Bab 10

1.1K 145 60
                                    

Levin melepaskan dekapannya ketika Brielle memberikan gigitan yang cukup kuat di lengannya. Satu bulan tak bertemu, membuat wanita itu berubah bringas. Levin memegangi bagian lengannya, walau rasanya tak terlalu sakit. Sementara Brielle mengacungkan tongkatnya yang hampir mengenai wajah Levin.

Yura hendak menarik Brielle menjauh dari majikannya, namun Levin menggerakkan tangannya meminta Yura untuk meninggalkan mereka berdua. Tanpa banyak bertanya Yura meninggalkan keduanya.

"Aku senang banyak perubahan pada penampilanmu."

Suara yang sangat familiar, membuat Brielle perlahan menurunkan tongkat panjang miliknya."Levin?"

Bibir Levin menipis mendengar namanya disebut oleh wanita itu.

"Tahu darimana namaku?" tanya Levin terus menyorot ke arah wajah yang terlihat imut.

"Dari Yura. Maaf, apakah sakit?" Brielle balik bertanya dengan suara yang lembut. Bagaimana pun pria itu sudah baik memberikan tempat tinggal untuknya.

Levin yang hendak membuka suara tiba-tiba mengurungkan niatnya ketika melihat dress yang Brielle kenakan. Ia menundukkan kepalanya sejenak, terkejut dengan penampilan Brielle. Entah dress itu kekecilan di tubuh Brielle atau bagaimana, karena bagian dada wanita itu seperti hampir tumpah. Levin merasa tidak enak melihatnya.

"Yura!"

Levin berteriak memanggil Yura, tak lama pelayan itu datang kembali menghampiri keduanya dengan langkah tergopoh-gopoh.

"Ya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu." Yura berdiri di samping Levin.

Levin mendekatkan wajahnya ditelinga Yura, lalu berbisik."Apakah tidak ada pakaian yang lain? Pakaian yang Brielle kenakan terlalu kekecilan."

Yura manggut-manggut dengan bisikan majikannya."Memang modelnya seperti itu, Tuan. Dress renda rendah yang membuat Nona Brie terlihat semakin cantik," balasnya dengan sopan. Sementara kening Brielle mengkerut ketika tidak mendengar suara Levin maupun Yura.

"Itu terlalu terbuka, saya tidak suka. Cari dress yang lebih sopan lagi. Di mansion ini banyak pelayan laki-laki." Levin kembali bersuara. Rasanya Levin tak ingin pria lain melihat penampilan Brielle yang sedikit terbuka seperti ini. Apalagi tubuh wanita itu lumayan semok.

"Baik, Tuan."

"Nanti saya transfer uang untuk membeli dress yang lebih tertutup." Yura hanya bisa mengangguk dengan perintah Levin.

"Suruh pelayan lain untuk mengantarkan kopi ke ruangan saya," titahnya, setelah itu Levin beranjak dari tempat itu.


Di dalam sebuah ruang kerja bercat berwarna abu-abu dan hitam, Levin manggut-manggut melihat data-data dan informasi yang Riko berikan. Entah mengapa Levin ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan Brielle sebelumnya.

"Brielle itu memiliki darah campuran Rusia, dulu Brielle hidup berkecukupan saat usianya 10 tahunan. Ayahnya meninggal dan meninggalkan warisan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun, kehidupan Brielle berubah drastis setelah ibunya menikah lagi. Ayah tirinya mengambil semua harta warisan dari ayah kandung Brielle. Kecanduan berjudi, menjadi penyebab utama kehancuran hidup Brielle, dan dia pun jatuh ke dalam kemiskinan karna ayah tirinya." Riko menjelaskan dengan rinci.

Levin tertegun penjelasan Riko. Pantas saja fitur-fitur wajah Brielle terlihat agak beda dari orang Indonesia. Levin melirik Riko yang diam.

"Lanjutkan lagi, kenapa diam?" ucap Levin.

"Baiklah, Tuan." Riko kira sudah cukup penjelasannya, ternyata masih ingin dilanjutkan.

