalam keluarga ini."

Jeva mengulum bibirnya mendengar ucapan Levin. Ia semakin erat memeluk lengan sang kakak. Meskipun Jeva anak tengah, namun ia selalu diperlakukan seperti anak bungsu oleh Argio dan Naya. Jeva, putri satu-satunya dalam keluarga ini. Argio yang tengah duduk di ruang tengah, bangkit dari tempat duduknya kala melihat sosok putra pertamanya.

Argio merentang kedua tangannya, Levin langsung memeluk sang ayah. Argio menepuk-nepuk lembut pundak putranya. Ia menguraikan pelukannya sambil menatap wajah Levin.

"Apa perasaanmu baik-baik saja, Levin?" tanya Argio dengan penuh perhatian dan kekhawatiran yang tersirat di matanya. Argio sangat khawatir dengan keadaan putra pertamanya yang begitu terpuruk setelah pernikahannya dibatalkan karena sang pengantin wanita melarikan diri.

Levin menarik napas dalam-dalam, mencoba menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. "Aku baik-baik saja, Ayah," jawabnya dengan suara tetap tenang. Namun, sorot mata Levin mengungkapkan kesakitan dan kesedihan yang ia rasakan di dalam hatinya.

Tidak ada yang akan baik-baik saja ketika seseorang ditinggalkan tanpa kejelasan oleh orang yang mereka cintai. Levin merasa hancur dan kecewa karena telah meletakkan harapan yang begitu besar pada pernikahan itu. Ia merasa terluka dan terpuruk, tetapi mencoba untuk tetap kuat di hadapan semuanya.

Sepandai apapun Levin menutupi luka di hatinya, Argio tahu apa yang putra rasakan termasuk senyuman palsu yang Levin tampilkan.

"Ayah, jangan memandangku seperti itu," ucap Levin kala Argio memandang penuh iba padanya."Seiring berjalannya waktu, semuanya akan terlupakan," sambung Levin kemudian.

"Kenapa mendadak Ayah mempekerjakan bodyguard untuk menjaga Jeva?" Levin berusaha mengalihkan topik.

Argio melirik Jeva yang langsung membuang muka. Wanita itu masih kesal dengan ayahnya."Dia kedapatan main-main ke club_"

"Itu Javier yang mengajak!" Jeva dengan cepat menyela ucapan sang ayah.

"Tidak boleh memotong ucapan orang tua," tegur Levin pada sang adik.

"Aku hanya ingin meluruskan saja. Javier yang memaksaku, Yah. Lagipula aku tidak minum-minum alkohol," jelasnya. Yang patut disalahkan adalah kembarannya, Javier.

"Sama saja. Bahaya perempuan main-main ke tempat itu. Sudah tahu kembaranmu sedikit gila!" Argio kembali berucap. Jeva mengerucutkan bibirnya mendengar itu.
Sementara Levin tampak pusing melihat perdebatan antara ayah dan adiknya tersebut.


Geberan suara motor sport membuat pelayan yang ada di dalam rumah mewah itu buru-buru membuka gerbang. Seseorang yang mengendarai motor sport tersebut, segera memasuki area rumah mewah itu. Pria itu melepaskan helm yang ia kenakan, menampakkan wajah tampan menawan.

"Selamat datang, Tuan Javier," sapa pelayan dengan ramah. Namun, tampaknya Javier tidak menggubris dan itu adalah hal yang biasa bagi para pelayan dengan sikap Javier.

"Di mana Kakak?" tanya Javier.

Dua pelayan itu saling pandang, kemudian mereka kembali menatap ke arah Javier. "Tuan Levin, pagi tadi telah pulang ke Jakarta," jawab salah satu dari mereka dengan hati-hati.

Javier menghela napas panjang. Ia helmnya di atas motor lalu langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah milik Levin, yang dibeli satu tahun lalu. Dua pelayan yang melihat Javier masuk ke dalam rumah itu tampak panik.

