Bab 6

1.3K 146 48
                                    

"Aduh, Tuan Javier kenapa dilihat saja!" Satu pelayan langsung melompat masuk ke dalam kolam ketika Brielle semakin tenggelam ke dasar kolam.

"Nanti saya dimarahi Tuan Levin jika terjadi apa-apa dengan dia." Pelayan itu tampak panik tanpa memperdulikan bagaimana reaksi Javier dengan ucapannya yang tak sopan.

"Kenapa menyalahkan ku, perempuan itu sendiri yang menjatuhkan dirinya ke kolam!" sentak Javier membuat para pelayan yang berkumpul di sana mengantupkan bibirnya rapat. Takut dan segan.

Mereka langsung menarik Brielle keluar dari kolam. Wanita tunanetra itu terbatuk-batuk sampai memuntahkan cairan bening dari dalam mulutnya, membuat Javier bergidik jijik.

"Perempuan ini sangat menyusahkan sekali. Seharusnya Kak Levin membuangnya ke panti sosial!"

Ucapan Javier bagai belati tajam yang menusuk tepat di ulu hati. Sangat menyakitkan dan membuat rongga dada Brielle seperti tercekik. Hawa panas langsung menyelimuti mata wanita itu. Sepertinya hidup yang ia jalani tidak bisa lepas dari kebencian orang-orang. Apa ia semenjijjkan itu?

Sepertinya semua orang memang tidak pernah menginginkannya, bahkan ayah tirinya saja tega menjualnya. Buliran air mata meleleh dari pelupuk mata Brielle, namun wanita itu tetap berusaha tegar.

"Saya tidak pernah berharap mendapatkan belas kasihan orang lain. Bahkan saya tidak pernah berharap dibawa ke dalam rumah ini. Jika Anda tidak menginginkan saya  di sini, cukup antarkan saya keluar dari rumah ini, saya akan pergi dari sini."

Brielle berusaha bangkit, ia memegang salah satu tangan pelayan di dekatnya."Tolong antarkan aku keluar dari rumah ini, aku akan pergi," pintanya dengan air mata yang semakin deras mengucur.

"Jangan, Nona harus tetap di sini," pinta pelayan, berusaha membujuk.

Brielle menggeleng."Tidak, aku harus pergi. Ini bukan tempatku. Ayo antarkan aku keluar dari rumah ini," ucapnya sedikit memaksa.

Javier yang melihat itu tampak muak. Baginya wanita di depannya sekarang hanya berakting saja. Tanpa perasaan ia menarik kasar pergelangan kurus Brielle lalu menyeretnya keluar dari rumah megah itu. Brielle meringis kesakitan merasakan sakit pergelangannya yang dicengkeram kasar.

"Tuan Javier jangan!" Para pelayan mengejar Javier yang terus menyeret Brielle. Beberapa kali Brielle jatuh tersungkur lalu dipaksa bangkit.

Lutut wanita itu tampak lecet dan mengeluarkan cairan merah. Tubuh rapuh itu langsung dilempar keluar dari teras dan bersamaan dengan kepala Brielle yang membentur vas bunga.

"Tuan, jangan seperti ini. Kasihan dia!" Yura, salah satu pelayan paling tua hendak menolong Brielle, namun Javier langsung menghalanginya.

"Biarkan saja perempuan itu. Jangan dibiasakan membawa orang asing ke dalam rumah ini, apalagi perempuan menyakitan seperti dia!" bentak Javier, membuat pelayan di sana ketakutan.

Sementara Brielle berusaha bangkit dengan tubuh yang sempoyongan akibat kepalanya yang membentur vas bunga. Tanpa wanita itu sadari, darah segar meleleh dari pelipisnya. Ia meraba-raba sekitar, mencari jalan keluar dari area rumah ini.

Beberapa kali Brielle jatuh tersungkur dan menabrak gerbang rumah itu karna tidak menemukan jalan keluar. Karna nyatanya tidak semua orang ber-uang dan kaya raya sudi menampung orang seperti Brielle yang hanya dianggap sampah dan kotoran yang menjijikkan.

