Bab 27

21.1K 1.9K 33
                                    

Sejak Langit memasuki ruang operasi hingga sekarang belum ada satupun orang yang keluar dari sana, hal itu membuat keluarga Robert dilanda kecemasan.

"Biarkan aku masuk! Kenapa Nuel lama sekali! Ini sudah lima jam!"Luke mendorong Lucky, adik kembarnya ini terus saja menghalangi dirinya untuk masuk ke dalam ruang operasi.

"Jangan macam macam Luke! Aku tahu kau khawatir, tapi kita tidak boleh membuat konsentrasi Nuel terbagi! Kau tidak ingin baby sembuh? Kau mau baby terus saja menderita dengan mata yang tidak bisa melihat itu! Jika iya maka aku tidak akan segan segan akan memberimu pelajaran jika kau mengacaukan operasi ini!"Lucky sungguh muak dengan Luke yang tidak bisa mengontrol diri, dia juga sama khawatir dengan apa yang Luke rasakan, tapi Langit lebih penting, jika operasi ini gagal maka pupus sudah harapan mereka.

"Kau ini kenapa? Jika tidak bisa diam aku akan menyuruh Zero agar kau dikurung dimansion!"Tegas Roger membuat Luke tidak bisa membantah, dia hanya bisa berdecak, meredam emosi yang menumpuk dihatinya.

"Tenanglah Luke, kita bisa menunggu sebentar."Senia mencoba mengelus tangan Luke yang mengepal, dia juga khawatir, tapi jika operasi ini gagal mereka hanya bisa kecewa dengan hasilnya nanti.

"Jika adikku kenapa-napa aku akan membunuh kakakmu itu."Tukas Lucas pada Sean.

Sean mengangkat alisnya, acuh apa yang dikatakan oleh Lucas, hey ayolah, jika itu terjadi dia akan berbuat hal yang sama, jadi jangan terus berbicara padanya mengenai hal yang sudah ia ketahui, cukup diam, menunggu, dan melakukan, jangan banyak bicara, itu hanya akan terdengar tidak menarik.

"Oma, Langit bakal baik baik aja kan?"Samuel memeluk Reva, menenggelamkan wajahnya pada tubuh Reva.

"Dia baik baik saja, kita doakan agar Nuel bisa mengatasi ini, jangan berpikiran buruk."Reva mengusap pelan punggung cucunya ini, kembali menatap ruangan operasi yang lampunya masih menyala, kapan ini akan berakhir.

Saka berjalan mendekati Lucky, memeluk tubuh sang ayah agar bisa menenangkan dirinya yang disambut oleh Lucky, sungguh sangat menegangkan saat ini.

Tak lama lampu ruang operasi  padam, digantikan dengan pintu ruang operasi yang dibuka menampilkan Immanuel yang memperlihatkan wajah lelah disana.

"Nuel apa baby baik baik saja?"

"Bang Langit ok kan bang?"

"Bagaimana kondisi putraku?"

"Apa operasi nya berhasil?"

"Apa dia baik?"

"Nuel apa yang terjadi boy?"

"Apa Langit udah bisa liat lagi bang?"

Rentetan pertanyaan terus saja didengar oleh Immanuel membuat kupingnya sakit.

"Jawab! Kenapa kau diam saja!"Geram Luke yang melihat Immanuel hanya diam.

Immanuel menggeleng pelan membuat suasana hening.

"Apa maksudmu sialan!"Luke segera mencekik Immanuel membuat ia terdorong kebelakang, rasa panas menghampiri lehernya, cengkeraman Luke sangat kuat membuat  lehernya yang sudah terluka kembali mengeluarkan darah.

"Jawab!"

"Luke apa yang kau lakukan! Kau menyakiti Nuel!"Senia mencoba melepaskan Luke yang terus saja mencekik lehernya.

"Nuel kenapa kau menggeleng! Apa kau sungguh tidak bisa membuat baby sembuh!"Lucky juga tersulut emosi melihat itu."Jawab  Nuel!"

"Apa apaan kalian ini! Lepaskan Nuel! Bagaimana dia bisa menjawab jika kau masih mencekiknya seperti itu! Lepaskan dia Luke!"Reva sudah muak dengan anak-anaknya ini, bagaimana bisa mereka melakukan hal itu, padahal Nuel saja belum menjelaskan apa yang terjadi.

Saka sedikit takut melihat itu, Samuel juga tahu, dia segera membalikkan tubuh Saka dan menutup telinganya, sudah dikatakan jika Saka takut jika  taring keluarganya sudah keluar.

"Potong saja lehernya!"Teriak Lucas yang sudah kepalang emosi.

Immanuel mendorong Luke yang mencekiknya hingga terlepas dari cekikikan itu sendiri, mengambil nafas sedikit karena wajahnya sudah memerah, darah dilehernya mengalir membuat jas dokter yang dikenakannya juga memerah karena darah."Sialan!"Decaknya.

"Aku bahkan belum mengatakan apapun, pria tua ini, kau ingin aku cepat mati? Jika iya maka kita bertarung satu lawan satu!"Sungguh Immanuel terpancing dengan orang didepannya ini, sudah lelah melakukan operasi tapi setelah selesai disuguhkan dengan pria tua yang tidak bisa mengontrol emosi.

"Nuel jelaskan apa yang terjadi!"Ucap Roger yang sudah muak dengan pertengkaran yang tidak penting ini.

"Baby baik baik saja, dia akan dipindahkan sebentar lagi."Immanuel pergi dari sana dengan cepat, lehernya sakit, dan juga sekarang sepertinya dia dehidrasi karena terlalu banyak mengeluarkan keringat.

"Apa yang dia katakan?"Tanya Luke bingung.

"Bodoh! Dia mengatakan jika baby baik baik saja berarti operasinya berhasil!"Geram Roger melihat anaknya ini sedikit lemot.

Mata mereka melebar, mereka bersyukur karena operasi yang dilakukan Immanuel berhasil.

"Langit, akhirnya Lo bisa ngeliat lagi! Gua seneng banget, semoga nantinya Lo juga bisa jalan."Harap Samuel dalam hatinya, dia sangat senang ketika mendengar ini, "gua nggak akan biarin Lo tersiksa lagi Langit, karena Lo adik gua."Samuel memeluk Reva dengan erat.

"Syukurlah."Senia mengusap air matanya pelan, anaknya sudah tidak lagi tidak bisa melihat, dia tidak sabar jika Langit sudah bisa melihat dan bisa melihat mereka, keluarga barunya.

Saka berjingkrak kesenangan, dia memeluk Senia dengan erat,"mommy ini beneran kan?"

"Ya sayang, nanti kita akan kembali memperkenalkan diri agar Langit tahu siapa kita."Senia mengecup pelan kening Saka.

Tak lama ruang operasi terbuka, disana terlihat Langit yang terbaring di brangkar dengan mata yang sudah diperban.

Para petugas medis segera membawa Langit yang diikuti oleh keluarga Robert dibelakangnya.

Sean berbalik sebentar, dia teringat dengan Immanuel, terdiam sebentar dan menuju kearah ruangan Immanuel.

Saat membuka pintu, ia melihat jika Immanuel tengah mengobati lehernya.

"Untuk apa kau kesini?"Ucap imm tanpa melihat Sean.

"Aku hanya memastikan jika kau tidak mati."Jawabnya sambil duduk di sofa.

Immanuel hanya berdecak mendegar alasan dari Sean,"apa kau khawatir dengan kakakmu ini?"Immanuel mendekati Sean dan duduk disampingnya.

"Untuk apa aku mengkhawatirkan mu."

Percayalah jika apa yang dikatakan Sean adalah sebaliknya, Immanuel tahu betul, mereka memang berbicara kasar dan tidak peduli satu sama lain jika diluar, tapi tetap saja mereka akan menghawatirkan dari dalam diri mereka.

"Kau berbohong."

"Ck untuk apa aku disini, lebih baik aku melihat baby."Sean pergi dari sana dengan raut wajah sedikit kesal.

Immanuel hanya tersenyum tipis, lucu sekali adiknya yang tidak mau mengakui jika memang khawatir.

"Ah dasar pak tua, aku harus menghilangkan bekas luka ini, aku tidak mungkin memperlihatkannya pada baby, bisa saja dia takut."

LANGITWhere stories live. Discover now