Bab 9

1.4K 172 67
                                    

Mata Levin terus menyorot ke arah Brielle yang digiring menghampirinya. Wajah wanita itu tampak lebih segar di tambah balutan make up tipis yang Yura poles di wajah putih pucat itu.

"Lumayan, tidak terlalu jelek," ucap Javier memandangi Brielle dari atas sampai bawah.

Brielle tampak terkejut dan takut ketika mendengar suara pria yang telah mengusirnya dari rumah ini. Kedua tangannya langsung memegang erat pergelangan tangan Yura. Levin bisa melihat ketakutan di wajah wanita itu saat mendengar suara Javier.

"Pindah ke tempat lain, dia takut denganmu," desis Levin memerintah.

Javier memutar bola matanya malas lalu bangkit dari tempat duduknya, pergi meninggalkan tempat itu. Kini, tatapan Levin beralih pada Brielle.

"Duduklah, dia sudah pergi." Levin menarik kursi untuk Brielle.

Yura menuntun Brielle duduk di kursi. Levin ikut duduk di samping wanita tersebut. Senyuman di wajah Levin perlahan memudar ketika melihat bercak merah yang masih tercetak di leher Brielle.

"Apa ini tidak bisa dihilangkan?" celetuk Levin pada Yura.

Pelayan tersenyum kikuk."Memang susah hilangnya. Bukankah kata Tuan ini alergi?"

Levin langsung mengantupkan bibirnya rapat mendengar itu. Brielle hanya diam mendengarkan percakapan keduanya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Levin.

"Baik," balasnya singkat dan datar.

"Baguslah kalau begitu. Hari ini aku akan pulang ke Jakarta, tapi bulan depan aku akan ke sini lagi untuk melihat keadaanmu." Karna Levin tidak ingin orang tuanya curiga dan mengetahui ia menyembunyikan seorang wanita di rumah ini. Dan sepertinya ia harus membungkam mulut Javier.

Tidak ada respon dari Brielle. Wanita itu tidak merasa keberatan atau sedih dengan kepergian pria itu, toh ia tidak memiliki ikatan emosional yang membuat ia sedih ditinggal pergi.


Levin memberhentikan mobilnya ketika memasuki area pekarangan mansion setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam. Javier lebih dulu keluar dari mobil lalu merenggangkan tubuhnya yang tampak kaku setelah duduk terlalu lama di mobil.

"Javier!"

Suara keras seorang membuat pria itu sontak menoleh. Javier tampak sangat terkejut ketika melihat sang Mama, berdiri sambil berkacak pinggang dengan alis yang menukik tajam. Sementara Levin yang baru keluar dari mobil tampak heran melihat raut kemarahan dari wajah Naya.

Naya melangkah lebar menghampiri Javier yang langsung berdiri di belakang Levin, seolah meminta perlindungan.

"Javier, bisa tidak sehari saja jangan membuat ulah?" sentak Naya."Tadi pagi perempuan asing datang ke sini dan bilang hamil anakmu!"

Mata Javier langsung membulat mendengar itu, ia langsung mendorong Levin dari hadapannya lalu mendekati sang mama. "Astaga, Ma. Aku tidak menghamili anak orang!" bantahnya tegas.

Naya tersenyum miris mendengar itu. "Benarkah? Tapi sikapmu yang nakal dan pembangkang, sulit membuat Mama percaya. Nakalnya kamu sudah di luar batas, Javier!" Napas Naya tampak tak beraturan.

Bagaimana pun, Naya tak ingin di antara dua putranya melakukan hal yang sama seperti yang suaminya lakukan di masa lalu. Hamil di luar nikah adalah aib bagi seorang wanita, ditambah dengan tanggung jawab yang wanita itu rasakan, apalagi jika sang pria tidak berniat untuk bertanggung jawab. Naya sudah merasakan itu semua.

"Sumpah, Ma. Aku memang memiliki banyak kekasih tapi diantara mereka tidak pernah aku tiduri. Aku masih menjaga batasan!" Javier menatap memelas pada Naya.

Levin memilih masuk ke dalam mansion, biarkan Javier menyelesaikan masalah yang ia buat. Anak itu memang harus dapat hukuman.

"Akh, sakit!" Javier memekik kesakitan ketika Naya menancapkan jeweran di telinga putra bungsunya. Dengan bringas Naya menarik kuping Javier masuk ke dalam mansion.