"Angkat Tuan, tolong angkat." Yura terus bergumam penuh permohonan sambil menunggu telponnya diangkat oleh Levin. Ia tidak berani menentang Javier karena pria itu sangat keras daripada Levin.

Di tempat lain, Levin tampak menikmati momen kebersamaannya dengan orang tuanya. Mereka duduk bersama, tersenyum dan berbincang santai tanpa membicarakan kegagalan pernikahan Levin atau alasan kaburnya Salsa dari acara pernikahan yang akan berlangsung. Argio dan Naya, sangat memahami betapa sulitnya bagi putra sulung mereka untuk menghadapi kekecewaan tersebut.

Suara dering ponsel membuat obrolan keduanya terhenti. Levin melirik ponsel miliknya di atas meja lalu mengambilnya.

"Aku angkat telpon dulu," ucap Levin meminta izin yang langsung diangguki oleh Naya dan Argio.

Levin bangkit dari tempat duduknya lalu mengangkat telpon yang kini tersambung. Ia melangkah menjauh dari kedua orang tuanya.

"Kenapa tiba-tiba menelpon? Apa terjadi sesuatu?" Levin langsung melontarkan pertanyaannya sebelum Yura membuka suara.

"Tuan ..." Suara Yura terdengar gemetar seolah menahan tangis membuat Levin tampak bingung.

"Ada apa?"

"Itu Tuan ..."  Yura mulai menjelaskan semuanya termasuk tentang Javier yang mengusir Brielle. Bola mata Levin langsung membulat mendengar itu.

Belum sempat Yura menyelesaikan ucapannya, Levin langsung mematikan sambungan telpon. Ia langsung buru-buru menuju kamar miliknya untuk mengambil jaket dan kunci mobilnya.

"Ada apa dengan Levin, Mas?" Naya tampak heran sekaligus bingung melihat Levin yang tampak tergesa-gesa menuju kamarnya.

"Sepertinya terjadi sesuatu. Tunggu sebentar." Argio bangkit dari tempat duduknya lalu menyusul sang putra.

"Kamu mau ke mana Levin?" Argio masuk ke dalam kamar Levin. Pria itu tampak terburu-buru mengenakan jaketnya.

"Aku harus pergi ada urusan mendadak." Tanpa menunggu balasan Argio, Levin langsung pergi meninggalkan sang ayah. Pikiran Levin terus melayang pada Brielle. Bagaimana pun sekarang wanita itu tanggung jawabnya.


Ditengah keramaian jalan raya, seorang wanita bertubuh mungil berjalan tak tentu arah. Ia melangkah ke tengah jalan di mana para pengendara begitu ramai berlalu lalang.

"Aku takut," gumamnya dengan rembesan air mata yang semakin deras.

Sekarang Brielle benar-benar pasrah, bahkan jika ajalnya di jemput hari ini pun ia siap. Toh, tidak ada kebahagiaan yang ia dapatkan di dunia ini kecuali penderitaan dan kesedihan. Dengan hati yang pasrah Brielle terus melangkah semakin ke tengah jalan. Kebutaan yang Brielle rasakan sekarang adalah kesialan yang menjadi penderitaan untuknya.

Wanita itu tiba-tiba jatuh tersungkur ketika diserempet oleh sepeda motor. Tubuh kurus itu semakin banyak mencetak luka. Brielle berusaha bangkit, gaun indah yang ia kenakan kini sudah tampak kotor. Rambut yang tertata rapi kini sangat berantakan.

~~~~

Coba kalian pilih, update tiap hari tapi part-nya pendek atau part-nya panjang tapi updatenya seminggu sekali?

Ini cerita sad ya, yang suka cerita happy-happy bukan di sini tempatnya😁

Agak nggak manusiawi cerita ini, tapi seru bagiku yang ngetiknya😁

Love After HateWhere stories live. Discover now