"Semenjak ibunya meninggal dan ekonomi yang semakin sulit di tambah mengalami kebutaan, Brielle sering mendapatkan kekerasan fisik dari ayah tirinya. Bahkan sampai ..." Riko menjeda ucapannya, seolah ragu melanjutkan ucapannya.

"Sampai apa? Ayo lanjutkan." Levin mendesak dengan rasa penasaran.

Riko menghela napas pelan lalu kembali melanjutkannya." Bahkan sampai mendapatkan pelecehan dari saudara tirinya. Itu pengakuan dari beberapa tetangga yang melihatnya."

Hati Levin terasa diremas mendengar penjelasan Riko. Bahkan ia tak sanggup membayangkan Brielle mengalami hal buruk seperti itu. Ia pun merasa semakin bersalah, andai kecelakaan itu tidak terjadi mungkin Brielle tidak akan menderita seperti itu.

"Kamu bisa keluar dari ruangan ini," ucap Levin, sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Riko mengangguk lalu keluar dari ruangan itu. Levin menopang dagunya dengan pikiran yang memenuhi kepalanya. Penjelasan asistennya membuat ia sedikit shock. Mungkin ini yang jadi penyebab Brielle selalu mengigau penuh ketakutan.


"Aku kira dia tidak kembali lagi ke sini," ucap Brielle sambil memakan potongan apel yang Yura berikan.

Wanita itu benar-benar dimanja seperti seorang majikan. Ia tidak kekurangan makanan atau pakaian, seperti yang sebelumnya yang ia rasakan. Hidupnya tenang, damai, dan bahagia di tempat ini. Ah, rasanya ingin tinggal di sini seumur hidupnya.

"Tapi Tuan Levin baik, Nona Brie. Andai Nona bisa melihat, Nona akan terpesona dengan ketampanan Tuan Levin," balas Yura sambil tersenyum-senyum.

Brielle langsung menghentikan kunyahannya."Mau setampan apapun dia, tidak berlaku untukku. Karna sampai kapanpun aku juga tidak bisa melihat. Aku hanya bisa menilai bagaimana seseorang memperlakukanku."

Brielle kembali melanjutkan memakan buah favoritnya. Dari semua pelayan yang ada di mansion, Brielle hanya nyaman bersama Yura yang memperlakukan dirinya dengan baik, dan sisanya terkadang berbuat kurang baik tidak ada Levin di rumah ini.

"Nona Brie tunggu sebentar, saya akan ambilkan minum untuk Nona." Yura bangkit dari tempat duduknya, lalu berlalu pergi dari taman itu.

Brielle meraba-raba meja di hadapannya mencari buah apel di piring. Namun, seseorang menyuapi Brielle buah apel yang langsung diterima wanita itu.

"Aku bisa makan sendiri," ucap Brielle. Namun, ia terus disuapi mau tak mau ia harus menerimanya.

Dada Levin bergemuruh, ketika jarinya menyentuh bibir lembab Brielle. Meskipun begitu ia terus menyuapi Brielle yang tampak tak menolak, Brielle mengira itu Yura.

"Eh, Tuan Levin." Yura yang baru datang tampak sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Sementara Levin langsung menghentikan kegiatan yang ia lakukan.

Mendengar nama pria itu disebut, membuat Brielle tampak sangat terkejut. Levin yang duduk di samping Brielle langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Lain kali jangan ditinggal sendirian, kasihan dia," ucap Levin memperingatkan, setelahnya berlalu pergi dari sana.

Sesekali Levin melihat ke arah Brielle sebelum benar-benar pergi dari taman itu. Namun, senyuman yang muncul di wajah Levin pudar ketika mendengar informasi dari pelayan yang datang mendekat padanya.

"Tuan Javier datang."

Levin mendesis, untuk apa adiknya datang ke sini? Ia menoleh ke arah Brielle yang masih duduk di taman. Ia tidak ingin Javier melihat Brielle atau menemuinya. Mata Levin melebar ketika melihat Brielle masih mengenakan gaun yang tadi. Levin berdecak kesal.

~~~~~

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan komen.

Sudah siap menuju konflik😂

See you di part selanjutnya






Love After HateWhere stories live. Discover now