Bab 11

1.4K 141 46
                                    

Sebelah alis Javier terangkat Ketika pintu terbuka, hal pertama yang ia lihat sosok Levin. Pria itu berdiri menatap sang adik dengan alis yang menukik tajam.

"Untuk apa ke sini?" Levin bertanya dengan nada tak suka. Alis Javier langsung bertaut melihat sikap Levin tampak berbeda.

"Ada apa denganmu, Kak. Aku memang biasa ke rumah ini. Memangnya tidak boleh?" Javier balik bertanya, merasa janggal dengan sikap Levin.

"Bukan begitu, maksudku jangan selalu keluar kota seperti ini."

Javier mencebikkan bibirnya tak paham dengan maksud Levin. Dengan sekali gerakkan ia langsung masuk ke dalam rumah membuat Levin tampak sangat terkejut. Levin segera menyusul Javier yang berjalan cukup cepat.

"Bisakah sopan saat masuk rumahku?"

Langkah Javier langsung terhenti, ia berbalik badan ke arah Levin."Ada apa denganmu, Kak? Aneh sekali, seperti aku orang asing saja."

"Apa Kakak lupa, aku mempunyai kekasih di kota ini, jadi wajar aku ke sini. Bagaimana pun aku harus bersikap adil dengan kekasih-kekasihku," sambungnya kemudian begitu bijak.

Levin berdecih sinis dengan ucapan Javier. Pria berpakaian gaya santai itu segera melangkah menuju kamarnya, dalam rumah ini tersedia tiga kamar. Levin kembali menyusul Javier, jangan sampai anak itu menemui Brielle. Ia tahu bagaimana mata jelalatan Javier bereaksi ketika melihat Brielle sekarang.

"Hey, siapa itu?"

Levin langsung menoleh ke arah taman. Belum sempat Levin mencegah, Javier sudah melangkah lebar ketika melihat sosok wanita dengan tubuh sintal bagai gitar spanyol. Javier menelan salivanya memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah yang berdiri membelakangi.

"Jangan ganggu dia, sekarang cepat ke kamarmu." Levin langsung menghalangi Javier yang hendak mendekati wanita itu.

"Tunggu, dia siapa? Jangan bilang dia simpanan kakak?" tudih Javier dengan wajah shock."Ya ampun, sekarang seleranya tidak jauh beda denganku. Baguslah kalau begitu, untung Kakak tidak menikah dengan Salsa yang kerempeng itu, apa yang mau dinikmati dari badan kurus itu!" cerocosnya frontal.

"Itu bukan kurus tapi ideal."

Levin segera menarik Javier menjauh dari Brielle. Beruntung wanita itu tidak berbalik badan. Ia tidak ingin adiknya melihat Brielle.

"Siapa nama perempuan itu, Kak? Bodynya lumayan, tapi aku belum sempat melihat wajahnya."

"Ah, badannya putih dan sangat bersih sekali. Bagaimana bagian dalamnya_"

"Jangan berpikir kotor seperti itu!" sentak Levin dengan pemikiran Javier.

Wajar orang tuanya percaya jika ada wanita yang mengaku-ngaku hamil anak Javier, jika pikiran adiknya itu kotor seperti ini. Bahkan ia tidak sampai berpikir kotor seperti itu pada Brielle.

"Masuk ke dalam kamarmu, kalau perlu jangan keluar sampai malam!"

Levin memasukkan Javier ke dalam kamar lalu menutup pintunya dengan rapat. Ia menghela napas panjang, lalu segera melangkah menuju taman.

"Brie?" Panggilan Levin yang cukup keras membuat wanita itu menoleh.

"Cepat masuk ke dalam kamar, jangan terlalu lama berada di sini," ucap Levin, menarik lembut pergelangan tangan Brielle.

"Kenapa harus ke kamar, apakah sudah malam?" tanyanya.

Levin diam tak menggubris. Ia terus menggiring Brielle menuju kamar. Namun, langkah Levin terhenti membuat wanita itu langsung menubruk punggung tegap Levin.

"Kenapa berhenti?" Brielle mengusap-usap bagian hidungnya.

