Bab 9

141 26 2
                                    

Jangan lupa votenya buat cerita receh ini 🤣😉

Aroma sesuatu yang amat familiar tiba-tiba masuk ke dalam rongga hidungku. Aku mencium bau percampuran rempah-rempah khas indonesia yang begitu kental.

Apa ini? apakah sekarang ini aku sedang melakukan perjalanan lorong waktu dan kembali pada masa penjajahan? mungkin saja saat ini aku menjadi pekerja rodi di masa itu.

Atau aku malah sudah berada di alam kubur?

Apakah aroma alam kubur sesedap ini? keluargaku tidak menaburkan bawang goreng di atas kuburanku kan?

Nampaknya aku memang belum berada di alam kubur, karena harusnya ada pertanyaan "Man Rabbuka" bukannya malah aroma bumbu sedap seperti ini.

Dengan mata yang masih tertutup aku terus mengendus aroma ini. Rasanya aku ingin sekali membuka mataku dan segera melihat darimana bau ini berasal, namun mataku malah sulit untuk terbuka.

Perlahan dan sedikit memaksa, akhirnya aku berhasil membuka kedua kelopak mataku. Pandanganku masih buram. Meski begitu, aku menyadari aku tidak berada di dalam kamarku saat ini.

Ruangan terang benderang dan berwarna putih ini jelas sekali bukan kamarku. Saat ingin menggerakkan kepalaku rasanya kaku dan berat sekali. Namun aroma sedap ini membuatku memaksa mataku bergerak mencari sumber aromanya.

Aroma itu semakin mendekat, diiringi dengan suara langkah kaki seseorang. Sosok yang mendekat itu kini berdiri di samping tubuhku dan sepertinya menatapku dari atas. Mataku yang masih buram tak bisa melihat dengan jelas siapakah sosok ini. Namun aku masih bisa melihat siluet sosok di depanku yang membawa sesuatu di tangannya, aku yakin dari sanalah sumber aroma sedap ini.

“Budhee... Surti udah bangun!!”

Baiklah...

Tanpa penglihatan jelaspun sekarang aku tahu siapa sosok  yang menatapku saat ini. Tak lama setelah teriakan itu, tiga sileut sosok lain mulai mendekat ke arahku. Kalau boleh kutebak itu adalah ibu, bapak dan mas Abi.

“Ya ampun... panggil dokter Mas!”

Dari teriakan ibu, jelas sekali aku berada di rumah sakit. Kecuali jika diam-diam ibu mempunyai dokter pribadi yang siap sedia kapanpun di butuhkan untuk keluarga kami.

Dan tentu saja... itu tidak mungkin.

Dokter datang tak begitu lama setelah ibu berteriak menyuruh mas Abi tadi. Sang dokter mulai memeriksa tubuhku dan menanyakan beberapa pertanyaan tentang apa yang kurasakan saat ini. Dokter juga sempat mengatakan bahwa aku tidak sadar selama 4 hari, untungnya tak ada hal serius yang terjadi padaku. Ada beberapa jahitan di bagian kepalaku, namun tidak menyebabkan efek samping membahayakan bagi bagian tubuh yang lain.

Setelah dokter pamit pergi, saat itu juga perlahan penglihatanku mulai membaik, aku melihat dengan jelas keadaan di dalam ruanganku saat ini.

“Kamu inget kita kan Ken? gak amnesia beneran kan? ” ibuku tiba-tiba bertanya dengan nada khawatir, tangannya mulai menunjuk bapak yang berada disampingnya. “Ini siapa?”

“Bapak...” ucapku dengan lemah.

“Alhamdulillah!” ucap semua orang di ruangan itu begitu mendengar jawabanku.

Kalaupun aku hilang ingatan, aku tetap akan menjawab bapak karena ibu menunjuk ke arah bapakku yang memang sudah terlihat seperti bapak-bapak. Harusnya ibu menanyakan nama juga agar lebih meyakinkan.

Tak penting juga, wong aku juga tidak hilang ingatan.

Yang terpenting saat ini adalah... menemukan aroma sedap yang membangkitkan ketidaksadaranku selama ini.

Jawa-Jawa KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang