BAGIAN TIGA BELAS

227 38 29
                                    

______ _____________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

______ _____________________


Bulu mata lentik itu bergetar. Efek dari kelopak mata yang mencoba untuk membuka diri.

Cahaya perlahan memasuki retinanya. Dan ketika matanya berhasil menyesuaikan diri, dia dibuat heran dengan apa yang dia lihat.

Sebuah langit-langit dari kayu. Tidak. Ini pohon. Dia bisa melihat puncak pohon dari tempatnya kini.

Dimana ini? Batinnya terusik.

Tubuhnya lemas dan enggan untuk bangkit dari pembaringan. Tapi dia tetap memaksakan diri. Mengabaikan rasa sakit yang menggerogoti tulangnya. Seketika juga sekelebat ingatan tentang penyerangan yang dia alami bersama rekan satu misinya menggeliat.

Tidak.

Dia bangun sepenuhnya. Mengedarkan pandangan lamat-lamat kesekitaran. Nafasnya menderu cemas, berharap menemukan jawaban apa yang terjadi dengan Paman dan kedua sahabatnya.

Belum sempat dia menyusun ingatan akan apa yang terjadi. Dia tersentak mendengar suara pintu kayu berderit perlahan. Netra madu nya memandang awas. Meraba jam dipergelangan tangannya dan diam-diam mengambil nafas lega.

Dia masih punya kekuatan pelindungnya.

"Oh, kau sudah sadar?", tanya seorang pria paruh baya dengan senyum teduh.

Yaya terkesima sesaat. Memproses apakah dia akan mendapat bahaya dari orang ini?

Tidak. Kesampingkan itu dulu.

"Sudah. Terimakasih", jawab Yaya lembut. Memilih untuk tenang.

Dia berada di tempat asing sekarang. Sendirian dan dia tidak tau dimana rekan misinya. Karena itu, bersikap tenang dan menelaah adalah hal yang penting saat ini.

Sampai pria itu mendekati ranjangnya. Membuat Yaya refleks mundur sedikit. Menyadari Yaya yang waspada, dia terkekeh geli.

"Tenanglah. Aku bukan orang cabul",

Yaya sedikit melotot. Tak menyangka pria ini tau apa yang dia pikirkan.

"Ma-maaf", cicitnya merasa bersalah. Lancang sekali dia berpikiran seperti tadi.

"Tidak apa. Bukan hanya kau saja yang mengira aku orang seperti itu", balasnya enteng.

Yaya memilih untuk mengangguk. Sedikit lega bahwa orang ini tidak seperti yang dia pikirkan.

"Nah", Yaya menatap uluran semangkuk sup panas yang mengepul. Menimang sesaat, kemudian memilih menerimanya dengan senang hati.

"Terimakasih", ucapnya tulus. Tapi dia tidak langsung memasukkan sup dengan bahan yang tidak dia ketahui itu ke mulutnya, melainkan menatap sosok yang kini sibuk menata minuman dari cawan kayu di nakas.

Pria itu sadar dengan tatapan Yaya dan membuka mulut. "Aku akan menjelaskan siatuasinya nanti. Makanlah dulu, itu sup herbal dan akan memulihkan kondisimu",

BOBOIBOY : PETAKA BAHARUWhere stories live. Discover now