Bab 3

202 37 2
                                    

Hello, balik lagi sama cerita ringan ini. Jangan lupa vote dan komennya ya!! Semoga gak banyak typonya wkwk.

**

Didip masih belum mau memberitahuku kemana kami akan pergi. Padahal aku harus memastikan pakaian yang akan ku pakai malam ini cocok dengan tempat tujuan kami.

Tidak lucu kan...jika Didip mengajakku ke acara kajian dan aku malah menggunakan crop top serta rok mini. Meski itu tidak mungkin sih...

Seorang Didip datang keacara keagamaan? Tentu kerajaan jin yang menempel padanya akan langsung runtuh seketika.

Untuk itu aku memilih pakaian yang aman-aman saja. Memakai kemeja biru langit dengan rok jeans denim. Rambutku ku biarkan tanpa terikat apapun, namun tetap berjaga-jaga membawa penjepit jika nanti Didip mengajakku ke tempat yang panas.

Misalnya ke Matahari. Ehemm...

Didip pun hanya memakai kemeja putih dengan celana jeans denim yang sama denganku. Jangan kira aku akan terpesona dengan manusia pemuja janda ini.

Tentu tidak!

Target market penampilan Didip memang di tujukan untuk para janda dan noona-noona. Aku yang masih gadis ting-ting dijamin kempling, tentu menolak pesonanya.

Jangan-jangan nanti banyak yang mengira kami sepasang gadun dan simpanannya?

Harusnya hari ini aku memakai kacamata hitam dan masker. Kalau saja nantinya tidak sengaja bertemu dengan pelanggan ibuku, aku malah bisa mencemarkan nama baik toko ibu, membuat omset toko menurun, dan kami sekeluarga akan jatuh miskin.

ASTAGA!

Aku belum siap mengantri bantuan sembako di kantor kelurahan berjam-jam, atau mendapatkan diskriminasi oleh sebagian tenaga kesehatan karena menggunakan asuransi kesehatan khusus untuk keluarga tidak mampu.

Pantas saja dulu ada sebuah kalimat dalam sebuah iklan berbunyi begini,

MISKIN JANGAN SAKIT!

Kupikir selama ini kalimat itu di buat agar warga kurang mampu lebih menjaga kesehatan mereka. Rupanya kalimat itu merupakan antisipasi agar rakyat kurang mampu tidak sakit dan berobat, sehingga mereka tidak harus bertemu dengan tenaga kesehatan yang mungkin memberikan tindakan diskriminasi pada rakyat kurang mampu dan malah menambah rasa sakit yang mereka alami. Tidak semuanya begitu sih, tapi kebanyakan begitu.  

“Kita mau kemana sih Dip?”

“Hotel.”

Mataku membelalak.”Heh! Ngapain? lo gak akan jual gue ke temen-temen lo yang udah om-om kan Dip?”

“Mending gue jual cireng di depan SD, jelas dapet untung. La kalo jual lo, belum tentu untung gue nanti malah buntung.”

“Ya terus mau ngapain?!”

“Misi rahasia.”

Alah! Sudah pasti ini tak jauh-jauh dari pergebetan duniawi. Tapi tumben sekali, bukannya kemarin kisah cinta dengan janda kembangnya sudah berakhir? Apakah Didip belum sepenuhnya ikhlas dengan perpisahan mereka?

“Kita mau grebek janda kembang lo nih?”

“Udah tunggu aja, nanti lo juga tau.”

Aku mengiyakan saja apa permintaan Didip yang penting ada upahnya. Sambil menunggu sampai tujuan, aku membuka ponsel berniat memutar lagu agar tidak bosan. Namun saat layar kunci ponselku terbuka, aku melihat satu nama di kolom notifikasi yang membuatku terkejut hingga ponselku jatuh ke lantai mobil.

“Aaa!!!”

“Anjir!”

Didip pun sedikit mengerem mendadak mendengar teriakanku. “Kenapa Sur?!”

Jawa-Jawa KotaWhere stories live. Discover now