Levin menghadap ke arah Brielle. Baru saja hendak membuka suara, entah datang darimana Javier tiba-tiba muncul.

"Ini bukannya?"

Levin langsung memeluk Brielle menyembunyikan wajah wanita itu dari sang adik.

"Hey, kenapa disembunyikan? Ini bukannya si buta itu? Wah, sekarang bentuk tubuhnya benar-benar berubah," ucap Javier dengan tatapan memuji.

Sementara Brielle yang mendengar suara pria yang kemarin mengusir dan menyakitinya, langsung membalas pelukan Levin. Ia tidak ingin bertemu dan bicara dengan pria itu. Darah Levin berdesir ketika Brielle memeluknya begitu erat.

"Menjauh darinya!" Levin melotot pada Javier dengan tatapan tajam yang penuh kekesalan. Ia merasa tidak suka dengan ucapan Javier dan ingin melindungi Brielle dari pandangan yang tidak sang adik yang seolah menelanjangi.

"Aduh pelitnya, aku hanya ingin melihat wajahnya. Jika tubuhnya semok seperti ini, bagaimana dengan wajahnya?" Javier cekikikan sambil terus menggoda Levin. Ia menikmati melihat raut wajah kesal Levin. Ah, Javier lupa kapan terakhir kali ia melihat wajah kesal Levin.

Levin merasa semakin marah dan frustasi dengan sikap Javier yang terus menggoda. Sementara Brielle diam menikmati aroma maskulin yang terasa lembut merasuk ke indra penciumannya. Bahkan jantungnya berdebar-debar dan membuat ia sedikit sulit bernapas karena kegugupan yang tidak bisa dikendalikan.

"Baiklah, aku akan pergi. Begitu saja pelit." Javier pergi meninggalkan keduanya, walau sesekali menengok kebelakang.

Perlahan Levin melepaskan pelukannya. Kedua tangannya terulur membenarkan rambut panjang Brielle yang tampak berantakan.

"Maaf, aku sedikit lancang. Aku hanya tidak ingin Javier mengganggumu," ucap Levin. Brielle tertunduk malu.


Seorang pria paruh baya dengan wajah yang penuh emosi menggebrak meja dengan keras setelah kalah dalam perjudian. Ia merasa frustrasi karena ia hampir saja menang. Pria itu tampak memakai pakaian yang berantakan dan memegang botol minuman alkohol yang selalu menemaninya setiap malam.

"Bapak!" suara sang putra memecah keheningan ruangan.

Pria paruh baya itu menoleh ke arah suara tersebut. "Ada apa?" tanyanya dengan suara parau.

Pria muda berusia 30-an duduk di samping sang bapak. Bagi pria muda itu, melihat bapaknya dalam keadaan mabuk dan selalu berjudi sudah menjadi hal yang biasa. Ia pun juga melakukan hal yang sama, bedanya ia senang sekali berhubungan dengan para wanita untuk memuaskan nafsunya.

"Aku membawa kabar penting."

"Kabar apa?"

"Brielle dibeli laki-laki kaya. Sudah pasti hidup anak itu nyaman dan terjamin."

"Benarkah?" Wajah pria paruh baya yang bernama Bram itu tampak berbinar. Sekelibat pikiran licik langsung muncul di kepalanya."Apakah kamu tahu di mana tempat tinggal laki-laki yang membeli Brie?"

Bayu menggidikkan bahunya."Aku tidak tahu tempat tinggalnya, hanya itu saja yang aku tahu. Bahkan Abe mendapatkan uang yang sangat banyak dari harga yang kita dapatkan saat menjual Brie."

Bram meremas botol alkohol ditangannya."Kita harus mencari keberadaan Brielle. Anak itu bisa menjadi sumber uang untuk kita."

Bayu manggut-manggut dengan ucapan sang bapak. Bahkan ia penasaran bagaimana kehidupan adik tirinya setelah dibeli pria kaya raya itu.

~~~~

Aduh bagaimana Brielle ditemukan? Apa yang akan terjadi?

Tandai kalau typo

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan komen.

Love After HateWhere stories live. Discover now