Pelayan yang ada di mansion tampak terkejut dan heboh melihat Javier yang berusaha melepaskan diri dari jeweran Naya. Semakin banyak bergerak, Naya semakin memutar telinga putra bungsunya tersebut. Masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, itulah Javier. Seolah nasehat yang diberikan memantul.

"Duduk!" Naya mendorong tubuh besar Javier ke sofa. Pria itu terlihat pasrah.

"Buktikan jika kamu tidak bersalah. Bawa perempuan itu ke sini, dan jelaskan semuanya," ucap Naya tegas.

Javier menatap sang Mama seperti singa betina. Jujur, senakal-nakal dirinya, ia tidak berani meniduri anak orang, ia masih tahu batasan. Menjalin hubungan dengan banyak wanita hanya untuk kesenangan pribadi saja.

"Nanti aku bawa ke sini. Siapa namanya?" tanya Javier. Terlalu banyak wanita yang ia miliki sampai ia lupa dengan nama mereka semua.

"Oca!"


Satu bulan berlalu ...

Seorang wanita dengan tubuh yang tampak berisi dan pipi bulat yang kemerahan tengah berjalan di sekitar taman belakang rumah. Tangannya terulur memetik bunga Lily yang ia tanam bersama Yura. Satu bulan tinggal di tempat ini, membuat ia hafal seluk beluk rumah ini.

Brielle tersenyum kala menghirup aroma harum dari bunga itu. Ia berjalan menuju kursi di taman tersebut dengan bantuan tongkat panjang yang berfungsi menavigasi lingkungan sekitar. Dengan meraba tongkat di depan mereka saat berjalan, mereka dapat mendeteksi rintangan seperti tangga, trotoar yang rusak, atau hambatan lainnya yang mungkin menghalangi jalur mereka.

Brielle duduk di sana. Ia merasa satu bulan ini hatinya menghangat dan merasa bahagia setelah merasakan hari-hari yang buruk saat bersama ayah tirinya di masa lalu.

Seorang pria turun dari mobil, dan beberapa pelayan menyambut kedatangan pria itu setelah satu bulan tidak datang ke sini. Levin melepaskan jas yang ia kenakan, setelah selesai dengan pekerjaannya di perusahaan ia memilih ke Bandung untuk melihat keadaan Brielle. Beberapa hari terakhir ini ia terus memikirkan wanita itu.

"Di mana dia?"

Yura yang paham dengan orang yang dimaksud Levin langsung menjawab,"Dia ada di taman belakang, Tuan."

Levin langsung melangkahkan tungkai panjangnya menuju taman belakang. Langkah Levin terhenti ketika melihat sosok wanita cantik dengan rambut pirang yang membuatnya terlihat sangat mempesona.

"Dia terlihat sangat berbeda," monolognya.

"Itu karna Nona Brie makan selalu banyak, dan itu membuat tubuhnya semakin berisi. Kulitnya pun semakin cerah," sahut Yura yang berdiri di belakang Levin.

Levin melangkah mendekati Brielle, dan saat Brielle menoleh, matanya bertemu dengan mata Levin. Wajah Brielle begitu memesona, dengan mata bulat yang memancarkan binar, bibir merah berisi yang mengundang untuk dicium, dan pipi yang bulat dan lembut, membuat Levin merasa tersihir. Ia merasa bahwa kecantikan Brielle jauh lebih menggemaskan daripada siapapun yang pernah ia lihat.

Jantung Levin berdebar-debar kala Brielle berjalan ke arahnya dengan tongkat yang wanita itu pegang.

"Akh!" Brielle terpekik ketika kakinya tersandung kakinya sendiri, dengan gerakkan cepat Levin langsung menangkap tubuh Brielle.

Aroma harum yang manis membelai lembut indra penciuman Levin. Bahkan kulit Brielle terasa sangat lembut.

"Lepaskan aku!" Brielle memberontak untuk dilepaskan. Levin tidak bisa melepaskan Brielle dari dekapannya. Rasanya begitu nyaman dan hangat untuk mendekap tubuh wanita itu.

~~~~~

Aku kembali lagi:)

Untuk sementara updatenya nggak teratur. Tapi setelah selesai revisi cerita Argio dan Naya, diusahakan update tiap hari.

Terima kasih sudah menunggu❤️

Love After HateWhere stories live. Discover now