"Jangan sampai Tuan muda Javier bertemu perempuan buta itu." Mereka berdua buru-buru menyusul Javier.

Di dekat kolam renang, Brielle tampak nyaman duduk di sebuah kursi yang menghadap ke arah kolam renang. Sambil menikmati terpaan angin sore yang begitu nyaman, ia memakan satu buah apel yang diberikan oleh pelayan.

Raut wajah Brielle terpancar kepuasan dan ketenangan, seolah-olah semua beban dan hari-hari buruk yang sebelumnya ia rasakan telah sirna. Suara gemericik air kolam renang memberikan suasana yang menenangkan, sementara sinar matahari senja yang memancar memberikan kilauan indah pada rambutnya yang tergerai.

Langkah tegas seseorang langsung terhenti ketika melewati area kolam renang. Mata Javier menyipit ketika menangkap sosok wanita bertubuh mungil yang duduk di dekat kolam. Dengan rasa penasaran, Javier melangkah menghampiri wanita itu. Ia sering datang berkunjung ke rumah ini, namun ini pertama kalinya ia melihat sosok wanita asing itu.

Suara langkah seseorang membuat Brielle menoleh, dan Javier langsung menghentikan langkahnya. Brielle tampak mencari-cari sumber suara tersebut. Javier yang melihat tingkah aneh wanita itu mengernyitkan keningnya heran.

"Ada apa dengannya? Siapa dia?" Javier langsung melontarkan rentetan pertanyaan pada pelayan yang datang menyusulnya.

Pelayan itu tampak ragu mengatakannya, namun ia juga tidak mungkin berbohong."Saya tidak tahu, tiba-tiba saja Tuan Levin pulang ke rumah ini membawa perempuan buta itu."

"Buta?" ulang Javier yang langsung diangguki pelayan."Kalian harus hati-hati, sekarang banyak penipuan, bisa saja dia pura-pura buta," ucapnya.

Dua pelayan itu langsung terdiam mendengar hal tersebut. Javier melangkah menghampiri Brielle yang semakin was-was.

"Siapa?" Brielle merentangkan kedua tangannya, meraba-raba sekitar.

Javier tersenyum miring melihat wanita itu tampak tak mengetahui posisinya yang berada di depan."Benarkah dia buta? Kenapa Kakak membawa perempuan kurus kerempeng seperti ini?" cibirnya pelan, dengan nada sinis yang sulit disembunyikan.

Javier menelisik penampilan wanita itu dari atas sampai bawah. Tampak seperti orang yang kekurangan gizi. Bahkan sangat tidak menarik dimata Javier yang suka berganti-ganti pasangan. Javier adalah sosok Argio di masa lalu, semua sifat buruk Argio saat muda terlimpah pada Javier.

Javier dengan sengaja maju ke depan membuat Brielle menubruk dada kokohnya. Wanita langsung mundur menjauh tanpa tahu siapa orang di depannya.

"Kamu siapa?" Brielle tampak was-was. Ia mundur ketika merasa langkah orang itu kembali mendekat. Bahkan aroma parfumnya sangat berbeda dengan aroma parfum pria yang membawanya ke rumah ini. Kali ini, Brielle mengandalkan indra penciumannya untuk mengenali seseorang.

"Akh!"

Brielle berteriak dan tubuhnya langsung jatuh ke dalam kolam yang berada di belakangnya. Dalam keadaan yang panik, ia berusaha muncul kepermukaan dengan keterbatasannya yang tidak bisa melihat. Javier diam memperhatikan wanita itu yang susah payah untuk muncul kepermukaan. Pasalnya, Brielle tidak bisa berenang.

~~~~

Terima kasih sudah membaca sampai selesai❤️

Berharap karya yang ini tidak diplagiatin lagi. Aku buatnya dengan effort dan mengorbankan waktu🤧

Javier dan Levin beda banget ya, wkwkwk

Visual Javier aku post di Instagram ku @Kissa_al07

Tandai kalau ada typo ya❤️

Love After HateWhere stories live. Discover now